Minggu, 07 Desember 2025

PEMERINTAHAN, KEKUASAAN, DAN ETIKA PERAN ANTARA GUBERNUR DAN WAKILNYA

(Kritik atas Pernyataan Abdullah Vanath dari Perspektif Hukum, Pakar, dan Filosofi Kepemimpinan) 

Oleh: Basa Alim Tualeka (Obasa)



Pendahuluan

Portal Suara Academia: Pernyataan Abdullah Vanath sebagai Wakil Gubernur Maluku—yang menyebut pemerintahan “tidak produktif”, “beta tidak dilibatkan”, serta menegaskan adanya “episode berikutnya”—memicu perdebatan luas tentang hubungan Gubernur–Wakil Gubernur, tata kelola pemerintahan daerah, serta etika pejabat publik. Kritik yang muncul tidak semata soal substansi pernyataannya, tetapi terutama soal di mana dan bagaimana seorang Wakil Gubernur seharusnya bersuara.

Artikel ini menyajikan kritik mendalam berdasarkan hukum positif, analisis pakar pemerintahan daerah, serta filsafat kepemimpinan yang menjadi dasar hubungan antara pemimpin utama dan pembantunya. Tujuannya adalah memberikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana seorang wagub seharusnya memahami aturan main, peran konstitusional, dan etika publik.


1. Kerangka Hukum: Peran Gubernur dan Wakil Gubernur Tidak Setara

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan dengan tegas bahwa Gubernur merupakan pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi di tingkat provinsi. Wakil Gubernur bukanlah “co-governor” atau “mitra setara”, tetapi pejabat pendamping dan pembantu.


1.1. Gubernur sebagai pusat kuasa eksekutif

Gubernur adalah:

  • pengendali kebijakan pembangunan
  • penentu arah program
  • pemegang keputusan atas anggaran
  • kepala pemerintahan sekaligus kepala daerah

Pakar pemerintahan daerah Prof. Djohermansyah Djohan menyatakan:

“Dalam sistem otonomi daerah Indonesia, Wakil Kepala Daerah tidak memiliki kewenangan mandiri. Semua tugasnya bergantung pada pelimpahan dari Gubernur.”

Dengan demikian, tidak semua keputusan, program, atau anggaran wajib melibatkan Wakil Gubernur. Keterlibatan wagub bersifat delegatif, bukan hak prerogatif.


1.2. Wakil Gubernur sebagai pembantu, bukan pemegang kewenangan

Tugas wagub antara lain:

  • membantu Gubernur dalam koordinasi
  • memberi saran, usulan, dan rekomendasi
  • menjalankan tugas yang dilimpahkan
  • mewakili Gubernur dalam keadaan tertentu

Tidak ada pasal yang menyatakan bahwa wagub harus terlibat dalam seluruh urusan strategis.

Karenanya, keluhan “beta tidak dilibatkan” tidak otomatis menjadi pelanggaran sistem—sebab wagub secara hukum tidak memiliki posisi eksekutif yang sama dengan gubernur.


2. Kritik Terhadap Pernyataan Vanath: Pejabat Publik Wajib Menjalankan Etika Administrasi

Ketika seorang Wakil Gubernur menyampaikan ketidakpuasan dan kritik terhadap pemerintahan secara terbuka, hal tersebut menimbulkan dampak politik dan administratif yang signifikan.


2.1. Kritik publik melukai stabilitas pemerintahan

Menurut Dr. Agus Dwiyanto, pakar tata kelola pemerintahan UGM:

“Stabilitas kepemimpinan sangat menentukan kinerja birokrasi. Konflik terbuka antara kepala daerah dan wakilnya akan menurunkan performa organisasi secara drastis.”

Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan wagub yang bersifat politis, emosional, atau mengandung ancaman simbolik seperti “episode berikutnya”, berpotensi:

  • menciptakan kegelisahan birokrasi
  • menimbulkan ketidakpercayaan publik
  • mengaburkan akuntabilitas pemerintahan
  • mengganggu fokus pembangunan

Seorang Wagub harus memahami bahwa ucapannya adalah instrumen kekuasaan—bukan sekadar ekspresi pribadi.


2.2. Saluran resmi harus didahulukan

Dalam sistem kerja pemerintahan, kritik internal diselesaikan melalui:

  • rapat koordinasi
  • rapat pimpinan
  • konsultasi tertulis kepada Gubernur
  • fasilitasi Kemendagri

Menurut pakar administrasi publik Prof. Ryaas Rasyid:

“Hubungan Gubernur–Wakil Gubernur adalah hubungan kepercayaan. Jika ada ketidakpuasan, saluran formal harus dipakai agar tidak mengganggu integritas institusi.”

Dengan demikian, langkah wagub yang mengumbar isu ke media bukan merupakan prosedur yang dianjurkan dalam etika pemerintahan modern.


3. Filosofi Kepemimpinan: Pemimpin dan Pembantu Memiliki Peran Berbeda

Ketika dua pemimpin berada dalam satu kapal, filosofi peran menjadi penting.

3.1. Dalam filosofi politik klasik—Aristoteles hingga Al-Farabi

Aristoteles menyatakan bahwa pemerintahan bekerja ketika:

“Yang memimpin menjalankan arah, dan yang membantu memperkuat arah itu.”

Sementara Al-Farabi dalam Ara' Ahl al-Madinah al-Fadilah menyebut:

“Wakil pemimpin adalah bayangan pemimpin; ia menguatkan, bukan bersaing.”

Maknanya: wakil bukanlah pesaing, apalagi oposisi internal.


3.2. Falsafah Nusantara: Satu Kapal Dua Nahkoda Tidak Bisa

Pepatah Jawa mengatakan: “Becik ketitik, olo ketoro”—kebaikan akan tampak dalam tindakan nyata, bukan dalam klaim.

Pepatah Maluku sendiri mengajarkan:

“Ale rasa beta rasa” — rasa kolektif harus dijaga.

Ketika perbedaan pandangan diungkap secara publik, rasa kolektif itu terganggu.


3.3. Manajemen modern: peran wakil adalah co-leader, bukan co-governor

Dalam teori manajemen Peter Senge:

“Leadership is about alignment, not equal power.”

Artinya, kepemimpinan adalah soal keselarasan, bukan persaingan wewenang.

Maka wagub seharusnya:

  • menjadi penjaga harmoni
  • menjadi mitigator konflik
  • menjadi penyambung koordinasi
  • bukan pendorong turbulensi birokrasi


4. Kritik Substantif: Mengatakan Pemerintahan Tidak Produktif Tanpa Ukuran adalah Klaim Politis

Vanath menyebut pemerintahan “tidak produktif”. Namun ia tidak menjelaskan:

  • indikator ketidakproduktifan
  • data pembangunan
  • anggaran yang gagal
  • program yang mandek
  • target yang meleset

Dalam penilaian administrasi publik, sebuah klaim tanpa ukuran disebut evaluasi prematur.


Menurut Prof. Sofian Effendi (UGM):

“Penilaian kinerja pemerintahan harus berbasis data, bukan persepsi personal atau kekecewaan akibat tidak diberi ruang.”

Oleh karena itu, secara substantif pernyataan wagub adalah klaim politis, bukan evaluasi teknokratis.


5. Sistem Kerja Pemerintahan: Sinergi Harus Dijaga, Perbedaan Bukan Alasan Konflik

Perbedaan antara gubernur dan wakil adalah hal normal. Yang bermasalah bukan perbedaannya, tetapi cara mengelolanya.


5.1. Sistem desentralisasi menuntut koordinasi

Dalam otonomi Indonesia:

  • gubernur memimpin
  • wagub membantu
  • dinas teknis menjalankan
  • DPRD mengawasi

Jika salah satu unsur, terutama wagub, menimbulkan kegaduhan, maka rantai koordinasi administratif pecah.


5.2. Produk administrasi harus satu suara

Kinerja pemerintahan yang baik ditentukan oleh:

  • kejelasan arah
  • konsistensi
  • kekompakan
  • keharmonisan publik

Menurut teori good governance, “kesatuan komando” adalah kunci stabilitas kebijakan.

Maka, konflik terbuka antara Gubernur dan Wagub bukan sekadar persoalan politik, tetapi serangan terhadap prinsip governance.


6. Rekomendasi: Apa yang Seharusnya Dilakukan Wagub

Untuk menjaga etika pemerintahan:

1. Menjalankan fungsi konstitusional secara penuh

Fokus pada tugas koordinatif dan pelaksanaan.

2. Mengutamakan mekanisme internal

Bukan pernyataan publik yang kontraproduktif.

3. Menjaga harmoni politik

Karena stabilitas pemerintahan lebih penting dari ego personal.

4. Berbicara dengan data, bukan narasi

Agar kritik memiliki legitimasi administratif.

5. Menjaga wibawa institusi

Setiap pejabat adalah wajah negara, bukan sekadar individu.


Kesimpulan

Kritik terhadap pernyataan Abdullah Vanath berakar pada pemahaman fundamental: seorang Wakil Gubernur harus memahami posisi konstitusionalnya, etika administrasi, dan filosofi peran dalam sistem pemerintahan. Mengumbar keluhan ke publik tanpa mekanisme formal, tanpa data kinerja, dan dengan narasi politis justru mengganggu stabilitas birokrasi.

Pemerintahan yang produktif adalah pemerintahan yang selaras. Dan selaras hanya akan tercipta bila pemimpin utama dan pemimpin pendamping memahami aturan main, menghormati peran masing-masing, serta menjaga etika publik agar roda pemerintahan berjalan dalam satu komando, satu visi, dan satu suara. (Oleh : Obasa Leka).



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini