Kamis, 21 Agustus 2025

Pemerintah yang Cerdas: Membangun Ekonomi Rakyat Sebelum Menaikkan Pajak

Pemerintah yang Cerdas: Membangun Ekonomi Rakyat Sebelum Menaikkan Pajak

Oleh: Basa Alim Tualeka (obasa)


Puisi   : 

Sebelum Pajak, Bangunkan Rakyat

Indonesia, tanah airku,
Negeri kaya raya yang diwariskan leluhur,
Bukan sekadar angka dalam buku kas,
Bukan sekadar grafik naik turun di layar birokrasi,
Tetapi denyut nadi rakyat kecil
yang berjuang menegakkan hidup.

Pemerintah yang cerdas tahu,
bahwa pajak bukanlah awal,
melainkan buah dari pohon kesejahteraan.
Sebelum buah dipetik,
pohon harus disiram,
akar harus dikuatkan,
daun harus dirawat.

Bangunkan dulu ekonomi rakyat,
Beri ruang pada petani mengolah sawahnya,
Beri tenaga pada nelayan melaut di samudera,
Beri harapan pada buruh di pabrik,
dan keberanian pada anak muda
untuk membuka usaha tanpa takut kalah.

Bukalah pasar dalam negeri,
agar produk anak bangsa tidak tersisih di rak-rak sendiri.
Bukalah pasar antarnegara,
agar dunia mengenal jati diri Nusantara.
Lapangan kerja jangan hanya janji,
tetapi nyata hadir bagi setiap keluarga.

Tekanlah kemiskinan,
bukan dengan angka manipulatif,
tetapi dengan kebijakan menyentuh hati,
subsidi yang tepat sasaran,
dan pemerataan yang berkeadilan.

Sebab pajak sejati,
bukan beban yang ditarik paksa,
melainkan gotong-royong modern bangsa,
ketika rakyat percaya,
bahwa setiap rupiah kembali untuk mereka,
dalam bentuk sekolah, rumah sakit, jalan,
dan masa depan anak cucu yang lebih terjamin.

Indonesia…
Negeriku, negaramu, negara kita.
Bangsaku, bangsamu, bangsa kita.
Mari kita rawat dan kita jaga,
agar pajak tak lagi menjadi beban,
tetapi tanda cinta rakyat kepada negara,
dan tanda bakti negara kepada rakyatnya. (Obasa). 


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang menopang pembiayaan pembangunan, layanan publik, dan kesejahteraan rakyat. Namun, kebijakan menaikkan pajak seringkali menimbulkan kontroversi, terutama ketika kondisi ekonomi masyarakat masih rapuh. Pemerintah yang cerdas seharusnya menyadari bahwa pajak bukanlah sekadar angka dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan refleksi dari kekuatan ekonomi rakyat.

Menaikkan pajak tanpa memperhatikan daya beli, produktivitas, dan ketahanan ekonomi masyarakat ibarat memeras buah yang belum matang: hasilnya sedikit, dan justru merusak pohonnya. Oleh karena itu, sebelum berbicara soal kenaikan pajak, pemerintah wajib lebih dahulu membangun fondasi ekonomi rakyat agar kuat dan berdaya saing.


Ekonomi sebagai Fondasi Pajak

Kekuatan penerimaan pajak bergantung pada kapasitas ekonomi masyarakat. Semakin sehat perekonomian rakyat, semakin tinggi pula kemampuan mereka membayar pajak. Oleh sebab itu, pemerintah yang cerdas akan menempuh langkah-langkah strategis berikut:


1. Mengembangkan Ketahanan Ekonomi

Ketahanan ekonomi berarti masyarakat memiliki kemampuan bertahan menghadapi guncangan krisis global maupun domestik. Ini hanya bisa dicapai jika pemerintah mendorong kemandirian pangan, energi, dan teknologi.


2. Meningkatkan Produktivitas Nasional

Produktivitas di sektor pertanian, perikanan, UMKM, industri kreatif, dan manufaktur perlu ditingkatkan melalui pelatihan, akses modal, dan teknologi tepat guna. Pajak tidak boleh menghentikan roda usaha kecil, melainkan harus memberi insentif agar mereka tumbuh.


3. Membuka Pasar Domestik dan Internasional

Pemerintah harus memperluas akses pasar, baik dalam negeri maupun antarnegara, agar produk Indonesia dapat bersaing. Tanpa pasar yang kuat, peningkatan produksi tidak akan berarti.


4. Menciptakan Lapangan Kerja Baru

Investasi dan kebijakan fiskal harus diarahkan untuk menyerap tenaga kerja. Pengangguran yang tinggi akan melemahkan basis pajak dan mengurangi penerimaan negara.


5. Menekan Kemiskinan

Pajak baru tidak akan efektif bila kemiskinan masih tinggi. Program pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan harus menjadi prioritas, sehingga masyarakat benar-benar siap menjadi pembayar pajak yang mandiri.


Pajak dalam Perspektif Keadilan Sosial

Pajak pada hakikatnya adalah bentuk kontrak sosial antara rakyat dan negara. Rakyat rela membayar pajak karena mereka percaya negara akan menggunakannya untuk kepentingan bersama: pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perlindungan sosial.

Namun, jika pajak dinaikkan ketika rakyat masih terbebani harga kebutuhan pokok, pengangguran, dan inflasi, maka rasa keadilan sosial akan tercederai. Hal ini bertentangan dengan prinsip Pasal 33 UUD 1945 yang menekankan bahwa perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan, bukan untuk menekan rakyat kecil.


Pandangan Para Ahli

Joseph Stiglitz (Ekonom, Nobel 2001) menegaskan bahwa pajak yang sehat harus bersifat progresif dan diimbangi dengan redistribusi kesejahteraan. Negara yang hanya menuntut pajak tanpa memberi manfaat akan menimbulkan resistensi sosial.

Prof. Emil Salim menyatakan bahwa pembangunan ekonomi harus berbasis rakyat, bukan sekadar mengejar angka pertumbuhan makro. Tanpa ekonomi rakyat yang kuat, kebijakan pajak hanya menjadi beban.

Sri-Edi Swasono (Ekonom UI) menekankan bahwa tidak logis jika negara menagih pajak dari rakyat yang masih miskin. Pemerintah justru harus memastikan kedaulatan ekonomi terlebih dahulu, baru memperluas pungutan.

Thomas Piketty dalam kajian ketimpangan global menambahkan bahwa pajak hanya adil jika mampu mengurangi kesenjangan, bukan memperlebar jurang sosial.


Analisis Akademik dan Filosofis

1. Stabilitas Fiskal

Penerimaan pajak berkelanjutan hanya mungkin dicapai jika basis ekonomi masyarakat tumbuh. Pajak yang dipaksakan justru menggerus konsumsi dan memperlambat pertumbuhan.

2. Legitimasi Sosial

Pajak diterima masyarakat jika ada rasa keadilan dan transparansi penggunaan anggaran negara.

3. Efisiensi Birokrasi

Peningkatan kepatuhan pajak lebih efektif daripada sekadar menaikkan tarif. Digitalisasi dan simplifikasi sistem pajak menjadi langkah strategis.

4. Filosofi Kedaulatan Ekonomi

Negara sejatinya hadir sebagai pengayom rakyat, bukan pemungut tanpa nurani. Dalam pandangan keadilan distributif Aristoteles, beban negara harus disesuaikan dengan kemampuan warganya.

Jadi, Pemerintah yang cerdas tidak serta-merta menaikkan pajak. Sebaliknya, ia menyiapkan rakyat agar mampu membayar pajak dengan sukarela karena merasakan manfaat dari negara. Dengan meningkatkan produktivitas, memperluas pasar, menciptakan lapangan kerja, menekan kemiskinan, dan memperkuat ketahanan ekonomi, maka pajak akan menjadi instrumen pembangunan yang berkeadilan.

Pajak seharusnya bukan beban, tetapi kontribusi bersama untuk masa depan bangsa. Dan masa depan itu hanya akan kokoh bila pemerintah lebih dahulu memastikan ekonomi rakyat tumbuh dan sejahtera.


Rekomendasi

Agar kebijakan pajak tidak menjadi beban, tetapi justru menjadi motor pembangunan berkeadilan, pemerintah perlu melakukan langkah-langkah strategis berikut:


1. Perkuat Ekonomi Rakyat Sebelum Pajak Dinaikkan

Fokus pada peningkatan pendapatan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja, pemberdayaan UMKM, dan pengembangan industri berbasis lokal.

Pastikan subsidi dan bantuan sosial tepat sasaran sehingga masyarakat kecil tidak semakin terhimpit.

2. Terapkan Pajak yang Progresif dan Adil

Beban pajak lebih besar dikenakan pada kelompok berpendapatan tinggi, pemilik aset besar, dan perusahaan multinasional.

Rakyat kecil, petani, nelayan, dan UMKM harus mendapatkan perlindungan serta insentif fiskal.

3. Digitalisasi dan Simplifikasi Sistem Pajak

Modernisasi perpajakan dengan sistem digital untuk mengurangi pungutan liar, memperluas basis pajak, dan meningkatkan kepatuhan.

Prosedur pajak dibuat sederhana agar tidak membebani pelaku usaha kecil.

4. Dorong Ekspansi Pasar dan Investasi Produktif

Membuka pasar ekspor baru untuk produk UMKM dan industri nasional.

Mendorong investasi yang padat karya, bukan sekadar padat modal, agar serapan tenaga kerja meningkat.

5. Gunakan Pajak untuk Redistribusi Kesejahteraan

Alokasikan hasil pajak secara transparan untuk sektor publik: pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar, dan jaminan sosial.

Pastikan rakyat merasakan manfaat langsung dari setiap rupiah pajak yang mereka bayarkan.

6. Perkuat Filosofi Keadilan dalam Kebijakan Pajak

Mengacu pada prinsip Pasal 33 UUD 1945 bahwa perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan, sehingga pajak tidak boleh hanya menjadi instrumen fiskal, tetapi juga alat pemerataan kesejahteraan.

Negara harus hadir sebagai pelindung rakyat, bukan sekadar pemungut pajak.


Penutup

Pemerintah yang cerdas tidak terburu-buru menaikkan pajak. Pajak harus menjadi cerminan kekuatan ekonomi rakyat, bukan alat yang justru menjerat mereka. Dengan strategi yang tepat—memperkuat ekonomi, menata keadilan pajak, serta memastikan manfaat nyata bagi rakyat—pajak akan berubah dari beban menjadi gotong-royong modern demi Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini