Selasa, 10 Juni 2025

KEPEMIMPINAN: CERDAS DAN AMANAH VS GEDABRUS DAN SOMBONG

Sebuah Kajian Kebijakan Publik dan Sosial Politik

Oleh: Basa Alim Tualeka (Obasa)
Pengamat Kebijakan Publik dan Sosial Politik


📜 Puisi 𝗞𝗲𝗽𝗲𝗺𝗶𝗺𝗽𝗶𝗻𝗮𝗻 : 

“Antara Cahaya dan Asap”

Di antara jalan setapak sejarah,
terpacak dua jejak kepemimpinan,
yang satu berwajah jernih dan sabar,
yang satu berkaca dalam angkuh dan gebyar.

Pemimpin cerdas, langkahnya tenang,
berpikir jernih walau dunia bising,
amanah dipikul dalam diam,
rakyat dilihat sebagai jiwa, bukan angka asing.

Ia berjalan dengan hati,
mengukur kata sebelum bernada,
merangkul kritik sebagai cermin,
menganyam masa depan tanpa dusta.

Namun datang pula yang gedabrus bunyinya,
suaranya keras, tapi hampa makna,
sombong bertengger di dada,
seolah jabatan warisan surga.

Kebijakan disulap jadi permainan,
data diabaikan, nalar ditendang,
rakyat cuma tepuk sorak sorai,
bukan suara yang benar ia dengar.

Wahai negeri, bukalah matamu,
pilihlah cahaya, bukan sekadar nyala,
karena asap yang ramai menghitamkan langit,
tak pernah membawa hujan untuk ladangmu.


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, pemimpin adalah aktor utama dalam merancang, menjalankan, dan mengevaluasi arah kebijakan publik. Kepemimpinan bukan sekadar jabatan, tetapi adalah amanah dan tanggung jawab besar terhadap masyarakat. Dalam konteks ini, terdapat dua kutub yang berbeda dalam kepemimpinan: kepemimpinan yang cerdas dan amanah di satu sisi, dan kepemimpinan yang gedabrus dan sombong di sisi lainnya.

Model pertama menjunjung tinggi integritas, profesionalisme, dan orientasi pelayanan. Sedangkan model kedua sering kali mencerminkan kekuasaan yang disalahgunakan, ego yang dibesarkan, dan keputusan yang diambil tanpa kajian memadai. Artikel ini membedah perbedaan mendasar antara keduanya dan implikasinya terhadap kebijakan publik dan kondisi sosial politik.


Kepemimpinan dalam Kerangka Kebijakan Publik

Pemimpin yang baik memahami bahwa setiap kebijakan publik harus melalui proses yang logis: mulai dari identifikasi masalah, formulasi kebijakan, implementasi, hingga evaluasi. Pemimpin cerdas akan menjadikan data dan bukti sebagai landasan utama pengambilan keputusan, bukan semata opini pribadi atau tekanan politik sesaat.

Sementara itu, kepemimpinan yang gedabrus cenderung melewati tahapan-tahapan penting tersebut. Mereka cepat bereaksi tanpa refleksi, memutuskan tanpa konsultasi, dan sering kali memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan hukum. Akibatnya, kebijakan yang lahir menjadi tidak efektif, bahkan kontraproduktif.


Karakteristik Kepemimpinan Cerdas dan Amanah

Kepemimpinan cerdas dan amanah ditandai oleh beberapa hal. Pertama, memiliki kemampuan analitis yang kuat, sehingga dapat membaca persoalan secara utuh dan kompleks. Kedua, mampu mendengarkan berbagai pandangan, tidak hanya dari lingkaran terdekat, tapi juga dari akademisi, praktisi, masyarakat sipil, dan kelompok rentan.

Ketiga, pemimpin yang amanah memiliki komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas. Ia tidak merasa malu untuk mengakui kekeliruan dan memperbaikinya. Keempat, pemimpin seperti ini rendah hati, tidak menyombongkan diri, dan tidak terjebak dalam citra kosong. Ia menyadari bahwa jabatan hanyalah alat untuk melayani, bukan untuk dihormati berlebihan.


Ciri dan Dampak Kepemimpinan Gedabrus dan Sombong

Kepemimpinan yang gedabrus, yang dalam bahasa sehari-hari berarti serampangan dan gegabah, sangat berbahaya dalam sistem demokrasi. Pemimpin dengan karakter ini sering merasa dirinya paling benar, paling tahu, dan tidak perlu mendengarkan masukan. Ia mengabaikan kritik dan cenderung reaktif terhadap perbedaan pandangan.

Lebih dari itu, pemimpin yang sombong merasa kekuasaan adalah hak pribadi, bukan amanah rakyat. Ia memperlakukan jabatan seperti warisan kerajaan, bukan hasil mandat demokrasi. Akibatnya, ruang publik menjadi bising dengan propaganda dan pencitraan, sementara substansi pelayanan publik diabaikan. Keputusan-keputusan besar diambil tanpa dasar ilmiah, dan kebijakan kerap berubah sesuai suasana hati.


Implikasi Sosial dan Politik

Dari sisi sosial politik, kepemimpinan cerdas menciptakan kepercayaan publik. Ketika rakyat merasa dilibatkan, didengar, dan diperlakukan adil, maka partisipasi sosial meningkat dan stabilitas sosial terjaga. Sebaliknya, kepemimpinan gedabrus memicu ketidakpuasan publik. Kebijakan yang tidak konsisten atau menindas cenderung melahirkan resistensi sosial, polarisasi, dan hilangnya legitimasi.

Dalam jangka panjang, gaya kepemimpinan yang arogan dapat menggerogoti sendi-sendi demokrasi. Rakyat dijauhkan dari proses politik, media dibungkam, dan lawan politik diintimidasi. Situasi seperti ini menjauhkan bangsa dari cita-cita keadilan dan kesejahteraan bersama.


Perspektif Ilmiah dan Kultural

Dalam pandangan sosiologi politik, pemimpin adalah cerminan dari struktur sosial dan budaya masyarakat. Di negara dengan sistem demokrasi yang matang, pemimpin dipaksa untuk bekerja dalam sistem yang transparan dan terukur. Namun di negara yang sistem pengawasannya lemah, pemimpin sombong mudah tumbuh karena tidak ada mekanisme korektif yang efektif.

Kebudayaan juga memengaruhi cara masyarakat melihat pemimpin. Dalam budaya paternalistik, pemimpin sering dianggap "tidak boleh dikritik" karena dianggap seperti "bapak" yang harus ditaati. Pandangan ini harus diubah agar masyarakat menyadari bahwa kritik adalah bentuk cinta terhadap negeri.


Rekomendasi Strategis

Untuk memperkuat kepemimpinan yang cerdas dan amanah, beberapa langkah strategis dapat diambil:

  1. Membangun sistem meritokrasi dalam rekrutmen politik dan birokrasi, agar yang memimpin adalah yang layak secara kapasitas dan integritas.
  2. Meningkatkan literasi politik masyarakat, agar rakyat tidak mudah terbuai janji dan pencitraan.
  3. Mengaktifkan media dan masyarakat sipil sebagai pengawas independen, bukan pelengkap dekorasi kekuasaan.
  4. Memperkuat lembaga pengawas seperti KPK, BPK, dan Ombudsman, agar kebijakan bisa dikoreksi sebelum berdampak buruk.
  5. Menumbuhkan budaya malu dan tanggung jawab dalam elite politik, bukan sekadar mengejar popularitas dan kekuasaan.


Penutup

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh jenis kepemimpinan yang kita pilih dan rawat. Apakah kita ingin dipimpin oleh mereka yang cerdas, rendah hati, dan bekerja sepenuh hati untuk rakyat? Ataukah oleh mereka yang keras suara tapi kosong gagasan, berteriak demi kuasa tapi abai terhadap amanah?

Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani bercermin. Kini saatnya kita menatap cermin itu dan memilih jalan kepemimpinan yang beradab, berilmu, dan bertanggung jawab. Jangan biarkan demokrasi kita dirusak oleh gaya kepemimpinan yang gedabrus dan sombong, karena itu bukan hanya menghambat kemajuan, tapi mengancam keutuhan negeri. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini