Indonesia Melawan Oligarki : Menuju Kemerdekaan Ekonomi Baru yang Berkemandirian dan Berkemajuan
Warisan Monopoli Ekonomi dari VOC
Dr. Basa Alim Tualeka, MSi (Ahli Kebijakan publik)
Puisi:
"Kemerdekaan Ekonomi Baru"
Portal Suara Academia: Sejarah mencatat bahwa VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) bukan sekadar perusahaan dagang, melainkan kekuatan kolonial yang memonopoli perdagangan di Nusantara selama lebih dari dua abad. VOC menguasai rempah-rempah, memaksakan sistem tanam paksa, serta mengendalikan pelabuhan strategis. Akibatnya, rakyat hanya menjadi tenaga kerja murah, sementara keuntungan mengalir keluar negeri.
Menurut Dr. Basa Alim Tualeka, MSI (Obasa), doktor ahli kebijakan publik, pola VOC ini tidak hilang meski Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 1945. “VOC memang bubar, tetapi mentalitas monopoli dan ketergantungan tetap diwariskan. Kini aktornya bukan lagi kolonial Belanda, melainkan investor asing dan oligarki domestik,” tegasnya.
Penjajahan Ekonomi Baru yang Dilegalkan
Obasa menilai bahwa Indonesia masih terjajah secara ekonomi. Bedanya, penjajahan kali ini dilegalkan melalui regulasi. Undang-undang investasi, kontrak-kontrak jangka panjang, hingga proyek infrastruktur strategis kerap lebih berpihak kepada modal besar daripada rakyat.
Buktinya, sektor tambang, energi, perkebunan, hingga pangan banyak dikuasai oleh segelintir investor besar. Bahkan, beberapa perusahaan asing menguasai konsesi lahan jutaan hektar. “Indonesia memang merdeka secara politik, tetapi belum berdaulat secara ekonomi. Inilah yang saya sebut penjajahan ekonomi baru yang dilegalkan,” kata Obasa.
Dampak Oligarki bagi Rakyat
Dominasi investor dan oligarki memberi dampak nyata:
Ketimpangan ekonomi
Data Oxfam (2022) menyebut empat orang terkaya di Indonesia menguasai kekayaan setara dengan 100 juta rakyat miskin.
UMKM terpinggirkan
Padahal 97% lapangan kerja berasal dari UMKM, tetapi akses modal, teknologi, dan pasar lebih banyak dinikmati korporasi besar.
Kedaulatan pangan rapuh
Indonesia masih mengimpor beras, kedelai, gula, dan daging. Padahal tanah subur melimpah.
Ketergantungan energi
Meski kaya batubara dan minyak, Indonesia masih impor BBM hingga 40% kebutuhan nasional.
“Akibat oligarki, rakyat hanya jadi penonton di negeri sendiri. Kekayaan bangsa dinikmati segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat berjuang dalam kesulitan,” jelas Obasa.
Strategi Melawan Oligarki dan Investor
Obasa menekankan bahwa Indonesia tidak boleh menyerah pada dominasi oligarki. Ada lima strategi utama yang bisa ditempuh:
1. Reformasi regulasi pro-rakyat
Semua aturan harus berpihak pada kepentingan nasional, bukan pada modal asing.
2. Hilirisasi dan industrialisasi
Sumber daya alam harus diolah di dalam negeri agar memberi nilai tambah.
3. Kemandirian pangan dan energi
Indonesia harus berdaulat dan tidak bergantung pada impor.
4. Penguatan UMKM dan koperasi
Ekonomi rakyat harus menjadi pilar pembangunan, bukan pelengkap.
5. Good governance
Pemerintah harus bersih, transparan, dan tidak tunduk pada kepentingan oligarki.
“Jika ini dijalankan, Indonesia akan memasuki fase kemerdekaan ekonomi baru. Bukan hanya berdiri di atas kaki sendiri, tapi juga siap bersaing di tingkat global dengan martabat,” tegasnya.
Pembelajaran dari Negara Lain
Sejarah dunia memberi banyak contoh bagaimana bangsa lain berhasil melepaskan diri dari dominasi asing dan membangun kemandirian ekonomi:
Jepang bangkit setelah Perang Dunia II dengan strategi industrialisasi berbasis teknologi dan kemandirian energi. Mereka melindungi industri lokal dengan ketat.
Korea Selatan pada 1960-an masih miskin, tetapi berhasil melesat dengan membangun industri baja, otomotif, dan elektronik melalui proteksi negara dan dukungan UMKM.
Malaysia memperkuat ekonomi bumiputera melalui kebijakan afirmatif dan hilirisasi kelapa sawit.
Tiongkok membangun kekuatan ekonominya dengan model state capitalism yang melibatkan peran besar negara, sekaligus mendorong inovasi teknologi.
Obasa menegaskan, “Indonesia harus belajar dari mereka. Jangan hanya jadi eksportir bahan mentah, tapi harus menjadi produsen besar yang menguasai teknologi, pasar, dan nilai tambah.”
Harapan bagi Generasi Muda
Bagi Obasa, peran generasi muda sangat vital. Mereka adalah agen perubahan yang bisa memutus rantai ketergantungan.
“Generasi muda jangan hanya jadi konsumen gadget atau produk impor. Mereka harus jadi inovator, pencipta lapangan kerja, dan penggerak ekonomi berbasis rakyat. Jika anak muda berani melawan praktik ketidakadilan dan oligarki, maka cita-cita kemerdekaan sejati akan terwujud,” ungkapnya penuh semangat.
Penutup
Dialog dengan Dr. Basa Alim Tualeka (Obasa) menegaskan satu hal penting: Indonesia masih menghadapi penjajahan ekonomi, hanya saja wajahnya berubah. Dari VOC di masa kolonial menjadi investor asing dan oligarki pada era modern.
Namun, bangsa ini tidak boleh menyerah. Dengan reformasi kebijakan, hilirisasi, penguatan ekonomi rakyat, dan peran generasi muda, Indonesia bisa bangkit menuju kemerdekaan ekonomi baru yang berkemandirian dan berkemajuan. (Alim Academia)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar