Pesan Marcus Tullius Cicero: Sindiran Sosial Kuno yang Masih Relevan
Oleh : Basa Alim Tualeka (obasa).
Puisi :
"Cermin Sejarah"
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Marcus Tullius Cicero (106–43 SM) dikenal sebagai filsuf, ahli hukum, dan orator ulung dari Republik Romawi. Namanya harum bukan hanya karena kepiawaiannya berpidato, tetapi juga karena kritik-kritiknya terhadap korupsi politik, ketidakadilan sosial, dan keruntuhan moral bangsa Romawi pada masanya.
Salah satu kutipan yang sering beredar di dunia modern adalah daftar sindiran sosial tentang orang miskin, orang kaya, tentara, pajak, bankir, pengacara, dokter, preman, dan politisi. Daftar itu seakan berasal dari Cicero, meskipun para sejarawan meragukan keasliannya. Gaya bahasanya lebih modern dibandingkan tulisan Cicero yang otentik. Namun demikian, pesan moral dan filosofinya tetap terasa kuat dan sejalan dengan kritik-kritik yang pernah dilontarkan Cicero.
Makna Sosial dari “Pesan Cicero”
Jika ditelaah, daftar sindiran ini sesungguhnya menggambarkan siklus sosial-ekonomi dan politik yang terus berulang dalam sejarah:
1. Orang miskin bekerja keras
tenaga dan keringat mereka menjadi fondasi peradaban, tetapi mereka sering tidak menikmati hasilnya secara adil.
2. Orang kaya mengeksploitasi
kekayaan cenderung bertumpuk pada segelintir orang melalui pemanfaatan tenaga kelas bawah.
3. Tentara melindungi semua
namun perlindungan itu kerap diperalat untuk menjaga kepentingan elite.
4. Wajib pajak menanggung beban
rakyat menengah dan kecil sering jadi penopang utama sistem fiskal.
5. Bankir merampok
sindiran pada praktik keuangan yang menjerat rakyat dengan bunga dan utang.
6. Pengacara menyesatkan
hukum yang seharusnya melindungi justru kadang dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
7. Dokter menagih
pelayanan kesehatan bisa menjadi beban finansial berat bagi masyarakat.
8. Preman menakut-nakuti
simbol kekuasaan informal yang memperkaya diri dengan memeras rakyat kecil.
9. Politisi hidup bahagia
elite politik menikmati kenyamanan dari sistem yang ditopang jerih payah rakyat.
Pandangan Pakar dan Ahli
Sejarawan:
Mary Beard dan sejarawan klasik lainnya menekankan bahwa era Cicero memang ditandai dengan ketidakadilan sosial dan krisis politik. Sindiran semacam ini mencerminkan suasana kejatuhan republik menuju kekuasaan absolut.
Sosiolog:
Emile Durkheim berpendapat bahwa ketidakadilan sosial adalah "anomali" yang berpotensi menghancurkan masyarakat. Poin-poin dalam pesan Cicero mencerminkan stratifikasi sosial timpang yang rawan konflik.
Filsuf Politik:
Karl Marx di abad ke-19 mengajukan analisis serupa mengenai eksploitasi kelas pekerja oleh kelas pemilik modal. Pesan Cicero bisa dipandang sebagai versi kuno dari kritik tersebut.
Ekonom Modern:
Joseph Stiglitz menegaskan bahwa ketimpangan ekonomi adalah "bom waktu sosial". Jika dibiarkan, ia merusak stabilitas bangsa, sebagaimana yang terjadi pada kejatuhan Romawi kuno.
Relevansi Saat Ini
Mengapa sindiran kuno ini masih relevan lebih dari 2.000 tahun kemudian?
1. Struktur sosial berulang
dalam setiap peradaban, ada kelas pekerja, kelas pemilik modal, dan elite politik.
2. Ketidakadilan ekonomi masih nyata
dari Romawi kuno hingga kapitalisme modern, kesenjangan sosial belum terselesaikan.
3. Politik tetap berbiaya rakyat
elite politik di berbagai negara masih hidup nyaman dari pajak dan sumber daya negara.
Dengan demikian, pesan ini bisa dibaca sebagai peringatan bahwa bangsa yang gagal menegakkan keadilan sosial akan mengulang sejarah kehancuran.
Kesimpulan
Apakah benar pesan ini berasal dari Cicero atau hanya adaptasi modern, tidaklah terlalu penting. Yang lebih penting adalah substansi sindiran sosialnya. Pesan itu adalah cermin kehidupan: dari Romawi kuno hingga abad ke-21, pola eksploitasi, ketidakadilan, dan penyalahgunaan kekuasaan tetap terjadi.
Sejarah memang berulang... hanya tokoh dan kostumnya yang berganti. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar