Sabtu, 30 Agustus 2025

PARA PEMIMPIN TINGGALKAN EGOIS

 

Egois Menjadi Ancaman Persatuan, Jalan Keluar Kembali ke Pancasila dan UUD 1945

Oleh : Basa Alim Tualeka (obasa)


Puisi: 

"Ego dan Pancasila"

Ego bertemu ego,
bagai gelombang menghantam karang,
saling menyalahkan,
saling membenarkan,
tiada henti pertentangan.

Di lorong bangsa,
perbedaan jadi jurang,
bukan jembatan persaudaraan,
hingga rukun terasa jauh,
damai bagai mimpi yang terlelap.

Namun, Pancasila berdiri tegar,
lima sila memanggil jiwa,
dari sabang sampai merauke,
dari tanah hingga samudera,
menyatukan warna yang berbeda.

UUD 1945 jadi penuntun,
aturan jadi pagar kehidupan,
agar kita tak terjatuh,
dalam lubang keserakahan,
dalam perang sesama saudara.

Wahai anak negeri,
jangan biarkan ego membakar,
padamkan api dengan kasih,
sebab bangsa ini lahir,
dari darah, air mata, dan doa bersama.

Rukunlah kita,
seperti sawah dan hujan,
damailah kita,
seperti bulan dan malam.
Karena hanya dengan persatuan,
Indonesia tetap tegak di hadapan zaman. (Obasa). 


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Bangsa Indonesia lahir dari semangat persatuan dalam keberagaman. Namun, dalam perjalanan berbangsa, kita sering menghadapi pertentangan yang muncul karena ego. Ketika ego bertemu dengan ego, maka yang lahir adalah saling menyalahkan, saling menjatuhkan, dan sikap merasa paling benar sendiri.

Situasi seperti ini berbahaya. Tidak ada titik temu, tidak ada ruang untuk dialog sehat, yang ada hanyalah perpecahan dan konflik yang menguras energi bangsa. Padahal, Indonesia berdiri di atas fondasi yang kokoh: Pancasila, UUD 1945, dan aturan hukum yang berlaku. Ketiganya seharusnya menjadi pedoman bersama agar kehidupan berbangsa tetap rukun dan damai.


Ego dan Sifat Dasarnya

Ego dalam arti negatif adalah dorongan untuk membenarkan diri, menolak kritik, dan mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok di atas kepentingan umum.

Di ranah politik, ego muncul ketika partai atau elite lebih sibuk berebut kekuasaan daripada memperjuangkan rakyat.

Di lembaga hukum, ego tampak saat institusi saling klaim paling benar, padahal keadilan terabaikan.

Di masyarakat, ego hadir ketika perbedaan pendapat dianggap permusuhan, bukan kekayaan dalam demokrasi.

Akibatnya, bangsa mudah terpecah. Setiap masalah diselesaikan dengan adu argumen, adu kekuatan, bahkan adu gengsi, bukan dengan musyawarah dan gotong royong.


Dampak Ego yang Bertemu dengan Ego

1. Hilangnya Dialog Sehat

Diskusi berubah menjadi perdebatan tanpa ujung, bukan mencari solusi tetapi hanya mempertahankan pendapat masing-masing.

2. Polarisasi Sosial dan Politik

Masyarakat terbelah ke dalam kelompok-kelompok yang saling curiga, saling hujat, bahkan saling meniadakan.

3. Lumpuhnya Kepemimpinan

Pemimpin yang hanya mengandalkan ego tidak akan mampu merangkul semua pihak, sehingga kepercayaan rakyat melemah.

4. Terhambatnya Kemajuan Bangsa

Energi yang seharusnya dipakai untuk membangun bangsa habis dalam konflik internal yang tidak produktif.


Jalan Keluar: Kembali ke Pancasila dan UUD 1945

Indonesia sudah memiliki kompas moral dan hukum yang jelas: Pancasila, UUD 1945, dan aturan turunannya.

Pancasila mengajarkan persatuan, keadilan, kemanusiaan, dan musyawarah mufakat. Dengan Pancasila, ego dapat diredam karena kepentingan bersama ditempatkan di atas kepentingan pribadi.

UUD 1945 menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. Tidak ada pihak yang boleh merasa di atas hukum atau mengabaikan aturan yang berlaku.

Aturan hukum lainnya adalah instrumen untuk memastikan kehidupan masyarakat berjalan tertib, adil, dan setara.

Ketika semua pihak kembali berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, maka ruang ego akan terkikis, digantikan oleh sikap saling menghargai dan saling melengkapi.


Rukun dan Damai dalam Perbedaan

Perbedaan adalah sunnatullah dalam kehidupan manusia. Indonesia, dengan keragaman suku, agama, budaya, dan bahasa, adalah bukti nyata bahwa perbedaan bisa menjadi kekuatan, bukan kelemahan.

Rukun dan damai bukan berarti semua orang harus sama, tetapi bagaimana perbedaan tetap dijaga dalam bingkai persatuan. Untuk itu, diperlukan:

  1. Kesediaan untuk mengalah demi kepentingan bersama.
  2. Dialog yang jujur dan terbuka.
  3. Komitmen untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas ego pribadi atau kelompok.


Penutup

Ketika ego bertemu dengan ego, yang muncul hanyalah saling menyalahkan dan membenarkan diri sendiri. Tidak ada kesamaan, selalu ada perbedaan, dan akhirnya yang terjadi adalah upaya menjatuhkan satu sama lain.

Namun, bangsa Indonesia tidak boleh terjebak dalam lingkaran ego. Jalan keluar yang sejati adalah kembali pada Pancasila, UUD 1945, dan aturan hukum yang berlaku. Dengan itu, kita bisa menjaga persatuan, membangun kehidupan yang rukun dan damai, serta mengarahkan energi bangsa untuk kemajuan bersama.

Karena sejatinya, Indonesia bukan milik ego siapa pun, melainkan milik kita semua yang hidup di dalamnya. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini