INDONESIA TANPA MALUKU BUKAN INDONESIA : MAKNA, REALITA DAN HARAPAN
Oleh : Basa Alim Tualeka (obasa).
Puisi :
"Maluku" Nadi Timur Nusantara
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Ungkapan "Indonesia tanpa Maluku bukan Indonesia" bukanlah sekadar kalimat retoris. Ia merupakan pernyataan identitas nasional, pengakuan atas kontribusi sejarah, serta refleksi dari dinamika sosial-politik dan ekonomi yang berkembang. Dalam konteks kebangsaan yang semakin kompleks dan tantangan pembangunan yang belum merata, seruan ini menjadi pengingat kuat bahwa keutuhan Indonesia terletak pada pengakuan terhadap setiap daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari tubuh bangsa.
1. Maluku dalam Sejarah Indonesia
Maluku, yang dikenal sebagai "Tanah Rempah", telah menjadi pusat perhatian dunia sejak abad ke-15. Bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, hingga Belanda berlomba-lomba menguasai Maluku karena kekayaan cengkeh, pala, dan fuli. Sejarah perjuangan rakyat Maluku melawan kolonialisme tak bisa dilupakan—Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy) adalah simbol perlawanan heroik yang kini menjadi pahlawan nasional.
Maluku juga ikut dalam momen-momen penting seperti:
Sumpah Pemuda (1928):
pemuda asal Maluku hadir dan berikrar bersama pemuda dari daerah lain.
Proklamasi 1945:
tokoh-tokoh asal Maluku seperti Dr. Johannes Leimena berperan penting dalam struktur awal pemerintahan RI.
Tanpa Maluku, perjuangan kemerdekaan Indonesia kehilangan salah satu tiangnya yang kokoh.
2. Maluku dalam Konteks Geopolitik dan Strategi Nasional
Secara geografis, Maluku berada di poros maritim Indonesia. Ia menjadi jembatan antara Indonesia bagian barat dan timur, serta berbatasan dengan negara-negara Pasifik.
Dalam konteks strategis:
Laut Maluku adalah jalur pelayaran internasional penting.
Kaya akan sumber daya laut, perikanan, dan tambang.
Potensial sebagai pusat ekonomi biru dan pertahanan laut nasional.
Namun kenyataan hari ini, banyak potensi Maluku belum tergarap optimal karena minimnya infrastruktur dasar, akses transportasi, dan kebijakan afirmatif pusat yang lemah.
Indonesia tanpa kekuatan strategis Maluku adalah Indonesia yang pincang secara geopolitik.
3. Maluku: Pilar Budaya dan Kerukunan
Maluku dikenal dengan filosofi "hidup orang basudara", yang berarti hidup sebagai saudara tanpa memandang agama, suku, atau status. Tradisi pela-gandong adalah warisan budaya lokal yang mengikat desa-desa lintas agama untuk hidup saling membantu, melindungi, dan menghormati.
Maluku adalah cermin kerukunan nasional yang:
Mampu bangkit pascakonflik sosial tahun 1999-2002 dengan rekonsiliasi lokal.
Menjaga harmoni Islam-Kristen dalam kehidupan sehari-hari.
Menyumbang banyak tokoh nasional dari bidang seni, militer, politik, dan pendidikan.
Tanpa Maluku, semangat Bhinneka Tunggal Ika tak lagi utuh.
4. Teriakan Cinta dari Pinggiran
Seruan "Indonesia tanpa Maluku bukan Indonesia" juga bisa dibaca sebagai teriakan cinta dan kekecewaan dari pinggiran. Banyak warga Maluku merasa:
Pembangunan masih sangat timpang.
Infrastruktur dasar (jalan, listrik, air bersih) belum merata.
Lapangan kerja minim, menyebabkan urbanisasi massal ke luar Maluku.
Harga barang mahal karena distribusi logistik lambat dan mahal.
Menurut Dr. Bambang Brodjonegoro, mantan Menteri PPN/Bappenas, ketimpangan pembangunan wilayah timur dan barat Indonesia adalah ancaman terhadap integrasi nasional jika tidak ditangani serius.
5. Pandangan Para Ahli dan Pelaku Ekonomi
Prof. Emil Salim (ekonom senior): “Keutuhan bangsa tidak bisa dibangun hanya dari Jakarta. Harus ada kesungguhan membangun daerah-daerah seperti Maluku, tidak hanya karena potensi ekonominya, tetapi demi keadilan sosial.”
Dr. Faisal Basri (ekonom UI): “Maluku punya modal alam dan budaya yang luar biasa, tapi kurang dikelola. Pemerintah harus berani membangun pusat ekonomi baru di Indonesia Timur.”
Said Didu (pengamat kebijakan): “Kita ini terlalu Jawa-sentris. Kalau Maluku dan sekitarnya tidak diperhatikan, itu membuka peluang kekecewaan daerah.”
Pelaku UMKM Maluku: “Kami bisa tumbuh, tapi pasar dan logistik sangat berat. Bahkan jualan online pun terkendala ongkir mahal dan lambat.”
6. Rekomendasi Kebijakan
Agar Indonesia sungguh-sungguh menjaga Maluku sebagai bagian utuh dari NKRI, berikut rekomendasi strategis:
1. Pembangunan Infrastruktur Konektivitas
Bandara, pelabuhan, jalan antar pulau, logistik laut dan udara harus diprioritaskan.
2. Pengembangan Ekonomi Maritim dan Perikanan
Jadikan Maluku sebagai pusat industri hasil laut Indonesia Timur.
3. Pusat Budaya Nasional Timur
Maluku harus didorong menjadi pusat festival seni, budaya, dan dialog antaragama di kawasan Asia-Pasifik.
4. Penguatan Pendidikan dan SDM Lokal
Beasiswa, penguatan sekolah vokasi, dan kehadiran kampus nasional harus didorong.
5. Revitalisasi Sistem Pela-Gandong
Sebagai model nasional resolusi konflik berbasis kearifan lokal.
Penutup
"Indonesia tanpa Maluku bukan Indonesia" adalah pengakuan historis, seruan moral, dan tuntutan keadilan. Ia bukan ancaman separatisme, tetapi panggilan untuk tidak melupakan bahwa bangsa ini berdiri dari berbagai kepulauan dan budaya yang setara pentingnya.
Maluku adalah nadi timur Indonesia. Menjaganya, berarti menjaga denyut hidup bangsa. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar