Menjaga Kesinambungan Etika Kepemimpinan Negara dan Pemerintahan : Antara Masa Lalu dan Masa Kini
Oleh : Basa Alim Tualeka (obasa).
Puisi :
"Tongkat Amanah"
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Etika kepemimpinan negara merupakan fondasi moral yang mengarahkan perilaku, keputusan, dan kebijakan para pemimpin dalam mengelola bangsa dan pemerintahan. Dalam konteks kenegaraan, kesinambungan etika ini sangat penting karena menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan pemerintahan.
Etika bukanlah sekadar simbol moralitas, tetapi juga kompas dalam menerjemahkan visi pembangunan berkelanjutan, keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat. Maka, setiap rezim pemerintahan dituntut untuk menghormati warisan kebijakan yang relevan dan membangun yang baru secara beretika dan beradab.
Makna Kesinambungan Etika Kepemimpinan
Kesinambungan berarti menjaga keterhubungan antara pemerintahan yang silih berganti, sehingga terjadi stabilitas, keberlanjutan pembangunan, dan kepercayaan publik. Etika kepemimpinan menyangkut integritas, kejujuran, konsistensi terhadap konstitusi, dan tanggung jawab moral terhadap rakyat.
Dalam praktiknya, kesinambungan ini mencakup:
- Menghormati dan meneruskan kebijakan yang sudah baik
- Mengkaji ulang secara objektif kebijakan yang bermasalah
- Menjaga kredibilitas institusi negara
- Menghindari dendam politik dan pembalasan kekuasaan
- Kesinambungan dalam Konteks Pemerintahan Indonesia
Sejak era Soekarno hingga era reformasi dan pasca-reformasi, Indonesia mengalami perubahan politik yang signifikan. Namun, dalam setiap peralihan kekuasaan, ada kebijakan yang tetap dipertahankan atau disesuaikan berdasarkan konteks zaman dan kepentingan rakyat.
Beberapa contoh kesinambungan kebijakan:
1. Pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah
Pemerintah sejak Orde Baru telah meletakkan kerangka pembangunan jangka panjang, yang dilanjutkan dalam RPJMN oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya.
2. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Kebijakan desentralisasi yang diperkuat pasca-reformasi menjadi semangat yang tetap dijaga oleh berbagai pemerintahan.
3. Program Infrastruktur Nasional
Pembangunan jalan, bendungan, listrik desa, dan transportasi massal adalah program yang dilanjutkan lintas rezim dengan berbagai modifikasi dan penyempurnaan.
Etika Kepemimpinan: Antara Konsistensi dan Pembaruan
Pemimpin negara bukan hanya pelaksana kebijakan, tetapi juga penafsir arah bangsa. Dalam menjalankan mandatnya, pemimpin idealnya bersandar pada nilai-nilai dasar etika publik, seperti:
- Keadilan (justice): Tidak membuat kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang.
- Kepentingan umum (public interest): Mengutamakan rakyat, bukan kelompok politik tertentu.
- Akuntabilitas: Bertanggung jawab secara terbuka kepada rakyat dan hukum.
- Konsistensi moral: Tidak membenarkan yang salah demi alasan pragmatis.
Kesinambungan etika terjadi ketika pemimpin tidak menghapus secara serampangan kebijakan lama hanya karena perbedaan politik, melainkan menyaringnya berdasarkan akal sehat dan maslahat publik.
Tantangan Etika Kepemimpinan Kontemporer
1. Politik Balas Dendam
Seringkali pemimpin baru membatalkan kebijakan lama semata karena berbeda afiliasi politik, bukan karena isinya buruk. Ini mencederai kesinambungan etika.
2. Personalisasi Kekuasaan
Ketika kebijakan diukur dari siapa yang membuatnya, bukan dari nilai dan manfaatnya, maka etika hilang, dan kesinambungan rapuh.
3. Populisme dan Citra Media
Demi popularitas, kebijakan populis sering diutamakan meski tak berkelanjutan, dan menyingkirkan program-program lama yang strategis.
Dalil dan Pandangan Islam (Jika Digunakan Sebagai Landasan)
Dalam Islam, pemimpin adalah ra’in (penanggung jawab) dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Kesinambungan kepemimpinan dalam Islam menuntut pemimpin untuk:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberikan kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS. An-Nahl: 90)
Hadis Nabi ﷺ juga menegaskan:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rekomendasi Etis bagi Pemerintahan Sekarang
1. Audit dan Evaluasi Objektif Kebijakan Sebelumnya
Tidak semua yang lama buruk, dan tidak semua yang baru benar. Gunakan pendekatan akademik dan teknokratis.
2. Menghargai Warisan Institusional
Hormati dan pelihara sistem dan program yang sudah terbukti berhasil meskipun berasal dari pemerintahan sebelumnya.
3. Transparansi dan Partisipasi Publik
Libatkan akademisi, masyarakat sipil, dan media dalam setiap perubahan kebijakan agar tidak dinilai sewenang-wenang.
4. Pendidikan Etika Kepemimpinan
Calon-calon pemimpin bangsa perlu dibekali pendidikan moral, bukan hanya manajemen kekuasaan.
Penutup
Kesinambungan etika kepemimpinan bukanlah sekadar meneruskan kebijakan masa lalu, tapi lebih kepada meneruskan semangat kebaikan, keadilan, dan keberlanjutan. Kepemimpinan sejati menghargai sejarah, membangun masa kini dengan etika, dan menyiapkan masa depan yang bermartabat.
Tanpa kesinambungan etika, bangsa hanya akan terus mengulang konflik, kebijakan tambal sulam, dan krisis kepercayaan publik. Dengan etika, sejarah dan masa depan bisa menyatu dalam harmoni kebijakan yang visioner. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar