Minggu, 28 September 2025

KRITIK DAN KAJIAN TERHADAP PELAKSANAAN MBG DI DAERAH

 

Pelaksanaan MBG Carut-Marut, Isu Negatif, dan Perlunya Jalan Menuju Perbaikan 

Oleh: Basa Alim Tualeka (Obasa)


Puisi : 

"MBG, Amanah yang Tergadai"

Di meja sekolah, anak-anak menunggu,
sepiring harap, sepotong janji,
mereka tak butuh kata-kata besar,
hanya makanan bergizi, tepat waktu, dan penuh kasih.

Namun kabar berhembus dari pelosok negeri,
ada nasi yang keras, sayur yang basi,
ada keterlambatan yang membuat perut kosong,
ada anggaran yang menguap tanpa jejak.

Oh, MBG, engkau bukan sekadar proyek,
engkau adalah hak, engkau adalah amanah,
bila jatuh di tangan yang bukan ahlinya,
maka tunggulah kerusakan, tunggulah kecewa.

Tapi kami masih percaya,
bahwa di balik carut-marut dan isu negatif,
masih ada ruang untuk perbaikan,
masih ada jalan menuju pelayanan prima.

Serahkanlah engkau pada yang berilmu,
yang ahli dalam mengatur pangan massal,
yang jujur, amanah, dan penuh dedikasi,
agar senyum anak-anak tak lagi terkhianati.

Makan bergizi gratis bukan hadiah,
ia doa ibu di kampung,
ia kerja keras petani di sawah,
ia masa depan bangsa di setiap gigitan nasi.

Wahai pemimpin negeri, dengarlah suara ini,
bangunlah program dengan hati, bukan sekadar angka,
agar MBG menjadi cahaya, bukan kegelapan,
menjadi warisan luhur, bukan luka kebijakan.(obasa). 


A. Pendahuluan

Portal Suara Academia: Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan kebijakan ambisius pemerintah yang dirancang untuk mendukung kualitas sumber daya manusia Indonesia sejak dini. Program ini menjadi simbol kepedulian negara terhadap anak-anak bangsa, khususnya pelajar sekolah dasar hingga menengah, agar mendapatkan asupan gizi seimbang yang menunjang tumbuh kembang dan prestasi belajar.

Namun, di balik semangat luhur tersebut, muncul berbagai kritik dan isu negatif terkait implementasi MBG di lapangan. Carut-marut ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah program sebesar ini sudah dikelola dengan prinsip efisiensi, akuntabilitas, dan profesionalisme? Ataukah ia terjebak dalam pola lama birokrasi: penuh seremonial, rawan penyalahgunaan, dan minim dampak nyata?


B. Kritik terhadap Implementasi MBG

1. Kebijakan Serba Tergesa

Program MBG di beberapa daerah terlihat dijalankan dengan pola “asal jalan.” Regulasi pelaksana belum mapan, pedoman teknis sering berubah, dan koordinasi antar-lembaga lemah. Akibatnya, sekolah, pemerintah daerah, dan penyedia jasa bingung dengan standar yang harus diikuti.

2. Distribusi yang Tidak Efisien

Banyak laporan tentang keterlambatan makanan. Anak-anak sering kali baru menerima makanan setelah jam belajar selesai. Hal ini menghilangkan esensi dari tujuan MBG: mendukung konsentrasi belajar di sekolah.

3. Kualitas Makanan yang Dipertanyakan

Isu yang paling mencuat adalah mutu makanan rendah: nasi keras, lauk minim, hingga makanan basi. Dalam beberapa kasus, anak-anak enggan makan karena rasa yang tidak enak atau tampilan yang tidak menggugah selera. Ironis, program bernama Makan Bergizi justru tidak menggambarkan standar gizi yang layak.

4. Indikasi Penyalahgunaan Anggaran

Sebagian pengamat mengkritisi bahwa anggaran besar MBG rawan diselewengkan. Ada dugaan markup harga, permainan proyek, hingga pemborosan pada rantai distribusi. Akibatnya, biaya per porsi membengkak, tetapi kualitas tetap rendah.

5. Pelibatan Pelaksana yang Tidak Kompeten

Seperti pepatah dan sabda Rasulullah SAW: 

Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari)

Banyak daerah menyerahkan proyek MBG kepada perusahaan baru yang tidak berpengalaman dalam layanan katering massal. Akibatnya, distribusi kacau, manajemen logistik amburadul, dan makanan tidak sesuai standar gizi.

6. Minimnya Sistem Pengawasan

Sistem monitoring dan evaluasi berjalan formalitas. Tidak ada mekanisme yang ketat untuk mengecek kualitas makanan secara harian. Laporan lebih banyak administratif daripada faktual.


C. Kajian Filosofis dan Akademis

1.Filosofi Amanah dan Profesionalisme

Program MBG adalah amanah bangsa. Dalam filosofi pelayanan publik, setiap kebijakan harus diletakkan pada kerangka moral: kejujuran, amanah, dan orientasi pada kemaslahatan rakyat. Jika pelaksana tidak amanah, maka program sebaik apa pun akan gagal.

2. Perspektif Kebijakan Publik

Dalam teori kebijakan publik, ada tiga aspek yang harus diperhatikan:

2.1. Policy design – Apakah kebijakan MBG dirancang dengan matang, jelas, dan realistis?

2.2. Implementation capacity – Apakah daerah memiliki kapasitas birokrasi, sumber daya, dan teknologi untuk melaksanakan MBG?

2.3. Evaluation system – Apakah ada instrumen evaluasi independen untuk mengukur dampak MBG?

Fakta di lapangan menunjukkan kelemahan di ketiga aspek tersebut.

3. Kajian Sosial-Ekonomi

MBG sebenarnya bisa menjadi penggerak ekonomi lokal dengan melibatkan petani, nelayan, dan UMKM pangan. Namun, karena distribusi cenderung tersentralisasi dan sarat kepentingan politik, potensi ini tidak maksimal.


D. Solusi Konkret

1. Profesionalisasi Pelaksana

MBG harus dikerjakan oleh perusahaan katering berpengalaman, dengan rekam jejak yang jelas. Bukan sekadar “pemenang tender,” tetapi harus ahli dalam logistik pangan massal.

2. Standarisasi Nasional Menu dan Gizi

Pemerintah pusat harus menetapkan standar menu nasional dengan variasi lokal. Standar gizi wajib diawasi oleh ahli nutrisi.

3. Transparansi Anggaran

Seluruh anggaran MBG harus terbuka untuk publik, termasuk harga per porsi, jenis makanan, dan penyedia jasa. Transparansi adalah obat dari dugaan korupsi.

4. Sistem Pengawasan Berlapis

Pengawasan tidak hanya oleh birokrasi, tetapi juga oleh sekolah, komite, orang tua, bahkan lembaga masyarakat sipil.

5. Pemanfaatan Teknologi Digital

Aplikasi berbasis data harus digunakan untuk memantau distribusi makanan secara real-time. Foto dan laporan harian bisa diunggah sebagai bukti akuntabilitas.

6. Integrasi dengan Ekonomi Lokal

MBG harus menjadi stimulus ekonomi rakyat, dengan mengutamakan produk lokal: beras dari petani daerah, ikan dari nelayan, sayur dari petani sekitar.


E. Rekomendasi Strategis

1. Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy)

Semua perbaikan MBG harus berbasis data riset: tingkat kepuasan siswa, dampak gizi, dan evaluasi kinerja pelaksana.

2. Pelatihan dan Sertifikasi Pelaksana

Pelaksana MBG harus memiliki sertifikasi di bidang katering massal, gizi, dan manajemen logistik.

3. Audit Independen Berkala

Setiap enam bulan, audit publik perlu dilakukan oleh lembaga independen untuk mengukur integritas pelaksanaan.

4. Filosofi Pelayanan Cepat, Tepat, Benar, Prima

MBG tidak hanya program teknis, tetapi pelayanan publik. Prinsipnya harus mengutamakan ketepatan waktu, akurasi gizi, kebersihan, dan keramahan.


F. Penutup

MBG adalah program besar yang dapat menjadi kebanggaan bangsa jika dijalankan dengan benar, atau menjadi bencana kebijakan jika salah urus. Kritik dan isu negatif yang muncul harus dilihat sebagai alarm peringatan, agar pemerintah tidak terjebak dalam euforia proyek tanpa evaluasi.

Seperti pesan Rasulullah SAW, “Segala sesuatu serahkan pada ahlinya, jika bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” MBG harus dikerjakan oleh orang yang ahli, jujur, dan amanah.

Hanya dengan itu, MBG akan benar-benar menjadi investasi peradaban, bukan sekadar makan gratis.

Oleh: Basa Alim Tualeka (Obasa)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini