Analisis Kelangsungan Belanja Negara Setelah Efisiensi APBN 2025
Oleh : Basa Alim Tualela (Obasa)
Portal Suara Academia: Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah strategis dalam APBN 2025 untuk menekan defisit dan menjaga stabilitas fiskal melalui efisiensi anggaran. Namun, pertanyaan utama yang muncul adalah: Apakah dengan efisiensi ini belanja negara tetap aman dan tidak menimbulkan gejolak ekonomi?
Untuk menjawabnya, kita perlu memahami:
- Struktur APBN 2024 vs APBN 2025
- Dampak Efisiensi terhadap Defisit APBN 2025
- Potensi Risiko dan Gejolak yang Mungkin Terjadi
- Strategi Mitigasi untuk Menjaga Stabilitas Belanja Negara
1. Struktur APBN 2024 vs APBN 2025
Berikut perbandingan APBN 2024 dan rencana APBN 2025 sebelum dan sesudah efisiensi:
Dari tabel ini, kita bisa melihat bahwa efisiensi anggaran berhasil menekan defisit dari 4,2% menjadi 1,27% PDB. Namun, apakah belanja negara masih dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan dampak negatif?
2. Dampak Efisiensi terhadap Defisit APBN 2025
Sebelum dilakukan efisiensi, APBN 2025 memiliki defisit Rp778,8 triliun (4,2% PDB). Ini berarti bahwa belanja negara jauh melebihi pendapatan, sehingga harus ditutup dengan utang baru atau sumber pembiayaan lain.
Dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025, dilakukan pemangkasan belanja sebesar Rp306,69 triliun (8,47%), sehingga:
- Defisit turun menjadi Rp472,11 triliun (1,27% PDB).
- Ketergantungan pada utang berkurang, mengurangi risiko pembengkakan beban bunga dan cicilan di tahun berikutnya.
- Kepercayaan investor dan lembaga pemeringkat meningkat, membuat Indonesia lebih stabil secara ekonomi.
3. Potensi Risiko dan Gejolak Akibat Efisiensi APBN 2025
Meskipun secara fiskal efisiensi ini memberikan dampak positif, namun tetap ada beberapa risiko yang bisa menimbulkan gejolak ekonomi dan sosial, terutama dalam sektor-sektor berikut:
A. Risiko terhadap Pembangunan Infrastruktur
⚠️ Dampak:
Penundaan atau pemangkasan proyek infrastruktur yang tidak dianggap prioritas.
Bisa mempengaruhi sektor konstruksi dan menciptakan perlambatan ekonomi di beberapa daerah.
✔️ Solusi:
Fokus pada proyek dengan dampak ekonomi tinggi dan multiplier effect besar.
Menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk proyek-proyek yang masih bisa dijalankan tanpa membebani APBN.
B. Risiko terhadap Keuangan Daerah
⚠️ Dampak:
Pemangkasan transfer ke daerah bisa menyebabkan pemda mengalami keterbatasan anggaran untuk layanan publik.
Bisa memicu pemangkasan program sosial dan pembangunan di tingkat lokal.
✔️ Solusi:
Memastikan efisiensi tidak mengganggu alokasi anggaran wajib seperti pendidikan (20% APBN), kesehatan (5% APBN), dan dana desa.
Mendorong daerah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk mengurangi ketergantungan pada pusat.
C. Risiko terhadap Belanja Pegawai dan Subsidi
⚠️ Dampak:
Jika terjadi pemangkasan belanja pegawai, PNS, TNI, dan Polri bisa terkena dampaknya.
Jika subsidi BBM, listrik, atau LPG 3kg dikurangi, dapat memicu kenaikan harga dan inflasi.
✔️ Solusi:
Melakukan efisiensi belanja pegawai tanpa mengganggu gaji pokok dan layanan penting.
Menjaga subsidi tetap ada namun lebih tepat sasaran agar tidak boros.
D. Risiko terhadap Dunia Usaha dan Inflasi
⚠️ Dampak:
Jika pengurangan belanja pemerintah terlalu besar, bisa menyebabkan perlambatan ekonomi di sektor swasta yang bergantung pada proyek pemerintah.
Jika pemangkasan subsidi terlalu besar, harga-harga bisa naik dan daya beli masyarakat turun.
✔️ Solusi:
Mendorong kebijakan yang mendukung sektor UMKM dan industri padat karya.
Menjaga inflasi tetap terkendali melalui stabilisasi harga pangan dan energi.
4. Strategi Mitigasi untuk Menjaga Stabilitas Belanja Negara
Agar belanja negara tetap aman tanpa gejolak, pemerintah harus menerapkan strategi berikut:
A. Meningkatkan Pendapatan Negara
Optimalisasi pajak: Digitalisasi perpajakan, penguatan Tax Amnesty, dan penegakan kepatuhan pajak.
Diversifikasi PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak): Meningkatkan kontribusi dari sektor tambang, kehutanan, dan pariwisata.
Maksimalkan dividen BUMN untuk menambah pendapatan negara.
B. Efisiensi yang Tidak Mengorbankan Pertumbuhan
Fokus memangkas belanja birokrasi, bukan belanja produktif.
Menggunakan Skema Public Private Partnership (PPP) untuk proyek infrastruktur.
Meningkatkan efektivitas subsidi dengan penerapan subsidi langsung berbasis data penerima yang valid.
C. Pengelolaan Utang yang Lebih Bijak
Menekan utang baru dengan mencari sumber pendapatan alternatif.
Jika harus berutang, prioritaskan utang dengan suku bunga rendah dan jatuh tempo panjang.
Gunakan utang hanya untuk proyek produktif yang dapat menghasilkan pemasukan negara di masa depan.
5. Kesimpulan: Apakah Belanja Negara Setelah Efisiensi Aman?
✔️ Ya, secara fiskal belanja negara lebih stabil setelah efisiensi, karena defisit turun dari 4,2% menjadi 1,27% PDB.
✔️ Kepercayaan investor meningkat, dan risiko utang dapat dikendalikan.
✔️ Belanja prioritas masih dapat berjalan, terutama untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pertahanan.
⚠️ Namun, beberapa sektor tetap berisiko mengalami gejolak, terutama infrastruktur, keuangan daerah, subsidi energi, dan daya beli masyarakat.
Kesimpulan Akhir
APBN 2025 setelah efisiensi lebih stabil dan terkendali, tetapi tetap perlu pengelolaan cermat agar tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar