Jumat, 13 Desember 2024

PENJAJAHAN BARU BERNAMA INVESTASI

Kekhawatiran Penjajahan Baru: "VOC Modern" dalam Ekonomi Indonesia

Oleh : Basa Alim Tualeka


"Penjajahan Baru Bernama Investasi"

Tanah airku yang subur dan kaya,
Dari Sabang sampai Merauke terpahat sejarah,
Di bawah langit biru dengan segala anugerah,
Kini awan gelap menggantung di cakrawala yang megah.

Dulu penjajah datang dengan bedil dan kapal,
Kini mereka berwajah halus, membawa modal,
Bukan penjajah berkulit asing yang menjarah,
Namun elite sendiri yang lupa pada amanah.

Tanah leluhur, warisan nenek moyang,
Digadai atas nama investasi gemilang,
Sawah hijau berubah jadi beton,
Hutan rimba lenyap jadi tambang di lereng gunung.

Atas nama pembangunan, mereka datang,
Menawarkan janji, katanya demi masa depan,
Namun kenyataan menyayat hati rakyat kecil,
Tanahnya hilang, jadi buruh kasar yang terpinggir.

Apa arti merdeka bila rakyat kehilangan tanahnya?
Apa arti kemajuan bila hanya segelintir yang kaya?
Di bawah bayang oligarki yang masif,
Keadilan terinjak, asa rakyat menjadi pasif.

Sungai yang dulu mengalir penuh kehidupan,
Kini tercemar oleh limbah keserakahan,
Gunung-gunung gagah jadi luka menganga,
Bumi menangis, tapi siapa yang peduli pada suara?

Kami khawatir, negeri ini kembali dijajah,
Bukan oleh bedil, tapi oleh kontrak dan uang yang berkisah,
Janji investasi hanya menjadi utopia,
Saat rakyat kecil kehilangan kendali atas Indonesia.

Bangkitlah, wahai anak bangsa,
Jangan biarkan tanah ini kehilangan rasa,
Jangan biarkan negeri yang merdeka ini,
Tergadai lagi oleh mereka yang berjanji palsu di hati.

Mari lawan penjajahan dalam rupa yang berbeda,
Dengan akal, keberanian, dan jiwa yang merdeka,
Indonesia bukan milik segelintir yang kaya,
Ini tanah kita, tanah harapan dan cita-cita. 
(Obasa Leka)


Pendahuluan

Kekhawatiran Indonesia menghadapi penjajahan baru berbentuk dominasi oligarki, sering disebut sebagai "VOC modern," mencuat kembali. Penjajahan baru ini merujuk pada penguasaan sumber daya alam, tanah, dan ekonomi oleh segelintir elite, baik lokal maupun asing, yang dianggap merugikan rakyat Indonesia.


Konsep Penjajahan Baru ala VOC Modern

VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) di era kolonial dikenal sebagai perusahaan dagang Belanda yang mengeksploitasi kekayaan Nusantara untuk kepentingan kolonial. Kini, beberapa pihak menilai pola serupa muncul kembali dengan dominasi oligarki dalam berbagai sektor strategis. Hal ini dilakukan melalui alasan investasi yang kerap mengorbankan kepentingan rakyat.


Ciri-Ciri VOC Modern

1. Penguasaan Tanah dan Lahan

Oligarki modern menguasai lahan luas untuk kepentingan investasi, pertanian skala besar, atau tambang, sementara petani dan masyarakat adat kehilangan hak atas tanah mereka.

Contoh Kasus: Konflik agraria di Wadas, Jawa Tengah, di mana masyarakat setempat menolak proyek tambang batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. Tanah warga dianggap sebagai "milik negara," dan masyarakat terpaksa kehilangan akses atas lahan mereka.

2. Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA)

SDA seperti tambang, minyak, gas, dan hutan dieksploitasi untuk keuntungan perusahaan besar. Sebagian besar keuntungan mengalir ke luar negeri atau elite nasional, bukan kepada rakyat.

Contoh Kasus:

Tambang emas dan tembaga di Grasberg, Papua, yang dikelola oleh PT Freeport Indonesia. Dalam periode tertentu, keuntungan yang diperoleh lebih banyak dinikmati oleh perusahaan asing dibandingkan masyarakat lokal.

Kerusakan lingkungan akibat tambang nikel di Sulawesi Tenggara yang dilakukan oleh perusahaan asing maupun lokal tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan.

3. Dominasi Ekonomi oleh Oligarki

Kebijakan ekonomi dan politik cenderung menguntungkan korporasi besar yang memiliki kedekatan dengan penguasa. Rakyat hanya menjadi tenaga kerja murah atau penonton dalam pembangunan.

Contoh Kasus: Penguasaan sektor pangan oleh segelintir konglomerat, seperti impor beras dan gula, yang sering kali membuat petani lokal sulit bersaing.

4. Ketergantungan pada Investasi Asing

Demi menarik investasi, negara memberikan insentif besar kepada investor asing, termasuk pembebasan pajak dan akses mudah atas lahan, yang sering kali merugikan masyarakat lokal.

Contoh Kasus: Proyek Reklamasi Teluk Jakarta, yang menguntungkan pengembang besar tetapi merugikan nelayan tradisional yang kehilangan sumber mata pencaharian.


Keuntungan yang Diklaim oleh Pendukung Sistem Ini

1. Peningkatan Investasi

Investasi asing dianggap dapat mendorong pembangunan infrastruktur dan membuka lapangan kerja.

Namun, manfaatnya sering tidak dirasakan secara merata, dengan pekerja lokal hanya mendapat posisi rendah.

2. Modernisasi Ekonomi

Dengan investasi besar, ekonomi dianggap dapat lebih kompetitif secara global. Namun, tanpa regulasi ketat, keuntungan hanya dinikmati segelintir pihak.


Kerugian Bagi Indonesia

1. Ketimpangan Ekonomi

Kekayaan terkonsentrasi pada elite, sementara rakyat kecil semakin terpinggirkan.

Data: Berdasarkan laporan Oxfam 2022, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari 50% total kekayaan nasional.

2. Krisis Lingkungan

Eksploitasi SDA menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, seperti deforestasi, pencemaran air, dan tanah kritis.

Contoh Kasus: Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan dan Sumatra yang sebagian besar terkait dengan pembukaan lahan sawit oleh korporasi besar.

3. Kehilangan Kedaulatan Ekonomi

Dengan penguasaan SDA dan sektor strategis oleh asing, Indonesia kehilangan kendali atas ekonominya sendiri.

Contoh Kasus: Blok minyak dan gas Mahakam yang dikelola oleh Total E&P selama bertahun-tahun, baru diambil alih Pertamina pada 2018 setelah kontrak habis.

4. Rakyat sebagai Pekerja Kasar

Investasi asing sering kali hanya menyediakan pekerjaan kasar dengan upah rendah bagi rakyat lokal.

Contoh Kasus: Pekerja tambang nikel di Sulawesi, yang mayoritas hanya menjadi buruh kasar tanpa peningkatan keterampilan.


Analisis dari Pakar

1. Dr. Jeffrey Winters (Ahli Oligarki)

"Oligarki Indonesia memiliki kontrol besar atas kebijakan publik dan ekonomi. Jika tidak ada pembatasan, rakyat hanya akan menjadi alat produksi untuk elite."

2. Prof. Emil Salim (Ekonom dan Aktivis Lingkungan)

"Eksploitasi SDA yang tidak terkendali menciptakan keuntungan jangka pendek, tetapi kerugian besar bagi lingkungan dan generasi mendatang."

3. Dr. Faisal Basri (Ekonom)

"Kebijakan pro-investasi yang terlalu memihak investor besar tanpa melibatkan rakyat hanya memperbesar ketimpangan ekonomi."


Rekomendasi untuk Menghindari VOC Modern

1. Penguatan Regulasi SDA

Membuat aturan tegas tentang pembagian keuntungan SDA antara investor, negara, dan masyarakat lokal.

Mengutamakan perusahaan lokal atau BUMN dalam pengelolaan SDA.

2. Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Memberikan pelatihan keterampilan agar masyarakat lokal dapat naik kelas dalam struktur ekonomi.

Memastikan bahwa masyarakat adat dan petani kecil mendapat perlindungan atas tanah mereka

3. Transparansi dalam Kebijakan Investasi

Mengawasi pemberian izin investasi untuk mencegah korupsi dan kolusi.

Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait proyek investasi besar.

4. Diversifikasi Ekonomi

Mengurangi ketergantungan pada SDA dan investasi asing dengan mengembangkan sektor manufaktur dan teknologi.


Kesimpulan

Kekhawatiran bahwa Indonesia tengah menghadapi penjajahan baru berbentuk "VOC modern" bukanlah tanpa dasar. Dominasi oligarki dalam penguasaan tanah, SDA, dan ekonomi menunjukkan pola eksploitasi yang mirip dengan era kolonial. Agar rakyat tidak menjadi korban eksploitasi baru, diperlukan langkah-langkah strategis untuk memastikan bahwa investasi dan pembangunan benar-benar membawa manfaat bagi semua lapisan masyarakat. Reformasi agraria, penguatan regulasi, dan pemberdayaan rakyat adalah kunci untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan sosial Indonesia. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini