Sabtu, 30 Agustus 2025

DEMO RUSUH, ADA APA?

Demo Rusuh: Cerminan Kemarahan Rakyat Akibat Tekanan Ekonomi

Oleh : Basa Alim Tualeka (Obasa) 


Puisi: 

"Jerit Rakyat di Jalanan"

Di bawah terik matahari yang membakar,
ribuan langkah menapaki jalan berdebu,
suara rakyat pecah bagai gelombang samudera,
menyuarakan luka, memanggil keadilan yang tak kunjung tiba.

Pajak memagut tulang,
harga melambung menelan harapan,
pengangguran merajalela tanpa pintu kerja,
kemiskinan menjerat keluarga demi keluarga.

Di satu sisi, rakyat menahan lapar,
menghitung receh untuk sekedar bertahan,
di sisi lain, layar kaca menayangkan pesta,
para penguasa, pejabat, dan pengusaha beradu pamer harta.

Mobil mewah berkilau bagai istana,
rumah megah menjulang dengan tembok tinggi,
sementara gubuk-gubuk reyot menangis,
atap bocor, perut kosong, harapan nyaris habis.

Maka rakyat pun turun ke jalan,
bukan sekadar ingin marah,
tapi ingin didengar, ingin dihargai,
ingin hidup yang layak tanpa tipu daya.

Kadang damai, penuh orasi, penuh doa,
kadang meledak jadi api anarkis,
bukan karena benci pada negeri,
tapi karena negeri seakan buta dan tuli.

Wahai eksekutif, yang duduk di kursi kuasa,
wahai legislatif, yang bersuara atas nama rakyat,
wahai yudikatif, yang menjanjikan keadilan,
wahai pengusaha, yang menimbun harta tanpa batas,
ingatlah—negeri ini bukan milik segelintir,
tapi milik semua jiwa yang lahir di tanah air.

Jika kalian terus berpesta dalam keserakahan,
sementara rakyat dibiarkan karam dalam penderitaan,
maka jangan salahkan jalanan yang bergolak,
jangan salahkan rakyat yang berteriak.

Karena demo adalah suara,
rusuh adalah tanda luka,
kemarahan rakyat bukanlah dosa,
tetapi jerit keadilan yang lama dibungkam kata. (Obasa) 


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Demonstrasi adalah salah satu wajah demokrasi, di mana rakyat menyampaikan aspirasi, kritik, dan protes terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil. Namun, ketika demonstrasi berubah menjadi rusuh, itu bukan sekadar tindakan anarkis tanpa arah, melainkan cermin dari akumulasi kemarahan rakyat yang tertekan secara ekonomi, sosial, maupun politik.

Hari ini, kita melihat bahwa di balik setiap kerusuhan massa, ada kegelisahan mendalam: beban pajak yang semakin berat, krisis ekonomi global yang menghimpit, angka pengangguran yang tinggi, dan kemiskinan yang belum terselesaikan. Sementara itu, di sisi lain, rakyat menyaksikan eksekutif, yudikatif, legislatif, dan para pengusaha seolah-olah berpesta pora dengan memamerkan kekayaan.


Tekanan Ekonomi yang Membakar Emosi Rakyat

1. Pajak yang Membebani

Banyak kebijakan pajak yang dirasakan semakin mencekik rakyat kecil. Alih-alih menjadi instrumen kesejahteraan, pajak justru dianggap sebagai beban baru yang mempersempit ruang hidup masyarakat bawah.

2. Krisis Ekonomi dan Daya Beli Menurun

Inflasi, harga bahan pokok yang terus naik, serta melemahnya nilai tukar rupiah memperburuk situasi. Daya beli masyarakat melemah, sementara kebutuhan pokok tidak bisa ditunda.

3. Pengangguran yang Menganga

Lulusan pendidikan tinggi maupun rendah sama-sama kesulitan mencari pekerjaan. Industri tidak tumbuh signifikan, UMKM belum sepenuhnya kuat, dan kesempatan kerja semakin sempit.

4. Kemiskinan yang Membelenggu

Di desa maupun kota, kesenjangan semakin nyata. Banyak rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, sementara hanya segelintir orang menikmati kekayaan berlimpah.


Ketidakadilan Sosial: Rakyat Melarat, Elite Berpesta

Di tengah kesulitan ekonomi rakyat, publik setiap hari disuguhi pemandangan yang kontras:

  • Eksekutif tampil dengan mobil mewah dan fasilitas negara yang super nyaman.
  • Legislatif sibuk dengan anggaran besar, perjalanan dinas, dan gaji fantastis.
  • Yudikatif sering tercoreng kasus suap dan korupsi.
  • Pengusaha besar pamer kekayaan lewat media sosial, seakan tidak peduli dengan jeritan rakyat.

Kesenjangan inilah yang memicu ledakan emosi rakyat. Ketika keadilan sosial hanya menjadi slogan, rakyat merasa tidak punya saluran lain kecuali turun ke jalan.


Demo Rusuh: Antara Aspirasi dan Frustrasi

Demo yang berakhir rusuh sering dipicu oleh dua hal:

1. Aspirasi yang Tidak Didengar

Rakyat sudah berulang kali menyuarakan tuntutan, tetapi diabaikan. Akhirnya, emosi memuncak dan berubah menjadi kerusuhan.

2. Frustrasi Kolektif

Tekanan hidup yang berkepanjangan membuat masyarakat mudah tersulut. Rasa tidak adil, kemiskinan, dan kesenjangan mempercepat proses radikalisasi dalam gerakan massa.


Jalan Keluar: Mendengar, Mengubah, Mensejahterakan

Kerusuhan bukanlah solusi. Namun, kerusuhan juga tidak lahir dari ruang hampa. Oleh karena itu, jalan keluar harus bersifat menyeluruh:

Pemerintah wajib hadir dengan kebijakan ekonomi yang pro-rakyat, bukan pro-elite. Pajak harus adil, subsidi tepat sasaran, dan lapangan kerja harus diciptakan.

Legislatif harus berhenti menjadi tukang stempel kekuasaan, kembali berpihak pada rakyat dengan fungsi kontrol yang sejati.

Yudikatif harus bersih dari praktik suap, agar rakyat percaya bahwa hukum ditegakkan secara adil.

Pengusaha harus berperan sebagai mitra rakyat, bukan predator ekonomi. Jangan hanya memamerkan kekayaan, tapi ikut serta membangun kesejahteraan bersama.


Penutup

Demo rusuh sejatinya adalah cermin kemarahan rakyat akibat tekanan ekonomi dan ketidakadilan sosial. Selama pemerintah, aparat hukum, wakil rakyat, dan pengusaha tidak memperhatikan nasib rakyat kecil, potensi ledakan massa akan selalu ada.

Rakyat tidak butuh tontonan kemewahan para elite. Rakyat butuh keadilan, kesejahteraan, dan kepastian hidup. Karena itu, jika suara rakyat terus diabaikan, maka demo rusuh akan terus berulang, bukan karena rakyat haus kerusuhan, tetapi karena mereka lapar akan keadilan. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini