Ideal Kebijakan Penganggaran Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah sesuai Peraturan dan Undang-Undang di Indonesia
Oleh: Dr. Drs. Basa Alim Tualeka, M.Si
1. Pendahuluan
Portal Suara Academia: Kebijakan penganggaran keuangan negara dan daerah merupakan salah satu instrumen utama dalam mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia menganut sistem desentralisasi fiskal yang memberi kewenangan luas kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola keuangannya sendiri berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
2. Landasan Hukum Penganggaran Keuangan Pemerintah
2.1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 23 UUD 1945 menegaskan bahwa:
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Sementara itu, Pasal 18A dan 18B menegaskan prinsip hubungan keuangan, pelayanan publik, dan sumber daya alam antara pusat dan daerah harus dilaksanakan secara adil dan selaras.
2.2 Undang-Undang Terkait Keuangan Negara
Beberapa undang-undang kunci melandasi sistem penganggaran nasional dan daerah:
- UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
- UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
- UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
- UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
- UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
3. Prinsip-Prinsip Ideal Penganggaran Keuangan Pusat dan Daerah
3.1 Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas
Setiap proses perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan anggaran harus terbuka kepada publik dan dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, politis, dan hukum.
3.2 Prinsip Efisiensi dan Efektivitas
Setiap rupiah yang dibelanjakan harus memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat (value for money), dengan meminimalkan pemborosan dan memastikan hasil sesuai tujuan program.
3.3 Prinsip Keadilan dan Pemerataan
Dana transfer dari pusat ke daerah (seperti DAU, DAK, DBH, DID) harus memperhatikan indikator kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah, sehingga daerah tertinggal mendapatkan porsi lebih besar untuk mengejar ketimpangan pembangunan.
3.4 Prinsip Partisipasi dan Desentralisasi
Penyusunan anggaran daerah harus melibatkan partisipasi masyarakat (melalui musyawarah perencanaan pembangunan/Musrenbang), dan sesuai dengan semangat otonomi daerah yang memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk berinovasi.
3.5 Prinsip Sinergi Pusat dan Daerah
Sinergitas kebijakan fiskal harus dijaga agar program nasional berjalan selaras dengan prioritas daerah. Koordinasi lintas kementerian dan daerah diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih program atau duplikasi anggaran.
4. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
4.1 Komponen Dana Transfer ke Daerah
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 dan APBN, hubungan keuangan dilakukan melalui mekanisme Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang terdiri atas:
1. Dana Perimbangan, meliputi:
- Dana Bagi Hasil (DBH)
- Dana Alokasi Umum (DAU)
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
2. Dana Insentif Daerah (DID)
3. Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan
4. Dana Desa
Mekanisme ini bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal dan meningkatkan pelayanan publik di seluruh wilayah Indonesia.
4.2 Kemandirian Fiskal Daerah
Idealnya, daerah tidak hanya bergantung pada transfer pusat. Daerah didorong untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak daerah, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain.
Kemandirian fiskal mencerminkan tingkat otonomi daerah yang sehat dan berkeadilan.
5. Siklus Ideal Penganggaran Keuangan Negara dan Daerah
a. Perencanaan (Planning)
Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang diterjemahkan ke tingkat daerah melalui RPJPD dan RPJMD.
Instrumen utamanya adalah Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
b. Penganggaran (Budgeting)
Disusun dalam dokumen RAPBN di tingkat pusat dan RAPBD di tingkat daerah. Pembahasan dilakukan secara bersama antara eksekutif dan legislatif, dengan prinsip efisiensi dan akuntabilitas publik.
c. Pelaksanaan (Implementation)
Dilakukan oleh kementerian/lembaga (di pusat) dan perangkat daerah (di daerah). Penggunaan dana harus sesuai DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) dan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran).
d. Pelaporan dan Pengawasan (Accountability & Audit)
Pelaporan dilakukan melalui Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Transparansi ini penting untuk menegakkan prinsip good governance dan mencegah korupsi.
6. Tantangan dan Permasalahan Aktual
Beberapa kendala dalam implementasi kebijakan penganggaran antara lain:
- Ketergantungan tinggi daerah terhadap dana transfer pusat (lebih dari 80% APBD di banyak daerah).
- Lemahnya kapasitas perencanaan dan pengelolaan anggaran di tingkat daerah.
- Belanja daerah lebih besar pada belanja pegawai dibanding belanja modal produktif.
- Kurangnya koordinasi lintas sektor pusat-daerah dalam sinkronisasi program pembangunan.
- Potensi penyimpangan dan korupsi akibat lemahnya sistem kontrol dan evaluasi.
7. Arah Ideal dan Reformasi Kebijakan Penganggaran
Untuk memperkuat sistem keuangan nasional yang berkeadilan dan berkelanjutan, kebijakan ideal penganggaran pusat-daerah ke depan perlu diarahkan pada:
1. Reformasi Sistem Transfer ke Daerah
Mengutamakan kinerja dan hasil pembangunan (performance-based budgeting).
Memperluas Dana Insentif Daerah bagi daerah yang berprestasi dalam tata kelola dan inovasi.
2. Digitalisasi Keuangan dan Transparansi
Implementasi e-budgeting dan e-audit di seluruh level pemerintahan.
Keterbukaan data publik agar masyarakat dapat ikut mengawasi.
3. Kemandirian dan Diversifikasi PAD
Optimalisasi pajak daerah tanpa membebani rakyat kecil.
Pengembangan BUMD produktif dan ekonomi lokal berbasis potensi unggulan daerah.
4. Sinkronisasi dan Harmonisasi Pusat-Daerah
Integrasi sistem perencanaan nasional dan daerah melalui Satu Data Indonesia.
Penguatan peran Bappenas dan Kemendagri sebagai pengarah sinkronisasi kebijakan fiskal.
5. Belanja yang Berkualitas (Spending Better)
Fokus pada infrastruktur dasar, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
Peningkatan belanja modal produktif dibanding belanja birokrasi.
8. Penutup
Ideal kebijakan penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah harus menegakkan tata kelola keuangan negara yang adil, transparan, dan berkelanjutan.
Otonomi fiskal yang sehat bukan berarti melepaskan tanggung jawab pusat, melainkan membangun sinergi cerdas untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan negara menghasilkan kesejahteraan nyata bagi rakyat.
Dengan implementasi prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, pemerataan, dan partisipasi publik, sistem penganggaran Indonesia dapat menjadi pilar utama menuju pemerintahan yang bersih, efektif, dan inklusif.
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar