Sabtu, 07 Juni 2025

MENGHORMATI KESINAMBUNGAN ETIKA KEPEMIMPINAN NEGARA DAN PEMERINTAHAN

Menjaga Kesinambungan Etika Kepemimpinan Negara dan Pemerintahan : Antara Masa Lalu dan Masa Kini

Oleh : Basa Alim Tualeka (obasa). 


Puisi : 

"Tongkat Amanah"

Pemerintahan datang dan pergi,
laksana ombak berganti hari.
Namun negeri bukan milik satu masa,
melainkan warisan jiwa bangsa.

Pemimpin sejati tak membakar warisan,
ia rawat benih dengan bijaksana.
Tak memutus tali kebijakan lama,
asal berpijak pada rakyat dan fakta.

Bukan soal siapa yang memulai,
tapi siapa yang terus memperbaiki.
Bukan saling menyalahkan,
tapi melanjutkan yang belum dituntaskan.

Etika bukan aksesoris pidato,
ia cahaya di setiap keputusan.
Dalam akal, dalam hati, dalam kerja nyata—
di situlah kehormatan negara dijaga.

Jika kekuasaan adalah titipan,
maka sejarah adalah saksi utama.
Yang merawat, dikenang.
Yang merusak, dikenang juga—dalam luka.

Wahai pemimpin hari ini,
jangan menebang pohon yang belum kau tanam.
Lanjutkan langkah, tambah makna.
Agar negeri ini tak hanya besar… tapi mulia. (Mulia) 


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Etika kepemimpinan negara merupakan fondasi moral yang mengarahkan perilaku, keputusan, dan kebijakan para pemimpin dalam mengelola bangsa dan pemerintahan. Dalam konteks kenegaraan, kesinambungan etika ini sangat penting karena menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan pemerintahan.

Etika bukanlah sekadar simbol moralitas, tetapi juga kompas dalam menerjemahkan visi pembangunan berkelanjutan, keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat. Maka, setiap rezim pemerintahan dituntut untuk menghormati warisan kebijakan yang relevan dan membangun yang baru secara beretika dan beradab.


Makna Kesinambungan Etika Kepemimpinan

Kesinambungan berarti menjaga keterhubungan antara pemerintahan yang silih berganti, sehingga terjadi stabilitas, keberlanjutan pembangunan, dan kepercayaan publik. Etika kepemimpinan menyangkut integritas, kejujuran, konsistensi terhadap konstitusi, dan tanggung jawab moral terhadap rakyat.


Dalam praktiknya, kesinambungan ini mencakup:

  • Menghormati dan meneruskan kebijakan yang sudah baik
  • Mengkaji ulang secara objektif kebijakan yang bermasalah
  • Menjaga kredibilitas institusi negara
  • Menghindari dendam politik dan pembalasan kekuasaan
  • Kesinambungan dalam Konteks Pemerintahan Indonesia


Sejak era Soekarno hingga era reformasi dan pasca-reformasi, Indonesia mengalami perubahan politik yang signifikan. Namun, dalam setiap peralihan kekuasaan, ada kebijakan yang tetap dipertahankan atau disesuaikan berdasarkan konteks zaman dan kepentingan rakyat.


Beberapa contoh kesinambungan kebijakan:

1. Pelaksanaan Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah

Pemerintah sejak Orde Baru telah meletakkan kerangka pembangunan jangka panjang, yang dilanjutkan dalam RPJMN oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya.


2. Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Kebijakan desentralisasi yang diperkuat pasca-reformasi menjadi semangat yang tetap dijaga oleh berbagai pemerintahan.


3. Program Infrastruktur Nasional

Pembangunan jalan, bendungan, listrik desa, dan transportasi massal adalah program yang dilanjutkan lintas rezim dengan berbagai modifikasi dan penyempurnaan.


Etika Kepemimpinan: Antara Konsistensi dan Pembaruan

Pemimpin negara bukan hanya pelaksana kebijakan, tetapi juga penafsir arah bangsa. Dalam menjalankan mandatnya, pemimpin idealnya bersandar pada nilai-nilai dasar etika publik, seperti:

  • Keadilan (justice): Tidak membuat kebijakan yang hanya menguntungkan segelintir orang.
  • Kepentingan umum (public interest): Mengutamakan rakyat, bukan kelompok politik tertentu.
  • Akuntabilitas: Bertanggung jawab secara terbuka kepada rakyat dan hukum.
  • Konsistensi moral: Tidak membenarkan yang salah demi alasan pragmatis.

Kesinambungan etika terjadi ketika pemimpin tidak menghapus secara serampangan kebijakan lama hanya karena perbedaan politik, melainkan menyaringnya berdasarkan akal sehat dan maslahat publik.


Tantangan Etika Kepemimpinan Kontemporer

1. Politik Balas Dendam

Seringkali pemimpin baru membatalkan kebijakan lama semata karena berbeda afiliasi politik, bukan karena isinya buruk. Ini mencederai kesinambungan etika.

2. Personalisasi Kekuasaan

Ketika kebijakan diukur dari siapa yang membuatnya, bukan dari nilai dan manfaatnya, maka etika hilang, dan kesinambungan rapuh.

3. Populisme dan Citra Media

Demi popularitas, kebijakan populis sering diutamakan meski tak berkelanjutan, dan menyingkirkan program-program lama yang strategis.


Dalil dan Pandangan Islam (Jika Digunakan Sebagai Landasan)

Dalam Islam, pemimpin adalah ra’in (penanggung jawab) dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Kesinambungan kepemimpinan dalam Islam menuntut pemimpin untuk:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberikan kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS. An-Nahl: 90)

Hadis Nabi ﷺ juga menegaskan:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Rekomendasi Etis bagi Pemerintahan Sekarang

1. Audit dan Evaluasi Objektif Kebijakan Sebelumnya

Tidak semua yang lama buruk, dan tidak semua yang baru benar. Gunakan pendekatan akademik dan teknokratis.

2. Menghargai Warisan Institusional

Hormati dan pelihara sistem dan program yang sudah terbukti berhasil meskipun berasal dari pemerintahan sebelumnya.

3. Transparansi dan Partisipasi Publik

Libatkan akademisi, masyarakat sipil, dan media dalam setiap perubahan kebijakan agar tidak dinilai sewenang-wenang.

4. Pendidikan Etika Kepemimpinan

Calon-calon pemimpin bangsa perlu dibekali pendidikan moral, bukan hanya manajemen kekuasaan.


Penutup

Kesinambungan etika kepemimpinan bukanlah sekadar meneruskan kebijakan masa lalu, tapi lebih kepada meneruskan semangat kebaikan, keadilan, dan keberlanjutan. Kepemimpinan sejati menghargai sejarah, membangun masa kini dengan etika, dan menyiapkan masa depan yang bermartabat.

Tanpa kesinambungan etika, bangsa hanya akan terus mengulang konflik, kebijakan tambal sulam, dan krisis kepercayaan publik. Dengan etika, sejarah dan masa depan bisa menyatu dalam harmoni kebijakan yang visioner. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini