Urgensi Kebijakan Publik dan Penanganan Tepat Guna Berbasis Energi Terbarulan.
𝗢𝗹𝗲𝗵 : 𝗕𝗮𝘀𝗮 𝗔𝗹𝗶𝗺 𝗧𝘂𝗮𝗹𝗲𝗸𝗮 (𝗼𝗯𝗮𝘀𝗮).
𝗗𝗮𝗿𝘂𝗿𝗮𝘁 𝗦𝗮𝗺𝗽𝗮𝗵, 𝗧𝗮𝗻𝗮𝗵 𝗞𝘂 𝗠𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗶𝘀
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Indonesia saat ini menghadapi krisis sampah nasional. Dengan produksi lebih dari 65 juta ton sampah per tahun (KLHK, 2023), sebagian besar masih berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah penuh dan tidak ramah lingkungan. Sampah tidak hanya mencemari alam, tetapi juga menciptakan efek domino terhadap kesehatan masyarakat, ketahanan energi, dan stabilitas kebijakan publik.
Masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya oleh satu sektor. Diperlukan pendekatan kolaboratif lintas bidang: lingkungan, kesehatan, energi, sosial, dan tata kelola pemerintahan.
Dampak Sampah yang Tak Terkelola
Menurut Dr. Nurul Aini, MPH, ahli kesehatan masyarakat:
“Sampah menjadi faktor risiko utama penyakit menular di kawasan padat penduduk. Ia memicu peningkatan DBD, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan, hingga gizi buruk karena kontaminasi air dan makanan.”
Di sisi lain, Prof. Henri Subagiyo, pakar kebijakan lingkungan menyatakan:
“Darurat sampah adalah tanda lemahnya political will dan integrasi kebijakan lintas kementerian. Jika tidak segera dikoreksi, dampaknya tidak hanya ekologis, tapi juga sosial-politik.”
Peluang Energi Terbarukan dari Sampah
Daripada menjadi beban, sampah seharusnya menjadi sumber daya, terutama untuk produksi energi listrik dan gas terbarukan melalui teknologi Waste to Energy (WtE).
Teknologi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi
1. PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)
Sampah organik dan anorganik yang mudah terbakar diolah melalui:
- Thermal conversion: insinerasi menghasilkan panas untuk menggerakkan turbin.
- Biokonversi: fermentasi anaerob menghasilkan biogas.
- Gasifikasi dan pirolisis: mengubah sampah jadi syngas (gas sintetis).
2. Produksi Biogas dari Sampah Organik
Sampah dapur, pasar, dan restoran kaya karbon dapat difermentasi menghasilkan CH₄ (metana) yang digunakan untuk kompor gas rumah tangga, genset listrik, atau kendaraan berbahan bakar gas.
Teknologi ini cocok dikembangkan di desa-desa, pesantren, dan kampung kota berbasis ekonomi rakyat.
3. Co-firing di PLTU
Sampah RDF (Refuse Derived Fuel) dicampur dengan batu bara hingga 20% untuk menurunkan emisi PLTU secara signifikan.
Studi kasus: PLTSa Benowo di Surabaya telah menghasilkan listrik dari 1.000 ton sampah/hari sejak 2021 dan menjadi percontohan nasional.
Rekomendasi Kebijakan Publik
Menurut Dr. Andika Rahman, MPA, ahli kebijakan publik:
- Wajibkan Pemda membangun unit PLTSa skala kota/kabupaten, bekerja sama dengan BUMN dan swasta.
- Insentif fiskal untuk desa mandiri energi yang memanfaatkan sampah lokal menjadi listrik atau gas rumah tangga.
- Revisi UU Sampah dan UU Energi Baru Terbarukan agar lebih sinkron dan membuka ruang investasi.
- Program edukasi nasional tentang sampah sebagai energi, mulai dari sekolah hingga majelis taklim.
Manfaat Strategis Energi dari Sampah
✅ Mengurangi volume sampah di TPA hingga 80%
✅ Menambah pasokan listrik nasional secara desentralisasi
✅ Mengurangi emisi karbon dari sektor energi dan limbah
✅ Membuka lapangan kerja hijau dalam sektor pengelolaan lingkungan
✅ Meningkatkan ketahanan energi berbasis lokal
Kesimpulan
Indonesia butuh perubahan paradigma: dari membuang menjadi mengolah, dari membakar menjadi menghasilkan. Krisis sampah harus ditanggapi dengan kebijakan menyeluruh, teknologi terbarukan, dan kepemimpinan yang berani mengambil risiko demi masa depan yang bersih dan berkelanjutan.
Sebagaimana disampaikan oleh Dr. Basa Alim Tualeka:
“Kita tidak boleh mewariskan gunungan sampah kepada anak cucu kita. Kita harus mewariskan teknologi, nilai, dan sistem yang menjadikan sampah sebagai berkah, bukan bencana.” (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar