Minggu, 22 Juni 2025

GUBERNUR PILIHAN LANGSUNG TAK BISA DIMUNDURKAN

Gubernur Dipilih Rakyat, Bukan Ditekan Mundur oleh Ormas: Menjaga Marwah Demokrasi Indonesia

Oleh:

Dr. Basa Alim Tualeka, Drs., M.Si
(Pengamat Sosial Politik & Kebijakan Publik)


Puisi : 

"DIPILIH RAKYAT, BUKAN DITEKAN"

(Orde untuk Demokrasi yang Berdaulat)

Dipilih rakyat, bukan diangkat,
Ditempa oleh suara jujur yang melekat,
Bukan titipan, bukan boneka,
Tapi amanah dalam dada, nyata.

Langkahnya dimulai dari derap harapan,
Jalan panjang menuju kemenangan,
Dari pelosok kampung hingga kota besar,
Namanya dicoblos dengan ikhlas, bukan gusar.

Apakah suara rakyat bisa dibatalkan?
Apakah mandat bisa digantikan oleh tekanan?
Bila demokrasi kita wariskan dengan luka,
Akankah kita biarkan diseret oleh mereka yang pura-pura?

Seribu ormas datang membawa bendera,
Bersorak, berteriak, seolah pembela,
Namun lupa bahwa suara sejati
Datang dari hati, bukan intimidasi.

Jabatan itu bukan panggung sandiwara,
Bukan kursi yang bisa digeser semaunya,
Ia lahir dari bilik suara,
Bukan hasil rapat terbuka tanpa suara rakyat di dalamnya.

Jika ia bersalah, adukan ke hukum,
Jangan guncang langit dengan asap dan racun,
Karena negeri ini berdiri di atas konstitusi,
Bukan di bawah kaki ambisi dan ilusi.

Wahai mereka yang mencinta demokrasi,
Jagalah ia, jangan hanya pakai simbol dan frasa,
Demokrasi bukan sorak-sorai di jalanan,
Tapi kesepakatan akal sehat dan aturan.

Gubernur bukan penguasa mutlak,
Tapi ia bukan pula budak sorak,
Ia adalah pelayan harapan,
Yang tak layak diseret oleh amarah dan tekanan.

Rakyat telah memilih,
Maka biarlah ia memimpin dan menggigil,
Dalam tugas yang penuh amanah dan uji,
Jangan goyahkan kecuali dengan bukti.

Ingatlah wahai pemegang teriak dan spanduk,
Negeri ini bukan panggung rebutan gelar dan elok,
Jika kita rusak proses yang sah,
Kita akan kehilangan arah.

Maka biarlah hukum jadi hakim,
Biarlah suara rakyat tetap tegak dan bijak,
Karena pemimpin sejati akan diuji,
Bukan digulingkan oleh suara yang bising tapi sunyi. (Obasa). 


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Demokrasi Indonesia pasca-reformasi telah menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam menentukan pemimpin, baik di tingkat nasional maupun daerah. Salah satu manifestasi dari prinsip ini adalah diterapkannya pemilihan langsung kepala daerah, termasuk gubernur, oleh rakyat.

Namun dalam dinamika politik kontemporer, mulai muncul tekanan dari berbagai organisasi masyarakat (ormas), bahkan hingga ribuan, yang mendesak agar seorang gubernur mengundurkan diri. Tekanan semacam ini perlu ditelaah secara kritis, karena berpotensi mencederai demokrasi jika tidak didasarkan pada hukum dan prosedur konstitusional.


Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat

Pemilihan langsung gubernur oleh rakyat bukan sekadar prosedur teknis, tetapi merupakan simbol utama kedaulatan rakyat. Dalam sistem ini, gubernur mendapatkan legitimasi politik langsung dari rakyat, bukan dari kelompok elit, organisasi politik, maupun tekanan massa.

"Ketika seorang gubernur dipilih oleh jutaan suara rakyat, maka mandat itu hanya bisa dicabut melalui proses hukum yang sah, bukan oleh desakan 1000 ormas atau lebih."

Mengabaikan prinsip ini berarti menempatkan kekuasaan publik di bawah tekanan politik informal, yang secara fundamental bertentangan dengan semangat demokrasi.


Kerangka Hukum yang Mengikat

Dasar hukum mengenai jabatan dan pemberhentian gubernur sangat jelas:

Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 menegaskan bahwa “Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah dipilih secara demokratis.”

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 78–82, menyatakan bahwa pemberhentian kepala daerah hanya bisa dilakukan jika:

  • Meninggal dunia,
  • Berakhir masa jabatan,
  • Permintaan sendiri (tanpa tekanan),
  • Terbukti melanggar hukum dan diberhentikan melalui proses formal oleh DPRD dan Presiden.

Dengan demikian, desakan mundur oleh ormas—meskipun dalam jumlah besar—tidak memiliki kekuatan hukum yang sah. Bahkan jika gubernur mundur di bawah tekanan, hal itu bisa dianggap sebagai bentuk pemaksaan dan pelecehan terhadap sistem hukum dan demokrasi.


Analisa Politik: Antara Aspirasi dan Manipulasi

Dalam demokrasi, menyampaikan aspirasi adalah hak setiap warga negara. Namun, aspirasi yang bersifat memaksa seseorang mundur dari jabatan publik tanpa proses hukum adalah bentuk tekanan politik yang manipulatif. Ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menjatuhkan lawan politik atau menguasai panggung kekuasaan secara tidak sah.

Fenomena “desakan mundur” ini patut diwaspadai sebagai bentuk political maneuver yang tidak sehat dan tidak etis dalam kehidupan bernegara. Jika dibiarkan, maka setiap kepala daerah akan terancam oleh kekuatan di luar hukum yang sewaktu-waktu bisa menggoyang stabilitas pemerintahan daerah.


Implikasi Kebijakan Negara

Negara wajib hadir untuk:

  1. Melindungi integritas hasil pemilu dari tekanan non-konstitusional.
  2. Menjaga stabilitas pemerintahan daerah agar tidak terpengaruh oleh opini liar atau tekanan sosial-politik yang tidak berdasar hukum.
  3. Menguatkan literasi hukum dan demokrasi agar masyarakat tidak mudah ditarik dalam gerakan-gerakan yang justru mencederai kedaulatan rakyat sendiri.

Kementerian Dalam Negeri dan lembaga penegak hukum perlu memberi batas tegas: bahwa jabatan publik hanya bisa diganti atau diberhentikan berdasarkan hukum, bukan tekanan massa.


Penutup

Demokrasi bukan hanya soal suara terbanyak, tetapi juga tentang taat pada mekanisme dan aturan yang mengikat semua pihak. Gubernur yang dipilih oleh rakyat memiliki hak dan kewenangan yang dilindungi konstitusi. Menuntut mundur kepala daerah tanpa dasar hukum yang sah bukan hanya tindakan keliru, tetapi juga membahayakan marwah demokrasi Indonesia.

Negara hukum bukan negara tekanan. Demokrasi bukan diktator mayoritas. Pemimpin dipilih rakyat, bukan dijatuhkan oleh desakan tanpa dasar.

Masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, dan ormas seharusnya menjadi pilar penyangga demokrasi yang dewasa—bukan alat untuk menggoyang kekuasaan yang sah demi kepentingan jangka pendek. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini