Reposisi Kebijakan Publik dan Peran Strategis Kementerian Keuangan di Era Presiden Prabowo: Pergeseran Paradigma dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa
Oleh: Dr. Basa Alim Tualeka, M.Si (Obasa)
Abstrak
Portal Suara Academia: Kebijakan publik di bidang fiskal merupakan instrumen utama dalam menentukan arah pembangunan nasional. Dalam konteks Indonesia, peran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memiliki posisi vital dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas makro dan kesejahteraan rakyat. Artikel ini membahas pergeseran paradigma kebijakan fiskal dan publik dari masa kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati menuju Purbaya Yudhi Sadewa di era Presiden Prabowo Subianto.
Analisis menunjukkan bahwa kebijakan Sri Mulyani berorientasi pada stabilitas makro, kehati-hatian fiskal, dan kepatuhan terhadap pasar global, sementara Purbaya mengedepankan kemandirian fiskal, keberpihakan kepada sektor riil, dan keberanian politik dalam reformasi pajak dan belanja publik. Pergeseran ini menandai transisi dari paradigma liberal-teknokratis menuju paradigma nasional-progresif dalam manajemen fiskal Indonesia.
Kata kunci: kebijakan publik, fiskal nasional, Sri Mulyani, Purbaya Yudhi Sadewa, Presiden Prabowo, kemandirian ekonomi.
Pendahuluan
Kebijakan publik pada dasarnya merupakan manifestasi dari visi politik dan arah pembangunan suatu negara. Dalam sistem ekonomi nasional, kebijakan fiskal memegang peran sentral untuk menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran negara, serta mengatur redistribusi kesejahteraan.
Selama hampir dua dekade terakhir, kebijakan fiskal Indonesia berada di bawah pengaruh kuat pendekatan teknokratis yang dijalankan oleh Sri Mulyani Indrawati. Kepemimpinannya di Kementerian Keuangan (2005–2010 dan 2016–2024) dikenal sangat disiplin, transparan, dan efisien dalam menjaga stabilitas ekonomi makro. Namun, orientasi kebijakan fiskalnya cenderung makro-stabilitas oriented, dengan fokus besar pada kepercayaan pasar internasional dan kredibilitas fiskal global.
Ketika Presiden Prabowo Subianto mulai memimpin, arah kebijakan keuangan negara mulai bergeser. Ia menekankan perlunya kemandirian fiskal dan keberanian politik dalam pengelolaan APBN. Pilihan terhadap Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan menandai perubahan paradigma dari pendekatan teknokrat global menuju teknokrat nasionalis-progresif — yaitu model kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat, sektor riil, dan kemandirian ekonomi bangsa.
I. Teori dan Landasan Filosofis Kebijakan Fiskal Publik
Kebijakan publik (public policy) menurut Harold Lasswell adalah “the process of who gets what, when, and how.” Dalam konteks fiskal, kebijakan publik mengatur siapa yang membayar pajak, siapa yang mendapat manfaat dari belanja negara, dan bagaimana negara mengelola sumber daya.
Menurut Keynes, kebijakan fiskal harus bersifat countercyclical, yakni mampu menyeimbangkan siklus ekonomi: menekan inflasi saat ekonomi panas dan mendorong pertumbuhan saat ekonomi melemah.
Namun, dalam praktiknya, kebijakan fiskal juga mencerminkan ideologi ekonomi yang dipegang oleh pemimpin negara dan menteri keuangan. Sri Mulyani membawa paradigma liberal-teknokratis (fokus pada pasar dan disiplin fiskal), sementara Purbaya menghadirkan paradigma nasional-progresif (fokus pada kemandirian dan keberpihakan rakyat).
II. Kondisi Keuangan Negara: Dari Stabilitas ke Arah Kemandirian
Pada akhir masa kepemimpinan Sri Mulyani (2024), kondisi fiskal Indonesia relatif stabil:
- Defisit APBN: sekitar 2,8% terhadap PDB.
- Rasio utang terhadap PDB: sekitar 39%.
- Tax ratio: stagnan di kisaran 10,8–11%.
- Inflasi: terkendali di bawah 4%.
Namun, stabilitas tersebut menyisakan kritik bahwa kebijakan fiskal terlalu berhati-hati dan kurang agresif dalam mendukung sektor riil dan kemandirian ekonomi. Banyak pelaku industri menilai belanja publik belum sepenuhnya berpihak kepada produktivitas rakyat, melainkan masih dominan pada birokrasi dan pembayaran bunga utang.
Era Presiden Prabowo–Purbaya berusaha mengubah hal itu. Arah kebijakan fiskal kini difokuskan pada:
- Peningkatan produktivitas nasional.
- Pemerataan ekonomi berbasis wilayah dan sektor.
- Optimalisasi pajak dan pengurangan ketergantungan utang luar negeri.
III. Gaya dan Paradigma Kepemimpinan Fiskal: Sri Mulyani vs. Purbaya
Aspek Sri Mulyani Purbaya Yudhi Sadewa
Paradigma Ekonomi Neoliberal-teknokratis: berbasis stabilitas makro, kepercayaan pasar, dan efisiensi global. Nasional-progresif: kemandirian fiskal, keberpihakan pada rakyat, dan pembangunan sektor riil.
Orientasi Kebijakan Jangka menengah-panjang, dengan prioritas menjaga rating utang dan kredibilitas fiskal. Jangka menengah-pendek, fokus pada dampak langsung bagi rakyat dan investasi produktif.
Pendekatan Anggaran Ketat dan konservatif (“tight budgeting”). Fleksibel dan berani (“adaptive fiscal maneuver”).
Reformasi Pajak Penegakan hukum dan kepatuhan pajak berbasis sistem. Reformasi struktural dan digitalisasi berbasis kemandirian nasional.
Utang Negara Cenderung defensif, menjaga rasio agar tetap aman dan diterima lembaga global. Produktif: utang diarahkan untuk sektor produktif, infrastruktur, riset, dan industri strategis.
Hubungan dengan Politik Independen dari politik (apolitis). Sinkron dengan visi politik ekonomi nasional Prabowo (politis-ideologis).
Penjelasan:
Sri Mulyani membawa reputasi internasional yang kuat. Gaya kepemimpinannya menekankan kredibilitas, transparansi, dan disiplin fiskal yang ketat. Namun, orientasi kebijakan sering dikritik terlalu “global minded” dan kurang peka terhadap kebutuhan rakyat di lapangan.
Purbaya, sebaliknya, lebih menonjolkan pendekatan “ekonomi berdaulat”. Ia menilai fiskal harus menjadi alat perjuangan nasional, bukan sekadar menjaga neraca angka.
IV. Arah Kebijakan Publik di Era Prabowo–Purbaya
1. Kebijakan Fiskal yang Pro-Rakyat
Purbaya memandang bahwa APBN bukan hanya alat stabilitas, tetapi juga instrumen pemerataan. Fokus diarahkan pada:
- Subsidi produktif, bukan konsumtif.
- Transfer fiskal ke daerah berbasis kinerja.
- Insentif pajak untuk industri padat karya dan UMKM.
2. Reformasi Pajak Nasional
Berbeda dengan Sri Mulyani yang menekankan kepatuhan, Purbaya menekankan keadilan dan efisiensi. Digitalisasi pajak diperluas dengan sistem integrasi NIK, serta redistribusi tarif agar kelompok menengah tidak terbebani.
3. Utang Produktif dan Pembiayaan Inovatif
Utang diarahkan untuk sektor strategis seperti energi hijau, ketahanan pangan, industri pertahanan, dan riset teknologi nasional. Ini berbeda dari kebijakan sebelumnya yang lebih fokus pada utang konsumtif dan pembayaran bunga.
4. Kebijakan Publik untuk Ketahanan Nasional
Sinergi antara Kemenkeu, Kementerian Pertahanan, dan Bappenas menjadi kunci. Pendekatan fiskal kini lebih integratif, memadukan ekonomi, pertahanan, dan geopolitik.
V. Evaluasi: Dampak Pergeseran Paradigma Fiskal
Pergeseran dari Sri Mulyani ke Purbaya membawa beberapa implikasi:
1. Dampak Positif:
- Fiskal lebih berpihak pada rakyat dan sektor riil.
- Pengelolaan pajak menjadi lebih progresif dan digital.
- Kemandirian fiskal meningkat dengan penurunan porsi utang luar negeri.
- Belanja publik lebih produktif dan berorientasi hasil.
2. Dampak Tantangan:
- Risiko ketidakseimbangan fiskal jika belanja tidak terkendali.
- Penolakan pasar global terhadap pendekatan fiskal yang lebih nasionalistik.
- Perlu adaptasi birokrasi agar mampu menjalankan kebijakan baru yang cepat dan dinamis.
Namun demikian, arah baru ini memberikan semangat bahwa ekonomi Indonesia dapat tumbuh tanpa harus tunduk pada tekanan lembaga keuangan internasional.
VI. Reposisi Kementerian Keuangan sebagai Penggerak Kebijakan Publik
Purbaya berupaya mengembalikan peran Kemenkeu bukan hanya sebagai “bendahara negara,” tetapi sebagai arsitek utama kebijakan publik nasional.
Langkah yang dilakukan antara lain:
- Reformasi kelembagaan dan sistem birokrasi berbasis kinerja.
- Integrasi kebijakan fiskal dengan kebijakan industri, pendidikan, dan riset.
- Peningkatan transparansi publik dalam setiap kebijakan fiskal.
Pendekatan ini memperkuat posisi Kemenkeu sebagai lembaga penggerak transformasi ekonomi berkeadilan.
VII. Rekomendasi Strategis Kebijakan Publik di Era Prabowo–Purbaya
1. Perkuat Kemandirian Fiskal Nasional
Kurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri.
Optimalkan sumber daya alam dan pajak digital.
2. Bangun Sistem Pajak yang Adil dan Modern
Integrasikan data nasional lintas lembaga.
Terapkan sistem tarif progresif untuk pemerataan.
3. Fokus pada Ekonomi Produktif dan Industri Strategis
Belanja publik diarahkan ke riset, pendidikan, dan energi.
4. Transparansi dan Partisipasi Publik
Libatkan masyarakat sipil dalam evaluasi APBN dan kebijakan fiskal.
5. Kebijakan Publik Pro-Kedaulatan Ekonomi
Jadikan fiskal sebagai instrumen memperkuat industri nasional dan ketahanan ekonomi.
Penutup
Perbedaan mendasar antara Sri Mulyani dan Purbaya Yudhi Sadewa menggambarkan dua fase penting dalam sejarah kebijakan fiskal Indonesia:
Fase stabilisasi global (Sri Mulyani), di mana Indonesia berupaya membangun kepercayaan pasar dunia dan mengendalikan defisit.
Fase kemandirian nasional (Purbaya), di mana kebijakan fiskal diarahkan untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam negeri, memperluas basis produksi, dan mendistribusikan keadilan ekonomi.
Era Prabowo–Purbaya menjadi momentum penting untuk menjadikan kebijakan fiskal bukan sekadar menjaga neraca angka, tetapi sebagai alat perjuangan kedaulatan ekonomi bangsa.
Kemenkeu kini berada di garis depan dalam menegakkan prinsip ekonomi berdikari, memadukan profesionalisme teknokratis dengan semangat nasionalisme ekonomi.
Kebijakan publik yang ideal adalah kebijakan yang adil bagi rakyat, mandiri secara fiskal, dan berdaulat secara ekonomi. (Obasa)
Daftar Pustaka
1. Dye, T. R. (1972). Understanding Public Policy. Prentice-Hall.
2. Lasswell, H. D. (1951). The Policy Orientation. Stanford University Press.
3. Keynes, J. M. (1936). The General Theory of Employment, Interest and Money. Macmillan.
4. Rawls, J. (1971). A Theory of Justice. Harvard University Press.
5. Kementerian Keuangan RI. (2024). Laporan Keuangan Negara 2024.
6. Sadewa, Purbaya Yudhi. (2025). Kemandirian Fiskal dan Ekonomi Nasional. Jakarta.
7. Indrawati, Sri Mulyani. (2023). Membangun Fiskal yang Kuat dan Kredibel. Jakarta.
8. OECD (2024). Fiscal Policy for Inclusive Growth. Paris.
9. World Bank. (2024). Indonesia Economic Outlook.
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar