Kamis, 24 Oktober 2024

FENOMENAL BAHLIL : SELALU TAMPIL BEDA, DAN DI MAKLUMI !

Oleh : Dr. Basa Alim Tualeka, M.Si


Puisi :

"Fenomena Bahlil"

Dari dunia bisnis, kau bangun mimpi,
Langkah kecil di antara raksasa kuasa,
Dengan tangan yang cekatan, kau titip hormat,
Pada sang Raja dan putranya, dalam salam berkat.

Dalam gestur lembut penuh arti,
Terukir budaya yang tak pernah mati,
Sembahmu bukan sekadar formalitas,
Tapi tanda rukun, harmoni, dan warisan politis.

Di meja kuasa kau bermain,
Antara taktik bisnis dan diplomasi halus,
Loyalitasmu adalah jembatan emas,
Mengantar derajatmu naik, tinggi di atas.

Namun, kuingatkan padamu, wahai Bahlil,
Kekuasaan itu sementara, tak kekal.
Dalam tangis rakyat, kau bawa tanggung jawab,
Sebab, penghormatan sejati lahir dari adil dan bijak.

Di atas panggung besar yang fana,
Loyallah, tapi tetap kuat dan berintegritas,
Kembangkan sayap, tapi pijakkan kakimu teguh,
Karena sejarah mencatat, bukan hanya yang dihormati,
Tapi juga mereka yang menghormati.
(Obasa Leka, Sby). 


Portal Suara Academia: Artikel ini tidak hanya menggambarkan sosok Bahlil Lahadalia dalam konteks politik, tetapi juga memuat dimensi budaya dan filosofi yang lebih mendalam. Fenomena Bahlil, yang ditampilkan sebagai individu yang menunjukkan penghormatan kepada Gibran Rakabuming Raka melalui gestur "salaman sembah," membawa kita pada perbincangan yang lebih luas mengenai nilai-nilai budaya Jawa serta pandangan filosofis yang melingkupinya.


Dimensi Budaya: Penghormatan dalam Tradisi Jawa

Salam sembah adalah bagian integral dari budaya Jawa, yang mencerminkan tata krama, etiket, dan penghormatan yang tinggi kepada individu dengan status sosial yang lebih tinggi atau kepada mereka yang dihormati. Di dalam kebudayaan Jawa, gerakan ini bukan hanya sekadar formalitas, tetapi juga bentuk ekspresi rasa hormat yang mendalam. Dalam konteks politik dan hubungan kuasa, gestur ini dapat mengirimkan pesan kuat tentang posisi seseorang dalam hierarki sosial dan politik.

Bahlil yang memberi salam hormat kepada Gibran dapat ditafsirkan sebagai simbol pengakuan terhadap status Gibran sebagai bagian dari keluarga Presiden, yang secara otomatis memberikan prestise politik. Lebih dari itu, tindakan ini juga menunjukkan pemahaman Bahlil akan pentingnya menjaga harmoni dan keselarasan dalam hubungan sosial-politik. Dalam budaya Jawa, harmoni ini dikenal dengan konsep “rukun”, yang mengutamakan keteraturan sosial dan menjaga hubungan baik dengan orang yang memiliki kekuasaan.

Penghormatan seperti ini juga berkaitan dengan konsep “unggah-ungguh”, yang dalam budaya Jawa mengacu pada perilaku yang baik sesuai dengan aturan sosial yang berlaku, terutama dalam interaksi dengan yang lebih tua atau lebih tinggi secara status. Dalam konteks Bahlil, penghormatan ini tidak hanya menunjukkan ketaatan terhadap norma budaya, tetapi juga bisa dimaknai sebagai strategi untuk memperkuat hubungan politiknya dengan keluarga Presiden, yang dalam hal ini dilambangkan oleh Gibran.


Pandangan Filosofi: Loyalitas dan Kenaikan Status Sosial

Dari sudut pandang filosofi politik, fenomena Bahlil dapat dipandang sebagai representasi dari konsep "hierarki kekuasaan" yang ada dalam masyarakat Indonesia, khususnya dalam konteks Jawa. Dalam falsafah Jawa, ada paham yang mendalam tentang “kejawen” atau falsafah hidup yang mengutamakan keseimbangan, loyalitas, dan penghormatan kepada pemimpin yang lebih tinggi. Gestur sembah Bahlil kepada Gibran dan loyalitasnya kepada Jokowi bisa dimaknai dalam kerangka ini: Bahlil mengakui pentingnya struktur hierarkis yang ada dan menjaga posisinya dengan menunjukkan rasa hormat secara terbuka.

Dalam konteks filosofi politik Indonesia, konsep “naik derajat” yang diangkat dalam artikel ini menunjukkan bagaimana seseorang dari latar belakang pengusaha dapat mencapai posisi kekuasaan politik melalui hubungan yang baik dengan pemimpin. Ini mencerminkan teori patrimonialisme, di mana kekuasaan terpusat pada figur pemimpin dan orang-orang di sekitarnya yang mendapatkan kekuasaan berdasarkan kedekatan personal, bukan hanya kompetensi teknis atau profesional. Bahlil menjadi contoh bagaimana loyalitas dan penghormatan kepada figur pemimpin—dalam hal ini Jokowi dan keluarganya—bisa menjadi jembatan bagi peningkatan status sosial dan politik seseorang.


Pengusaha dalam Politik: Sinergi Bisnis dan Kekuasaan

Dalam fenomena Bahlil, ada juga sorotan terhadap hubungan antara dunia bisnis dan politik di Indonesia. Sebagai mantan pengusaha, Bahlil memiliki jaringan bisnis yang luas dan kemampuan manajerial yang baik, yang menjadi modal penting dalam politik. Artikel ini menyebutkan bahwa “semua pemain” adalah para pengusaha, yang menunjukkan bahwa dalam dunia politik Indonesia, latar belakang bisnis memberikan keunggulan tersendiri. Mereka yang memiliki pengalaman dalam dunia bisnis sering kali dianggap lebih taktis dan sulit untuk dimanipulasi, karena dunia bisnis melatih mereka untuk membuat keputusan yang cepat dan tepat di bawah tekanan.

Hal ini juga berakar pada filosofi “kekayaan sebagai kekuasaan”, di mana seseorang yang memiliki sumber daya ekonomi yang besar cenderung memiliki pengaruh politik yang kuat. Dalam budaya politik modern di Indonesia, hubungan antara pengusaha dan kekuasaan semakin erat. Para pengusaha sering kali menggunakan sumber daya mereka untuk mendapatkan akses ke lingkaran kekuasaan, dan sebaliknya, mereka yang berada di lingkaran kekuasaan sering kali memanfaatkan koneksi bisnis untuk memperkuat pengaruh mereka.


Kesimpulan

Fenomena Bahlil sebagai Refleksi Budaya dan Filosofi Politik

Fenomena Bahlil Lahadalia adalah cerminan dari perpaduan antara budaya tradisional Jawa dan filosofi politik modern di Indonesia. Di satu sisi, dia menghormati nilai-nilai budaya seperti unggah-ungguh dan rukun, sementara di sisi lain dia memahami pentingnya pragmatisme dalam politik, di mana loyalitas kepada figur pemimpin bisa membawa keuntungan besar secara sosial dan politik. Dalam masyarakat yang masih menjunjung tinggi hierarki dan tata krama tradisional, Bahlil berhasil menavigasi dinamika politik dengan cermat, menggunakan latar belakang pengusaha dan kemampuannya untuk menjaga hubungan baik dengan para pemimpin politik.

Oleh karena itu, penghormatan Bahlil kepada Gibran dan loyalitasnya kepada Jokowi bisa dilihat sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk memperkuat posisinya dalam lanskap politik Indonesia, sekaligus sebagai bentuk penghormatan budaya yang mendalam terhadap struktur kekuasaan yang ada. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini