Rabu, 06 Agustus 2025

ABOLISI DAN AMNESTI: KEWENANGAN PRESIDEN DAN BATAS KEADILAN YANG SEHARUSNYA DIJAGA

Abolisi dan Amnesti: Kewenangan Presiden dan Batas Keadilan yang Seharusnya Dijaga

Oleh: Dr. Basa Alim Tualeka, M.Si (obasa). 


Puisi : 

"Abolisi Bukan Untuk Melindungi Tahta"

Di meja kekuasaan sunyi mengendap,
Tinta Presiden menari dalam gelap.
Bukan untuk menghukum, bukan untuk memaafkan,
Tapi untuk menebus keadilan yang hilang perlahan.

Apakah ini abolisi atau amnesti?
Kata-kata indah yang lahir dari konstitusi,
Namun jiwanya harus jujur dan berani,
Bukan sekadar upeti bagi mereka yang setia berdiri.

Kau yang di ujung kursi rakyat,
Pernah dihukum karena menyuarakan hak,
Pernah dibungkam karena menolak diam,
Pernah dipenjara karena mencintai kebenaran.

Apakah abolisi akan singgah padamu juga?
Atau hanya kepada mereka yang punya kuasa?
Apakah hukum kini merdeka?
Atau masih jadi pelayan politik yang berpesta?

Wahai Presiden, tinta itu sakral,
Jangan goreskan untuk yang sekadar loyal.
Berilah pada yang terzalimi dan terbuang,
Bukan pada yang membungkam sambil tersenyum tenang.

Jika benar kau ingin bersih dari warisan kelam,
Maka bersihkan juga lumpur di tangan hukum yang dalam.
Jangan hanya satu dua yang diselamatkan,
Sementara ribuan masih dalam jeratan.

Abolisi bukan permakluman atas dosa,
Tapi jalan untuk memulihkan luka bangsa.
Jika kau berani, bukalah semua tabir,
Dan izinkan hukum berdiri sendiri — tanpa takhta, tanpa takbir.


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Presiden memiliki sejumlah hak prerogatif yang hanya bisa dijalankan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Salah satu di antaranya adalah pemberian amnesti dan abolisi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945.


Baru-baru ini, pemberian abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi sorotan publik. Langkah ini dianggap sebagai tindakan politik hukum yang berani namun menimbulkan pertanyaan. Artikel ini akan membedah aspek hukum, politik, serta pandangan pakar tentang siapa yang pantas diberikan abolisi atau amnesti, disertai kritik terhadap potensi penyalahgunaan kewenangan tersebut.


Pengertian Abolisi dan Amnesti

📘 Abolisi

Adalah penghapusan proses hukum pidana sebelum atau selama proses berlangsung. Orang yang diberi abolisi dibebaskan dari tuntutan, meskipun belum ada putusan pengadilan.


> Prof. Jimly Asshiddiqie (mantan Ketua MK) menjelaskan:

> "Abolisi adalah tindakan Presiden yang menyatakan bahwa perkara pidana tertentu tidak perlu diteruskan ke pengadilan karena alasan kemanusiaan atau politik nasional."


📘 Amnesti

Adalah pengampunan terhadap seseorang yang sudah dijatuhi pidana. Berbeda dari grasi yang hanya mengurangi hukuman, amnesti menghapus status pidana secara menyeluruh.


> Prof. Mahfud MD (mantan Menkopolhukam dan Guru Besar Hukum Tata Negara):

> “Amnesti biasanya diberikan dalam konteks politik nasional, konflik horizontal, atau untuk mendamaikan pihak-pihak yang sebelumnya bertentangan dengan negara.”


Kapan Abolisi dan Amnesti Layak Diberikan?

✅ Layak diberikan jika:

Proses hukum terjadi karena kriminalisasi atau tekanan politik.

Kasus menyangkut aktivitas demokratis seperti protes, kritik, dan partisipasi warga negara.

Pelanggaran hukum tidak menyebabkan kerugian besar pada masyarakat.

Ada kepentingan rekonsiliasi nasional, seperti penyelesaian konflik bersenjata atau separatisme.


> Dr. Margarito Kamis, ahli hukum tata negara, menekankan:

> “Abolisi dan amnesti jangan diberikan karena balas jasa politik, melainkan demi keadilan substansial. Kalau tidak, maka kewenangan Presiden berubah jadi instrumen pelindung elite.”


Kritik Terhadap Pemberian Abolisi

⚠️ 1. Potensi Intervensi Kekuasaan terhadap Hukum

Pemberian abolisi kepada tokoh tertentu seperti Tom Lembong dapat dibaca sebagai sinyal politik bahwa hukum telah digunakan secara salah di masa lalu. Namun, tanpa penjelasan transparan, hal ini bisa dianggap pengaturan balik kasus hukum oleh Presiden.

> Prof. Susi Dwi Harijanti (Universitas Padjadjaran):

"Kewenangan Presiden memang konstitusional, tapi jika digunakan tanpa akuntabilitas, maka akan menimbulkan delegitimasi terhadap sistem peradilan."


⚠️ 2. Tidak Menyelesaikan Akar Masalah

Jika abolisi hanya menyasar satu-dua tokoh, maka akar masalah — yaitu penggunaan hukum sebagai alat kekuasaan — tidak terselesaikan. Harus ada perombakan menyeluruh terhadap:

Pasal-pasal karet dalam KUHP dan UU ITE.

Independensi penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK.


⚠️ 3. Risiko Jadi Komoditas Politik

Abolisi dan amnesti bisa menjadi alat tawar-menawar dalam politik praktis. Misalnya, digunakan untuk merangkul lawan politik agar bergabung ke koalisi, atau mengamankan loyalis tertentu dari jerat hukum.


Pandangan Pakar Politik: Simbol Rekonsiliasi atau Kalkulasi Politik?

> Prof. Firman Noor (LIPI):

“Abolisi atau amnesti bisa positif jika menjadi bagian dari proses rekonsiliasi yang sehat. Tapi jika hanya untuk elite, dan tidak menyentuh rakyat yang mengalami kriminalisasi, maka itu hanya kosmetik politik.”


> Rocky Gerung (Pengamat Politik):

"Kalau Presiden memberi abolisi karena menyadari bahwa hukum selama ini digunakan untuk menekan lawan, maka dia harus bertanggung jawab membersihkan sistem. Kalau tidak, itu hanya dagangan moral."


Contoh Positif dan Negatif

Positif:

Amnesti untuk mantan anggota GAM dan OPM dalam rangka perdamaian Aceh dan Papua.

Abolisi untuk aktivis pro-demokrasi pada era transisi Reformasi.

Negatif:

Amnesti atau abolisi diberikan untuk elite koruptor atau pelaku pelanggaran HAM berat.

Pemberian tanpa proses publik, tanpa pertimbangan etis dan moral yang kuat.


Rekomendasi Kebijakan

1. Buat Mekanisme Penilaian Terbuka

Bentuk tim independen yang melibatkan unsur hukum, HAM, dan masyarakat sipil dalam setiap proses pemberian abolisi/amesti.

2. Reformasi UU dan Lembaga Hukum

Revisi pasal-pasal karet dan perkuat independensi aparat hukum agar tidak mudah dipolitisasi.

3. Berikan Kepada yang Tepat

Prioritaskan rakyat biasa, aktivis, mahasiswa, dan wartawan korban kriminalisasi — bukan hanya elite politik.

4. Transparansi dan Akuntabilitas Publik

Presiden wajib menjelaskan kepada publik alasan pemberian abolisi/amesti, termasuk rekam jejak kasusnya.


Penutup: Jangan Abolisi Keadilan

Pemberian abolisi atau amnesti adalah instrumen hukum yang sakral, karena menyangkut nyawa hukum dan keadilan itu sendiri. Di tangan pemimpin yang bijaksana, abolisi dapat menjadi jembatan rekonsiliasi dan penegak keadilan yang tertunda. Namun di tangan pemimpin yang salah, ia bisa menjadi senjata pelindung elit dan pemutih dosa politik.

Hukum tidak boleh dikalahkan oleh kekuasaan. Hukum harus menjadi pelindung seluruh warga negara, bukan hanya yang dekat dengan istana. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini