Dari Sri Mulyani ke Purbaya: Transformasi Kebijakan Publik dan Reposisi Kementerian Keuangan di Era Presiden Prabowo
Oleh: Dr. Basa Alim Tualeka, M.Si (Obasa)
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Kementerian Keuangan Republik Indonesia merupakan jantung dari sistem ekonomi nasional. Setiap kebijakan fiskal, pajak, belanja negara, hingga pengelolaan utang tidak lepas dari peran institusi ini. Pada masa Presiden Joko Widodo, Sri Mulyani Indrawati menjadi sosok teknokrat yang menonjol dalam mempertahankan stabilitas fiskal dan disiplin anggaran. Sementara pada era Presiden Prabowo Subianto, tongkat estafet tersebut kini dipegang oleh Purbaya Yudhi Sadewa, seorang ekonom nasionalis yang membawa semangat baru dalam kebijakan fiskal yang lebih produktif dan berorientasi pada kemandirian ekonomi bangsa.
Peralihan dari Sri Mulyani ke Purbaya bukan sekadar pergantian pejabat, tetapi juga mencerminkan pergeseran paradigma kebijakan publik: dari stabilitas fiskal konservatif menuju produktivitas fiskal berkeadilan. Transformasi ini tidak hanya terjadi dalam angka-angka APBN, tetapi juga dalam filosofi bagaimana negara memandang peran rakyat, pajak, dan pembangunan ekonomi.
I. Latar Belakang Perubahan Kepemimpinan Fiskal
Sri Mulyani dikenal sebagai figur teknokrat global yang menjunjung tinggi disiplin fiskal, efisiensi, dan kepatuhan terhadap standar ekonomi internasional. Di masa kepemimpinannya, fokus utama adalah menjaga kredibilitas fiskal dan menekan defisit anggaran agar Indonesia dipandang stabil oleh lembaga pemeringkat dunia seperti Moody’s dan Fitch.
Namun, konteks politik dan ekonomi di era Prabowo berbeda. Tantangan global seperti disrupsi rantai pasok, gejolak harga energi, hingga ketimpangan sosial menuntut pendekatan baru. Di sinilah Purbaya Yudhi Sadewa hadir dengan visi baru: mengubah paradigma kebijakan keuangan dari sekadar menjaga stabilitas menjadi alat untuk mempercepat pemerataan ekonomi dan kedaulatan fiskal.
Dengan latar belakang ekonom yang nasionalis, Purbaya menekankan bahwa kebijakan keuangan negara tidak boleh hanya berpihak pada kepentingan global, tetapi harus menyejahterakan rakyat. Ia membawa semangat “fiskal produktif dan berkeadilan”.
II. Filosofi dan Ideologi Ekonomi: Sri Mulyani vs Purbaya
1. Sri Mulyani: Disiplin Fiskal dan Ekonomi Pasar Terbuka
Sri Mulyani mengedepankan good governance, efisiensi, dan stabilitas makro. Ia sangat berhati-hati dalam penggunaan anggaran, menghindari defisit tinggi, dan fokus menjaga kepercayaan pasar internasional. Pendekatannya cenderung konservatif dan teknokratis, dengan penekanan pada:
- Efisiensi belanja publik.
- Kepatuhan fiskal.
- Kredibilitas APBN di mata lembaga internasional.
- Keterbukaan terhadap investasi asing.
Filosofi dasarnya adalah bahwa ekonomi yang stabil adalah prasyarat bagi kesejahteraan. Negara tidak boleh boros, utang harus dikelola hati-hati, dan kebijakan fiskal harus disesuaikan dengan kemampuan penerimaan pajak.
2. Purbaya Yudhi Sadewa: Kemandirian dan Produktivitas Fiskal
Purbaya datang dengan visi yang lebih nasionalis. Ia melihat keuangan negara bukan sekadar angka, tetapi alat strategis untuk membangun kedaulatan ekonomi. Prinsip utamanya adalah fiskal sebagai instrumen pembangunan, bukan semata pengendali defisit.
Pendekatannya meliputi:
- Belanja produktif untuk sektor riil dan pertanian.
- Insentif fiskal bagi industri strategis nasional.
- Percepatan hilirisasi sumber daya alam.
- Digitalisasi perpajakan untuk memperluas basis pajak tanpa menambah beban rakyat kecil.
Purbaya lebih fleksibel terhadap defisit selama digunakan untuk proyek produktif yang berdampak jangka panjang, seperti infrastruktur, teknologi, dan pendidikan.
III. Perbedaan Strategi Kebijakan Fiskal
Aspek Sri Mulyani (Era Jokowi) Purbaya (Era Prabowo)
Filosofi Dasar Stabilitas dan Disiplin Fiskal Kemandirian dan Produktivitas Fiskal
Fokus Kebijakan Kredibilitas internasional, defisit rendah Pertumbuhan ekonomi inklusif, belanja produktif
Pendekatan Pajak Peningkatan tax ratio dan kepatuhan Ekspansi pajak berbasis digital dan sektor baru
Pengelolaan Utang Konservatif, menghindari defisit tinggi Selektif, fokus pada utang produktif
Belanja Negara Efisiensi dan penghematan Stimulus untuk industri dan masyarakat
Hubungan dengan Pasar Global Sangat terbuka dan akomodatif Selektif dan berorientasi kepentingan nasional
Kebijakan Sosial Bersifat kompensatoris (BLT, bansos) Bersifat produktif (subsidi UMKM, pertanian)
IV. Kementerian Keuangan sebagai Penggerak Kebijakan Publik
1. Reorientasi Fungsi Fiskal
Kemenkeu di bawah Purbaya diarahkan menjadi motor kebijakan publik nasional. Tidak lagi sekadar menghitung pendapatan dan belanja, tetapi memastikan setiap rupiah memiliki dampak sosial. Misalnya, program bantuan sosial diarahkan menjadi subsidi produktif: bukan sekadar memberi uang tunai, tetapi membantu rakyat menciptakan nilai tambah.
2. Sinergi Lintas Kementerian
Purbaya memperkuat koordinasi antara Kemenkeu dan kementerian teknis lain seperti Perindustrian, Pertanian, dan Pertahanan. Hal ini sejalan dengan visi Prabowo tentang “ekonomi berdaulat”. Kebijakan fiskal diarahkan mendukung swasembada pangan, hilirisasi industri, dan teknologi pertahanan nasional.
3. Desentralisasi Fiskal dan Dana Transfer Daerah
Sri Mulyani dikenal menahan desentralisasi fiskal demi menjaga efisiensi pusat. Sebaliknya, Purbaya mendorong otonomi fiskal daerah berbasis kinerja agar pembangunan lebih merata dan sesuai karakter wilayah.
V. Kondisi dan Tantangan Keuangan Negara Saat Ini
Pada awal pemerintahan Prabowo, kondisi fiskal menghadapi tantangan besar:
- Rasio pajak masih rendah (sekitar 10,3% PDB).
- Utang publik mencapai 39% PDB.
- Ketimpangan ekonomi meningkat.
- Belanja subsidi masih besar.
Namun, peluang juga terbuka lebar. Indonesia memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan, sumber daya alam, dan pasar digital. Tantangan utama adalah menata ulang kebijakan publik agar fiskal mampu menggerakkan ekonomi produktif tanpa mengorbankan stabilitas.
VI. Analisis Perbedaan Pendekatan Kebijakan Publik
1. Sri Mulyani: Kebijakan Publik Berbasis Rasionalitas Ekonomi
Ia menempatkan negara sebagai pengatur dan penjaga stabilitas. Prinsipnya: “jangan keluarkan uang melebihi kemampuan.”
Kebijakan publiknya cenderung hati-hati, teknokratis, dan pro-stabilitas.
2. Purbaya: Kebijakan Publik Berbasis Kemandirian dan Keberpihakan Nasional
Ia menempatkan negara sebagai penggerak utama ekonomi. Prinsipnya: “negara harus berani berinvestasi untuk rakyat.”
Kebijakannya cenderung pro-produksi, pro-UMKM, dan pro-kedaulatan fiskal.
3. Dampak terhadap Masyarakat
Pada masa Sri Mulyani, masyarakat diuntungkan oleh stabilitas harga dan inflasi rendah, tetapi pertumbuhan ekonomi dirasakan tidak merata.
Di masa Purbaya, diharapkan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih inklusif dan membuka peluang kerja, meski risiko defisit lebih tinggi.
VII. Implikasi terhadap Kebijakan Publik Nasional
Transformasi fiskal ini membawa dampak langsung terhadap kebijakan publik di sektor lain:
- Pendidikan: Dana pendidikan diarahkan untuk vokasi dan riset terapan, bukan hanya bantuan operasional.
- Pertanian: Subsidi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan ekspor.
- Energi: Pemberian insentif untuk energi terbarukan dan kemandirian energi nasional.
- Pertahanan: Anggaran difokuskan pada penguatan industri pertahanan dalam negeri.
Semua ini menunjukkan bahwa kebijakan publik di era Purbaya bersifat integratif dan berorientasi pada kedaulatan nasional.
VIII. Rekomendasi Strategis
1. Perkuat Sinergi Kebijakan Publik dan Fiskal:
Kemenkeu perlu bekerja erat dengan Bappenas dan kementerian teknis untuk mengintegrasikan perencanaan dan anggaran.
2. Fiskal Produktif dan Hijau:
Fokus pada proyek berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja hijau dan industri rendah karbon.
3. Digitalisasi Pajak Nasional:
Integrasi data pajak, bea cukai, dan perbankan untuk menekan kebocoran penerimaan.
4. Perluas Basis Pajak Tanpa Membebani Rakyat:
Pajak kekayaan dan ekonomi digital dapat menjadi solusi.
5. Perkuat Dana Desa dan Fiskal Daerah:
Agar pembangunan tidak tersentralisasi di Jawa.
Penutup
Perubahan dari Sri Mulyani ke Purbaya menandai babak baru dalam kebijakan publik Indonesia. Jika Sri Mulyani menekankan disiplin dan stabilitas, maka Purbaya menekankan kemandirian dan produktivitas. Keduanya memiliki nilai dan jasa masing-masing.
Namun, di era Presiden Prabowo, arah kebijakan publik fiskal jelas mengarah pada pemberdayaan rakyat dan pembangunan nasional berbasis kedaulatan ekonomi.
Dengan kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa, Kementerian Keuangan diharapkan tidak hanya menjaga neraca angka, tetapi juga menyeimbangkan neraca sosial: antara keadilan, pemerataan, dan kemakmuran bangsa. (Obasa)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar