Penjajahan Baru Bernama Investasi, Oligarki, dan Utang Asing
Oleh : Basa Alim Tualeka (obasa)
Puisi :
"Penjajahan Baru"
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Indonesia pernah dijajah secara fisik dan militer oleh bangsa asing selama lebih dari tiga abad. Namun, dalam era modern, bentuk penjajahan telah berubah rupa. Ia tak lagi datang lewat meriam dan senapan, melainkan lewat dolar, pinjaman luar negeri, investasi asing yang tak adil, dan cengkeraman oligarki ekonomi-politik dalam negeri. Ini yang disebut banyak kalangan sebagai bentuk "penjajahan baru"—lebih halus, tapi tak kalah mengikat dan merampas kedaulatan.
I. Investasi Asing: Berkah atau Belenggu?
Investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) sejatinya bisa menjadi pendorong pembangunan—membuka lapangan kerja, transfer teknologi, dan meningkatkan produktivitas. Namun, di Indonesia, seringkali investasi:
Masuk tanpa pengawasan lingkungan yang kuat
Mengabaikan hak masyarakat lokal (seperti tanah adat dan nelayan)
Mengimpor tenaga kerja dari negara asal investor
Mengunci kontrak jangka panjang yang tak berpihak ke Indonesia
Contoh nyata:
Investasi di sektor tambang dan nikel di Sulawesi, di mana perusahaan asing mengeruk kekayaan alam sementara masyarakat lokal tetap miskin, dan alam rusak parah.
"Mereka datang membawa modal, pulang membawa hasil. Rakyat hanya jadi penonton." Catatan aktivis lingkungan di Konawe
II. Oligarki: Penjajah dari Dalam Negeri
Oligarki adalah bentuk kekuasaan yang dikendalikan oleh segelintir elite ekonomi dan politik. Di Indonesia, mereka:
Menguasai media massa
Memiliki akses ke proyek-proyek negara
Menentukan arah kebijakan publik demi kepentingan bisnis pribadi
Menduduki kursi kekuasaan lewat partai atau 'boneka politik'
Inilah kolaborator dalam penjajahan baru. Mereka tidak hanya membiarkan negara dijual perlahan, tapi juga menikmati hasil penjualannya.
"Di era ini, penjajah tak perlu bendera asing. Cukup punya saham besar dan lobi politik."
III. Utang Asing: Jerat Keuangan yang Tak Terlihat
Utang luar negeri Indonesia telah mencapai ribuan triliun rupiah. Diberikan atas nama pembangunan, namun kerap tidak efektif karena:
Digunakan untuk proyek mercusuar tanpa dampak ekonomi luas
Menambah beban bunga yang dibayar dari pajak rakyat
Menjadi alat pengaruh politik luar negeri terhadap keputusan nasional
Kasus Sri Lanka adalah contoh ekstrem: terlalu banyak utang ke China, akhirnya terpaksa menyerahkan pelabuhan nasional untuk dikelola oleh asing selama 99 tahun.
IV. Teori Relevan:
1. Neokolonialisme
Konsep dari Kwame Nkrumah ini menyebut bahwa negara bekas jajahan tetap dikuasai secara ekonomi-politik oleh kekuatan asing, meski secara formal sudah merdeka.
2. Dependency Theory
Dari pemikir Latin Amerika seperti Andre Gunder Frank—menjelaskan bahwa negara berkembang terjebak dalam ketergantungan struktural pada negara maju melalui perdagangan, utang, dan investasi.
V. Jalan Keluar: Kedaulatan Ekonomi dan Politik
1. Perkuat regulasi investasi asing
Pastikan setiap investor tunduk pada aturan lingkungan, ketenagakerjaan, dan membangun transfer teknologi.
2. Putuskan dominasi oligarki
Reformasi partai politik dan pembatasan dana kampanye bisa mengurangi dominasi pemilik modal dalam politik.
3. Audit dan transparansi utang
Rakyat berhak tahu untuk apa utang dipakai, dan apakah proyek tersebut memberi manfaat nyata.
4. Dorong ekonomi kerakyatan dan BUMDes
Kembangkan ekonomi berbasis desa, koperasi, dan industri lokal agar tak bergantung pada investor besar.
Penutup
Penjajahan hari ini tak selalu berbentuk kekuasaan militer. Ia datang lewat kontrak investasi, utang berbunga, dan dominasi korporasi, seringkali dengan restu dari elite dalam negeri. Bila rakyat tidak sadar dan bangkit, maka merdeka hanya tinggal kata. Indonesia harus kembali pada cita-cita pendiri bangsa: berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari), berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar