Gubernur Dipilih Rakyat, Bukan Ditekan Mundur oleh Ormas: Menjaga Marwah Demokrasi Indonesia
Oleh:
Puisi :
"DIPILIH RAKYAT, BUKAN DITEKAN"
(Orde untuk Demokrasi yang Berdaulat)
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Demokrasi Indonesia pasca-reformasi telah menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam menentukan pemimpin, baik di tingkat nasional maupun daerah. Salah satu manifestasi dari prinsip ini adalah diterapkannya pemilihan langsung kepala daerah, termasuk gubernur, oleh rakyat.
Namun dalam dinamika politik kontemporer, mulai muncul tekanan dari berbagai organisasi masyarakat (ormas), bahkan hingga ribuan, yang mendesak agar seorang gubernur mengundurkan diri. Tekanan semacam ini perlu ditelaah secara kritis, karena berpotensi mencederai demokrasi jika tidak didasarkan pada hukum dan prosedur konstitusional.
Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat
Pemilihan langsung gubernur oleh rakyat bukan sekadar prosedur teknis, tetapi merupakan simbol utama kedaulatan rakyat. Dalam sistem ini, gubernur mendapatkan legitimasi politik langsung dari rakyat, bukan dari kelompok elit, organisasi politik, maupun tekanan massa.
"Ketika seorang gubernur dipilih oleh jutaan suara rakyat, maka mandat itu hanya bisa dicabut melalui proses hukum yang sah, bukan oleh desakan 1000 ormas atau lebih."
Mengabaikan prinsip ini berarti menempatkan kekuasaan publik di bawah tekanan politik informal, yang secara fundamental bertentangan dengan semangat demokrasi.
Kerangka Hukum yang Mengikat
Dasar hukum mengenai jabatan dan pemberhentian gubernur sangat jelas:
Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa “Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah dipilih secara demokratis.”
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 78–82, menyatakan bahwa pemberhentian kepala daerah hanya bisa dilakukan jika:
- Meninggal dunia,
- Berakhir masa jabatan,
- Permintaan sendiri (tanpa tekanan),
- Terbukti melanggar hukum dan diberhentikan melalui proses formal oleh DPRD dan Presiden.
Dengan demikian, desakan mundur oleh ormas—meskipun dalam jumlah besar—tidak memiliki kekuatan hukum yang sah. Bahkan jika gubernur mundur di bawah tekanan, hal itu bisa dianggap sebagai bentuk pemaksaan dan pelecehan terhadap sistem hukum dan demokrasi.
Analisa Politik: Antara Aspirasi dan Manipulasi
Dalam demokrasi, menyampaikan aspirasi adalah hak setiap warga negara. Namun, aspirasi yang bersifat memaksa seseorang mundur dari jabatan publik tanpa proses hukum adalah bentuk tekanan politik yang manipulatif. Ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menjatuhkan lawan politik atau menguasai panggung kekuasaan secara tidak sah.
Fenomena “desakan mundur” ini patut diwaspadai sebagai bentuk political maneuver yang tidak sehat dan tidak etis dalam kehidupan bernegara. Jika dibiarkan, maka setiap kepala daerah akan terancam oleh kekuatan di luar hukum yang sewaktu-waktu bisa menggoyang stabilitas pemerintahan daerah.
Implikasi Kebijakan Negara
Negara wajib hadir untuk:
- Melindungi integritas hasil pemilu dari tekanan non-konstitusional.
- Menjaga stabilitas pemerintahan daerah agar tidak terpengaruh oleh opini liar atau tekanan sosial-politik yang tidak berdasar hukum.
- Menguatkan literasi hukum dan demokrasi agar masyarakat tidak mudah ditarik dalam gerakan-gerakan yang justru mencederai kedaulatan rakyat sendiri.
Kementerian Dalam Negeri dan lembaga penegak hukum perlu memberi batas tegas: bahwa jabatan publik hanya bisa diganti atau diberhentikan berdasarkan hukum, bukan tekanan massa.
Penutup
Demokrasi bukan hanya soal suara terbanyak, tetapi juga tentang taat pada mekanisme dan aturan yang mengikat semua pihak. Gubernur yang dipilih oleh rakyat memiliki hak dan kewenangan yang dilindungi konstitusi. Menuntut mundur kepala daerah tanpa dasar hukum yang sah bukan hanya tindakan keliru, tetapi juga membahayakan marwah demokrasi Indonesia.
“Negara hukum bukan negara tekanan. Demokrasi bukan diktator mayoritas. Pemimpin dipilih rakyat, bukan dijatuhkan oleh desakan tanpa dasar.”
Masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, dan ormas seharusnya menjadi pilar penyangga demokrasi yang dewasa—bukan alat untuk menggoyang kekuasaan yang sah demi kepentingan jangka pendek. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar