Menakar Ulang Makna Pendidikan Tinggi di Era Digital
Oleh : Basa Alim Tualeka (obasa).
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Perkembangan teknologi digital dan perubahan struktur sosial telah mendorong lahirnya perspektif baru dari Generasi Z (Gen Z) terhadap pentingnya pendidikan tinggi. Gen Z tumbuh di tengah akses informasi yang luas, peluang mandiri yang terbuka, dan berkembangnya ekosistem kerja non-tradisional. Artikel ini membahas secara komprehensif bagaimana Gen Z menimbang antara melanjutkan kuliah di perguruan tinggi atau langsung terjun berkarya dalam dunia nyata. Bagi sebagian Gen Z, kuliah masih dianggap penting sebagai akses terhadap profesi resmi, validasi akademik, dan jejaring sosial. Namun, tidak sedikit yang lebih memilih berkarya melalui jalur wirausaha, kursus daring, atau profesi digital, karena dinilai lebih aplikatif dan fleksibel. Tulisan ini juga menyoroti tantangan dan peluang bagi lembaga pendidikan tinggi dalam merespons perubahan paradigma ini, termasuk perlunya inovasi kurikulum dan pembelajaran berbasis keterampilan. Dengan pendekatan kualitatif-deskriptif, artikel ini menyimpulkan bahwa kuliah dan berkarya bukanlah dua pilihan yang saling meniadakan, melainkan dua jalur yang dapat saling melengkapi bila sistem pendidikan mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman dan karakter generasi baru.
Kata kunci: Gen Z, pendidikan tinggi, kuliah, berkarya, digitalisasi, relevansi pendidikan.
Generasi Z (Gen Z), yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, tumbuh dalam dunia yang serba cepat, digital, dan penuh dengan peluang baru di luar jalur konvensional. Salah satu pertanyaan besar yang sering muncul dalam benak mereka adalah: "Apakah kuliah di perguruan tinggi masih penting?" atau justru "Lebih baik langsung berkarya dan menghasilkan?"
Pertanyaan ini bukan sekadar pilihan jalur hidup, tetapi mencerminkan pergeseran cara pandang terhadap makna pendidikan di era digital. Artikel ini akan membahas bagaimana Gen Z menilai pentingnya kuliah, alasan di balik pilihan mereka, serta implikasi sosial dan ekonomi dari tren ini.
Kuliah: Nilai Tradisional yang Masih Relevan
Bagi sebagian Gen Z, kuliah tetap memiliki nilai strategis dan simbolik. Mereka yang memilih melanjutkan ke perguruan tinggi biasanya melihat:
1. Akses ke Profesi Resmi dan Ilmu Akademik
Profesi seperti dokter, insinyur, arsitek, pengacara, dosen, dan psikolog masih mewajibkan gelar akademik. Kuliah menjadi satu-satunya jalur legal untuk menekuni karier tersebut.
2. Jejaring Sosial dan Profesional
Perguruan tinggi adalah tempat bertemu banyak orang dari berbagai latar belakang. Organisasi kampus, komunitas ilmiah, serta program magang memberi pengalaman sosial dan profesional yang berharga.
3. Validasi Kompetensi Formal
Di dunia kerja formal, terutama sektor pemerintahan dan korporasi besar, ijazah S1 masih menjadi syarat utama. Meski perlahan berubah, sertifikasi akademik tetap memiliki nilai.
Berkarya: Jalan Alternatif yang Semakin Diterima
Namun, tidak sedikit dari Gen Z yang merasa kuliah bukan satu-satunya jalan menuju masa depan yang sukses. Sebagian dari mereka memilih jalur nonkonvensional:
1. Berwirausaha Sejak Dini
Banyak Gen Z yang membuka bisnis online, menjadi reseller, dropshipper, atau memproduksi konten digital yang menghasilkan. Modal kecil, teknologi mudah, dan pasar luas menjadi peluang nyata.
2. Belajar Mandiri dan Sertifikasi Alternatif
Platform seperti Coursera, Google Certification, dan bootcamp coding menawarkan pembelajaran praktis dengan waktu singkat dan biaya lebih terjangkau. Mereka fokus pada keterampilan, bukan gelar.
3. Kritik terhadap Sistem Pendidikan
Sebagian merasa kuliah hanya membuang waktu dengan materi yang tidak aplikatif. Gen Z lebih menyukai pendidikan yang fleksibel, adaptif, dan berbasis proyek (project-based learning).
Fakta Sosial: Pergeseran Persepsi
Menurut survei dari World Economic Forum dan McKinsey:
- 64% Gen Z percaya kesuksesan tidak harus melalui pendidikan tinggi.
- Di Indonesia, banyak lulusan S1 bekerja tidak sesuai bidangnya, bahkan dengan upah minimum.
- Minat pada bootcamp, kursus online, dan pelatihan digital meningkat tajam, khususnya di bidang IT, desain, dan marketing digital.
Menimbang Ulang: Kuliah atau Berkarya?
Kuliah tetap penting jika:
- Ingin masuk dunia profesional formal.
- Butuh landasan akademik kuat.
- Ingin memperluas jejaring.
Berkarya bisa lebih tepat jika:
- Sudah punya keterampilan atau produk yang jelas.
- Tidak ingin terikat sistem formal.
- Siap belajar mandiri dan bertanggung jawab atas karier sendiri.
Yang dibutuhkan adalah pendidikan yang lentur dan multidimensi, bukan pilihan biner antara “kuliah” atau “tidak kuliah.”
Rekomendasi untuk Perguruan Tinggi:
Agar tetap relevan di mata Gen Z, perguruan tinggi harus:
- Membuka ruang kreativitas dan inovasi... bukan sekadar teori.
- Menerapkan metode pembelajaran hybrid dan digital.
- Kolaborasi dengan industri agar materi kuliah sesuai kebutuhan kerja nyata.
- Menawarkan program pembelajaran berbasis proyek, magang, dan portofolio.
Penutup
Generasi Z bukanlah generasi yang menolak pendidikan, melainkan generasi yang menuntut pendidikan yang relevan, fleksibel, dan bermakna. Mereka tidak anti-kuliah, tapi juga tidak mau kuliah hanya karena “ikut-ikutan”.
Pertanyaannya bukan lagi “kuliah atau tidak?”, tapi “bagaimana pendidikan tinggi bisa menjadi bagian dari perjalanan berkarya yang otentik, efektif, dan berdaya guna.” (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar