Menjaga Marwah Kepemimpinan dan Integritas Pemerintahan Daerah
Oleh: Basa Alim Tualeka (Obasa).
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Dalam sistem pemerintahan daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur memegang posisi strategis sebagai kepala dan wakil kepala daerah. Mereka adalah simbol dan pelaksana utama kebijakan publik yang lahir dari proses pemilihan langsung oleh rakyat. Dengan mandat tersebut, mereka diberi tanggung jawab untuk merumuskan, mengarahkan, dan mengawasi jalannya pemerintahan daerah.
Namun, dalam beberapa kasus yang melibatkan penyalahgunaan dana hibah, muncul tudingan dan asumsi bahwa kepala daerah secara otomatis ikut terlibat dalam praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Tuduhan semacam itu harus dilihat secara proporsional dan berbasis bukti hukum, bukan sekadar opini publik atau tekanan politik sesaat.
Posisi Kepala Daerah dalam Kebijakan Dana Hibah
Dana hibah adalah salah satu bentuk bantuan keuangan dari pemerintah daerah kepada kelompok masyarakat, organisasi, lembaga, atau institusi lain yang memenuhi syarat. Prosesnya diatur secara ketat dalam regulasi, termasuk dalam:
- Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah,
- Peraturan Gubernur, dan
- Keputusan Kepala Dinas Teknis.
Dalam konteks ini, Gubernur dan Wakil Gubernur bertindak sebagai pembuat kebijakan umum, bukan sebagai pelaksana teknis. Artinya, mereka menetapkan kebijakan hibah melalui peraturan dan penganggaran, namun tidak turun langsung melakukan verifikasi proposal atau pencairan anggaran kepada penerima.
Tanggung Jawab Proporsional: Siapa Bertanggung Jawab atas Apa?
1. Gubernur dan Wakil Gubernur
Bertanggung jawab pada arah kebijakan dan pengawasan makro.
Jika terbukti bahwa sistem yang mereka rancang membuka celah korupsi, maka itu menjadi tanggung jawab moral dan politik.
Namun, jika kebijakan sudah benar dan penyimpangan terjadi di tingkat pelaksana, maka hal itu adalah domain hukum bagi oknum yang bersangkutan.
2. Pejabat Pelaksana (Dinas, Sekretariat, dan OPD)
Bertanggung jawab atas verifikasi proposal, seleksi penerima, pencairan dana, hingga monitoring dan evaluasi.
Jika ditemukan rekayasa, manipulasi data, atau pemerasan dalam proses teknis, maka merekalah yang wajib dimintai pertanggungjawaban.
3. Inspektorat dan Aparat Pengawasan Intern
Berperan melakukan audit internal dan memberikan peringatan dini atas potensi penyimpangan.
Jika sistem pengawasan tidak berjalan, maka pembiaran tersebut menjadi bagian dari kelemahan struktural yang harus dibenahi.
Langkah Tegas dan Solutif
Untuk menjawab kecurigaan publik dan menjaga kredibilitas pemerintahan daerah, perlu ditempuh langkah-langkah berikut:
1. Investigasi Transparan
Jika ada dugaan penyimpangan dana hibah, lakukan investigasi terbuka dan berbasis data.
Libatkan inspektorat, BPK, dan jika perlu KPK, untuk menjamin objektivitas penyelidikan.
2. Penegakan Hukum
Setiap pelaku, baik ASN, pejabat daerah, maupun penerima hibah yang menyalahgunakan dana, harus diproses secara hukum tanpa pandang bulu.
3. Pencegahan dan Reformasi
- Digitalisasi sistem pengusulan dan pencairan hibah.
- Transparansi publik atas daftar penerima dan besaran hibah.
- Evaluasi berkala terhadap efektivitas program dan dampaknya terhadap masyarakat.
Transparansi dan Akuntabilitas: Pilar Pemerintahan Bersih
1. Transparansi
Setiap proses penyaluran dana hibah harus bisa diakses publik.
Pemerintah daerah dapat membuat dashboard online penerima hibah lengkap dengan tujuan, jumlah, dan hasil evaluasi.
2. Akuntabilitas
Gubernur dan Wakil Gubernur perlu menjelaskan kebijakan hibah secara terbuka dalam forum-forum resmi seperti LKPJ, Musrenbang, atau dialog publik.
Kepala dinas dan staf teknis wajib menyiapkan pertanggungjawaban secara administratif dan hukum jika terjadi masalah.
Penutup: Jaga Integritas, Bukan Menebar Tuduhan
Kami meyakini bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur tidak terlibat dalam praktik korupsi dana hibah, selama tidak ada bukti hukum yang sah dan valid. Mereka bertugas mengawal arah pembangunan daerah dan harus didukung untuk membersihkan sistem birokrasi dari oknum yang menyimpang.
Dalam negara hukum, tidak ada tempat bagi tuduhan yang tidak berdasar. Tanggung jawab publik harus diurai secara adil, sesuai posisi, wewenang, dan bukti.
Masyarakat berhak kritis, tapi juga wajib adil. Kita butuh pemimpin yang bersih dan kuat, bukan yang dilemahkan oleh opini liar yang tak berdasar. Biarkan hukum dan fakta yang berbicara, bukan tekanan politik atau tuntutan sepihak. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar