Pemerintah yang Cerdas: Membangun Ekonomi Rakyat Sebelum Menaikkan Pajak
Oleh: Basa Alim Tualeka (obasa)
Puisi :
Sebelum Pajak, Bangunkan Rakyat
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang menopang pembiayaan pembangunan, layanan publik, dan kesejahteraan rakyat. Namun, kebijakan menaikkan pajak seringkali menimbulkan kontroversi, terutama ketika kondisi ekonomi masyarakat masih rapuh. Pemerintah yang cerdas seharusnya menyadari bahwa pajak bukanlah sekadar angka dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan refleksi dari kekuatan ekonomi rakyat.
Menaikkan pajak tanpa memperhatikan daya beli, produktivitas, dan ketahanan ekonomi masyarakat ibarat memeras buah yang belum matang: hasilnya sedikit, dan justru merusak pohonnya. Oleh karena itu, sebelum berbicara soal kenaikan pajak, pemerintah wajib lebih dahulu membangun fondasi ekonomi rakyat agar kuat dan berdaya saing.
Ekonomi sebagai Fondasi Pajak
Kekuatan penerimaan pajak bergantung pada kapasitas ekonomi masyarakat. Semakin sehat perekonomian rakyat, semakin tinggi pula kemampuan mereka membayar pajak. Oleh sebab itu, pemerintah yang cerdas akan menempuh langkah-langkah strategis berikut:
1. Mengembangkan Ketahanan Ekonomi
Ketahanan ekonomi berarti masyarakat memiliki kemampuan bertahan menghadapi guncangan krisis global maupun domestik. Ini hanya bisa dicapai jika pemerintah mendorong kemandirian pangan, energi, dan teknologi.
2. Meningkatkan Produktivitas Nasional
Produktivitas di sektor pertanian, perikanan, UMKM, industri kreatif, dan manufaktur perlu ditingkatkan melalui pelatihan, akses modal, dan teknologi tepat guna. Pajak tidak boleh menghentikan roda usaha kecil, melainkan harus memberi insentif agar mereka tumbuh.
3. Membuka Pasar Domestik dan Internasional
Pemerintah harus memperluas akses pasar, baik dalam negeri maupun antarnegara, agar produk Indonesia dapat bersaing. Tanpa pasar yang kuat, peningkatan produksi tidak akan berarti.
4. Menciptakan Lapangan Kerja Baru
Investasi dan kebijakan fiskal harus diarahkan untuk menyerap tenaga kerja. Pengangguran yang tinggi akan melemahkan basis pajak dan mengurangi penerimaan negara.
5. Menekan Kemiskinan
Pajak baru tidak akan efektif bila kemiskinan masih tinggi. Program pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan harus menjadi prioritas, sehingga masyarakat benar-benar siap menjadi pembayar pajak yang mandiri.
Pajak dalam Perspektif Keadilan Sosial
Pajak pada hakikatnya adalah bentuk kontrak sosial antara rakyat dan negara. Rakyat rela membayar pajak karena mereka percaya negara akan menggunakannya untuk kepentingan bersama: pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perlindungan sosial.
Namun, jika pajak dinaikkan ketika rakyat masih terbebani harga kebutuhan pokok, pengangguran, dan inflasi, maka rasa keadilan sosial akan tercederai. Hal ini bertentangan dengan prinsip Pasal 33 UUD 1945 yang menekankan bahwa perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan, bukan untuk menekan rakyat kecil.
Pandangan Para Ahli
Joseph Stiglitz (Ekonom, Nobel 2001) menegaskan bahwa pajak yang sehat harus bersifat progresif dan diimbangi dengan redistribusi kesejahteraan. Negara yang hanya menuntut pajak tanpa memberi manfaat akan menimbulkan resistensi sosial.
Prof. Emil Salim menyatakan bahwa pembangunan ekonomi harus berbasis rakyat, bukan sekadar mengejar angka pertumbuhan makro. Tanpa ekonomi rakyat yang kuat, kebijakan pajak hanya menjadi beban.
Sri-Edi Swasono (Ekonom UI) menekankan bahwa tidak logis jika negara menagih pajak dari rakyat yang masih miskin. Pemerintah justru harus memastikan kedaulatan ekonomi terlebih dahulu, baru memperluas pungutan.
Thomas Piketty dalam kajian ketimpangan global menambahkan bahwa pajak hanya adil jika mampu mengurangi kesenjangan, bukan memperlebar jurang sosial.
Analisis Akademik dan Filosofis
1. Stabilitas Fiskal
Penerimaan pajak berkelanjutan hanya mungkin dicapai jika basis ekonomi masyarakat tumbuh. Pajak yang dipaksakan justru menggerus konsumsi dan memperlambat pertumbuhan.
2. Legitimasi Sosial
Pajak diterima masyarakat jika ada rasa keadilan dan transparansi penggunaan anggaran negara.
3. Efisiensi Birokrasi
Peningkatan kepatuhan pajak lebih efektif daripada sekadar menaikkan tarif. Digitalisasi dan simplifikasi sistem pajak menjadi langkah strategis.
4. Filosofi Kedaulatan Ekonomi
Negara sejatinya hadir sebagai pengayom rakyat, bukan pemungut tanpa nurani. Dalam pandangan keadilan distributif Aristoteles, beban negara harus disesuaikan dengan kemampuan warganya.
Jadi, Pemerintah yang cerdas tidak serta-merta menaikkan pajak. Sebaliknya, ia menyiapkan rakyat agar mampu membayar pajak dengan sukarela karena merasakan manfaat dari negara. Dengan meningkatkan produktivitas, memperluas pasar, menciptakan lapangan kerja, menekan kemiskinan, dan memperkuat ketahanan ekonomi, maka pajak akan menjadi instrumen pembangunan yang berkeadilan.
Pajak seharusnya bukan beban, tetapi kontribusi bersama untuk masa depan bangsa. Dan masa depan itu hanya akan kokoh bila pemerintah lebih dahulu memastikan ekonomi rakyat tumbuh dan sejahtera.
Rekomendasi
Agar kebijakan pajak tidak menjadi beban, tetapi justru menjadi motor pembangunan berkeadilan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah strategis berikut:
1. Perkuat Ekonomi Rakyat Sebelum Pajak Dinaikkan
Fokus pada peningkatan pendapatan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja, pemberdayaan UMKM, dan pengembangan industri berbasis lokal.
Pastikan subsidi dan bantuan sosial tepat sasaran sehingga masyarakat kecil tidak semakin terhimpit.
2. Terapkan Pajak yang Progresif dan Adil
Beban pajak lebih besar dikenakan pada kelompok berpendapatan tinggi, pemilik aset besar, dan perusahaan multinasional.
Rakyat kecil, petani, nelayan, dan UMKM harus mendapatkan perlindungan serta insentif fiskal.
3. Digitalisasi dan Simplifikasi Sistem Pajak
Modernisasi perpajakan dengan sistem digital untuk mengurangi pungutan liar, memperluas basis pajak, dan meningkatkan kepatuhan.
Prosedur pajak dibuat sederhana agar tidak membebani pelaku usaha kecil.
4. Dorong Ekspansi Pasar dan Investasi Produktif
Membuka pasar ekspor baru untuk produk UMKM dan industri nasional.
Mendorong investasi yang padat karya, bukan sekadar padat modal, agar serapan tenaga kerja meningkat.
5. Gunakan Pajak untuk Redistribusi Kesejahteraan
Alokasikan hasil pajak secara transparan untuk sektor publik: pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan jaminan sosial.
Pastikan rakyat merasakan manfaat langsung dari setiap rupiah pajak yang mereka bayarkan.
6. Perkuat Filosofi Keadilan dalam Kebijakan Pajak
Mengacu pada prinsip Pasal 33 UUD 1945 bahwa perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan, sehingga pajak tidak boleh hanya menjadi instrumen fiskal, tetapi juga alat pemerataan kesejahteraan.
Negara harus hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar pemungut pajak.
Penutup
Pemerintah yang cerdas tidak terburu-buru menaikkan pajak. Pajak harus menjadi cerminan kekuatan ekonomi rakyat, bukan alat yang justru menjerat mereka. Dengan strategi yang tepat—memperkuat ekonomi, menata keadilan pajak, serta memastikan manfaat nyata bagi rakyat—pajak akan berubah dari beban menjadi gotong-royong modern demi Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar