Minggu, 07 September 2025

KEMANDIRIAN CHINA KARENA TEKANAN EMBARGO

Strategi Kemandirian Nasional Tiongkok : Sinergi Pemimpin dan Rakyat Menuju Keberhasilan dan Kekayaan Ekonomi

Oleh: Basa Alim Tualeka (obasa). 


Puisi : 

"Kemandirian Tiongkok Karena Embargo"

Di kala dunia menutup pintu,
Embargo menjerat, sekat mengikat,
Tiongkok berdiri tanpa ragu,
Membangun harapan dari tanah yang keras, dari keringat yang pekat.

Pemimpin menanam visi jauh ke depan,
Rakyat mengolahnya dengan kerja tanpa henti,
Langkah demi langkah, batu jadi bangunan,
Keringat berubah menjadi kekuatan abadi.

Dari sawah sederhana ke pabrik baja,
Dari tangan kasar ke mesin berkilau,
Mereka belajar, meniru, lalu mencipta,
Hingga dunia menoleh dengan kagum dan risau.

Kesabaran jadi senjata,
Disiplin jadi benteng kokoh,
Rakyat dan pemimpin berpadu suara,
Mengusir miskin, menjemput makmur tanpa menyerah.

Kini Tiongkok bukan sekadar nama,
Ia adalah cerita kemandirian yang hidup,
Bahwa dari ketertekanan lahir cahaya,
Bahwa dari luka lahir kekuatan yang tak tertindih. (Obasa). 


Abstrak

Portal Suara Academia: Tiongkok dikenal sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Transformasi dari negara berkembang yang miskin menjadi kekuatan ekonomi global tidak lepas dari strategi kepemimpinan yang visioner, kemandirian bangsa, serta peran aktif rakyatnya. Artikel ini membahas strategi kemandirian Tiongkok melalui reformasi politik, ekonomi, dan budaya kerja yang berlandaskan kolektivitas. Dengan menelaah pandangan para pakar strategi ekonomi, artikel ini menunjukkan bahwa keberhasilan Tiongkok tidak hanya lahir dari kebijakan negara, tetapi juga dari ethos rakyat yang mengedepankan kerja keras, disiplin, dan inovasi.


Kata kunci: Tiongkok, kemandirian, strategi pembangunan, ekonomi global, kepemimpinan.


Pendahuluan

Sejarah modern Tiongkok menunjukkan bahwa embargo, isolasi, dan tekanan politik internasional justru memicu lahirnya strategi pembangunan mandiri. Setelah Revolusi 1949, Tiongkok menghadapi keterbatasan sumber daya, embargo perdagangan, serta keterasingan dari dunia Barat. Namun, dari kondisi inilah muncul strategi self-reliance (zili gengsheng) yang menjadi pondasi pembangunan jangka panjang.

Menurut ekonom Joseph Stiglitz (2006), kemampuan Tiongkok untuk bangkit bukan sekadar hasil kebetulan, melainkan strategi terencana dalam mengelola sumber daya, inovasi teknologi, dan integrasi bertahap ke dalam ekonomi global. Hal ini diperkuat oleh David Shambaugh (2013) yang menekankan pentingnya harmoni antara kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan partisipasi rakyat dalam menggerakkan roda pembangunan.


Landasan Teoretis

1. Teori Kemandirian Ekonomi (Self-Reliance)

Menurut Frantz Fanon (1961), negara pascakolonial yang ingin maju harus membangun kemandirian ekonomi dengan memaksimalkan potensi domestik. Tiongkok menerapkan prinsip ini melalui swasembada pangan, teknologi, dan industri dasar.

2. Teori Modernisasi Ekonomi

Rostow (1960) menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi melalui lima tahap, dari traditional society menuju age of high mass consumption. Tiongkok berhasil mempercepat proses ini dengan state-led development yang agresif.

3. Teori Negara Pembangun (Developmental State)

Menurut Chalmers Johnson (1982), negara pembangunan memiliki kapasitas birokrasi yang kuat untuk mengarahkan ekonomi. Tiongkok adalah contoh paling nyata dari konsep ini.


Strategi Pemimpin Tiongkok

1. Visi Jangka Panjang

Mao Zedong menekankan kemandirian penuh, Deng Xiaoping membuka diri dengan Reform and Opening Up, sedangkan Xi Jinping menekankan Chinese Dream dan dominasi global dalam teknologi.

2. Pembangunan Bertahap dan Fokus

Strategi “empat modernisasi” (pertanian, industri, pertahanan, dan ilmu pengetahuan) menjadi kerangka pembangunan yang konsisten.

3. Ekonomi Terpimpin dan Kapitalisme Negara

Tiongkok menggabungkan mekanisme pasar dengan kendali negara. Hal ini memungkinkan fleksibilitas sekaligus stabilitas pembangunan.


Peran Rakyat Tiongkok

1. Budaya Kerja Keras dan Disiplin

Etos kerja rakyat Tiongkok berakar dari nilai Konfusianisme: loyalitas, tanggung jawab, dan kolektivitas.

2. Partisipasi dalam Program Nasional

Rakyat mendukung penuh program industrialisasi, urbanisasi, hingga digitalisasi.

3. Inovasi dan Adaptasi Teknologi

Generasi muda mendorong lahirnya perusahaan raksasa seperti Huawei, Alibaba, dan Tencent yang kini mendominasi pasar global.


Pandangan Para Pakar

Justin Yifu Lin (Ekonom, mantan Kepala Ekonom Bank Dunia):

Tiongkok berhasil karena strategi “comparative advantage following” yaitu membangun industri sesuai kemampuan awal, lalu beralih ke industri bernilai tambah tinggi.

Henry Kissinger (Diplomat Amerika):

Kekuatan Tiongkok terletak pada kesabaran strategisnya. Mereka merencanakan dalam skala dekade, bukan tahun.

Amartya Sen (Peraih Nobel Ekonomi):

Keberhasilan Tiongkok juga karena investasi besar dalam pendidikan dasar dan kesehatan, yang meningkatkan kualitas tenaga kerja.

Francis Fukuyama (Ilmuwan Politik):

Tiongkok memiliki “strong state capacity” yang menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas pembangunan.


Ada beberapa strategi pemimpin dan rakyat china yang membuat mereka bisa bangkit dari keterpurukan menuju kemandirian : 


1. Ketekunan dan Disiplin Kolektif Rakyat

Rakyat China terkenal pekerja keras, disiplin, dan sabar.

Dalam masa sulit (embargo, kelaparan, isolasi internasional), mereka tetap bertahan, tidak menunggu bantuan asing.

Budaya “hemat dan menabung” membuat kapital domestik terkumpul, menjadi modal pembangunan.


2. Pemimpin yang Visioner dan Strategis

Mao Zedong: membangun self-reliance, menanamkan nasionalisme, dan membangkitkan semangat kolektif meski dengan banyak kesalahan.

Deng Xiaoping: melakukan reformasi terbuka (reform and opening-up), mengizinkan pasar berkembang tapi tetap dalam kendali negara.

Pemimpin modern China menjaga kebijakan jangka panjang konsisten meski berganti generasi.


3. Strategi Industrialisasi Bertahap (Hirisasi)

Dari pertanian → industri ringan → industri berat → teknologi tinggi.

Tidak melompat, tapi membangun tahap demi tahap, sambil belajar dari negara lain.

Made in China 2025 dan investasi besar di riset jadi bukti arah mereka jelas: dari pabrik murah ke pusat inovasi global.


4. Perpaduan Negara Kuat + Pasar Fleksibel

Negara menguasai sektor strategis (energi, pertahanan, telekomunikasi).

Pasar diberi ruang untuk tumbuh, tapi tetap dalam pagar kebijakan nasional.

Kombinasi ini mencegah kapitalisme liar, sekaligus menjaga efisiensi dan inovasi.


5. Kemandirian Teknologi

Embargo dulu memaksa China mengembangkan teknologi sendiri.

Kini mereka mandiri di bidang nuklir, ruang angkasa, AI, dan energi terbarukan.

Strategi ini membuat mereka tidak bisa lagi “dijerat” negara lain.


6. Budaya Kolektif dan Nasionalisme Ekonomi

Rakyat percaya bahwa kemajuan individu adalah bagian dari kemajuan bangsa.

Nasionalisme ekonomi kuat: produk lokal didukung, perusahaan negara dilindungi.

Slogan seperti “China Dream” memotivasi rakyat untuk bekerja bagi kejayaan bangsa.


7. Kebijakan Jangka Panjang Konsisten

Tidak terjebak siklus politik 5 tahunan.

Perencanaan pembangunan selalu 25–50 tahun ke depan.

Hal ini membuat arah pembangunan stabil, tidak mudah berubah karena kepentingan politik sesaat.


Fokus : Kehebatan strategi pemimpin dan rakyat China terletak pada perpaduan antara kepemimpinan visioner, disiplin rakyat, dan konsistensi kebijakan jangka panjang. Mereka tidak hanya mengandalkan sumber daya alam, tapi membangun kemandirian teknologi, industri, dan ekonomi.

Hasilnya, China yang dulu miskin dan terasing, kini menjadi salah satu pusat kekayaan dan kekuatan dunia.


Diskusi

Sinergi pemimpin dan rakyat Tiongkok melahirkan apa yang disebut sebagai “model pembangunan Tiongkok” (China Model). Model ini berbeda dengan neoliberalisme Barat karena:

  1. Mengutamakan peran negara sebagai motor pembangunan.
  2. Menekankan kemandirian ekonomi dalam menghadapi embargo.
  3. Mengandalkan budaya kolektivitas rakyat sebagai kekuatan sosial.

Dengan strategi ini, Tiongkok mampu bangkit dari embargo menjadi kekuatan ekonomi nomor dua dunia, bahkan diprediksi melampaui Amerika Serikat pada pertengahan abad ke-21.


Kesimpulan

Keberhasilan Tiongkok bukanlah hasil dari kebetulan sejarah, melainkan strategi kepemimpinan yang visioner dan partisipasi rakyat yang kuat dalam mewujudkan kemandirian. Sinergi ini menjadikan Tiongkok tidak hanya bertahan dari tekanan eksternal, tetapi juga melesat menjadi negara dengan kekayaan dan pengaruh global.

Ke depan, tantangan terbesar Tiongkok adalah menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan stabilitas politik. Namun, fondasi kemandirian yang telah dibangun menjadi modal besar bagi keberlanjutan keberhasilan mereka. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini