Senin, 25 Agustus 2025

KEMERDEKAAN RASA PENJAJAHAN

Penjajahan : Dari VOC ke Oligarki, Ekonomi Rakyat Tetap Sengsara

Oleh : Basa Alim Tualeka (obasa) 


Puisi :

"Kemerdekaan yang Terjajah"

Merdeka, katanya…
Namun perut rakyat masih lapar,
sawah ditukar gedung, laut dijual murah,
hutan habis, tambang dikeruk tanpa ampun.

Dulu VOC datang dengan bedil dan kapal,
kini oligarki berkuasa lewat hukum dan modal.
Rakyat tetap jadi buruh di tanah sendiri,
keringatnya diperas, nasibnya dipinggirkan.

Kemerdekaan ini rasa penjajahan,
bendera berkibar, tapi dompet rakyat tipis,
lagu kebangsaan dinyanyikan,
tapi suara jeritan petani tak pernah didengar.

Oh tanah airku…
apakah merdeka hanya simbol semata?
Jika yang kaya makin berkuasa,
dan yang miskin terus sengsara.

Merdeka seharusnya adil,
merdeka seharusnya sejahtera,
bukan merdeka dalam kata,
namun terjajah dalam nyata.


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Namun, setelah hampir delapan dekade, pertanyaan mendasar muncul: apakah rakyat benar-benar merasakan kemerdekaan dalam arti sesungguhnya? Jika kemerdekaan adalah bebas dari penindasan dan kesengsaraan, maka realitas hari ini justru menunjukkan bahwa bangsa ini masih terjerat dalam bentuk penjajahan baru. Penjajahan itu tidak lagi datang dari kapal dagang VOC, tetapi dari cengkeraman oligarki dan konglomerasi yang menguasai hampir seluruh sendi perekonomian bangsa.


Dari VOC ke Oligarki

VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) pernah menguasai perdagangan rempah-rempah Nusantara dengan sistem monopoli yang mencekik rakyat. Rakyat hanya menjadi buruh di tanah sendiri, sementara keuntungan besar dibawa ke negeri Belanda. Kini, wajah VOC itu seakan hidup kembali dalam bentuk oligarki modern. Segelintir elite ekonomi menguasai sektor-sektor strategis: dari energi, tambang, pangan, telekomunikasi, hingga lahan perkebunan.

Kebijakan negara pun sering kali berpihak kepada mereka, bukan kepada rakyat kecil. Privatisasi, konsesi tambang, hingga impor pangan adalah bukti bahwa kepentingan rakyat dikesampingkan demi keuntungan para pemodal besar.


Ekonomi Rakyat Tetap Sengsara

Alih-alih sejahtera, mayoritas rakyat masih berkutat dalam lingkaran kemiskinan. Petani tidak berdaya menghadapi impor beras murah, nelayan kalah oleh kapal besar dan mafia ekspor-impor, UMKM terseok menghadapi gempuran produk asing, dan buruh hanya menjadi roda kecil dari industri padat karya yang upahnya jauh dari layak.

Ironisnya, hasil kekayaan alam yang melimpah justru tidak menjadi berkah sepenuhnya bagi rakyat. SDA dieksploitasi habis-habisan, sementara rakyat sekitar hanya mendapat debu tambang dan janji kosong. Seperti zaman VOC dulu, rakyat masih menjadi penonton, bukan pemain utama.


Kemerdekaan yang Belum Tuntas

Kemerdekaan politik sudah kita raih, tetapi kemerdekaan ekonomi masih sebatas jargon. Selama kekuasaan ekonomi tetap terkonsentrasi di tangan segelintir orang, rakyat tetap merasakan “kemerdekaan rasa penjajahan”. Penjajahan ekonomi ini lebih halus, lebih modern, tetapi efeknya sama: rakyat sengsara, bangsa tidak berdaulat.


Penutup: Jalan Keluar

Kemerdekaan sejati harus dimaknai sebagai kedaulatan penuh, termasuk dalam bidang ekonomi. Itu hanya bisa diwujudkan dengan:

  1. Reformasi agraria dan pengelolaan SDA yang berpihak pada rakyat.
  2. Pemberdayaan UMKM, petani, dan nelayan sebagai tulang punggung ekonomi bangsa.
  3. Membatasi dominasi oligarki dengan kebijakan yang tegas dan adil.
  4. Kemandirian ekonomi nasional, dengan mengurangi ketergantungan pada impor dan utang luar negeri.

Tanpa itu, kemerdekaan hanya tinggal seremoni tahunan, sementara rakyat terus dijajah dalam wajah baru. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini