Jumat, 12 September 2025

TEKNOLOGI MEMPERCEPAT ARUS INFORMASI, TAPI TANPA LITERASI SANGAT BERDAMPAK PADA MASYARAKAT

Teknologi Mempercepat Arus Informasi, Tapi Tanpa Literasi Sangat Berdampak pada Masyarakat

Oleh :  Basa Alim Tualeka (obasa) 


Puisi: 

"Arus Informasi dan Cahaya Literasi"

Di layar kecil, dunia terbentang,
berita melesat, tak lagi berbilang,
detik menjadi jembatan jarak,
tapi tanpa nalar, manusia bisa retak.

Teknologi bagai pedang bermata dua,
membawa cahaya, juga bisa bencana,
hoaks merayap di setiap ruang maya,
mencuri damai, menebar dusta.

Allah berpesan dalam firman suci,
“Telitilah berita sebelum kau sebarkan ke bumi,”
sebab satu kata tanpa kebenaran,
dapat melahirkan luka, perpecahan, kehancuran.

Literasi adalah lentera peradaban,
membuka mata, menajamkan pikiran,
agar kita tak hanyut dalam gelombang,
namun tegak berdiri, bijak menimbang.

Wahai anak bangsa, janganlah lengah,
belajarlah memilah, jangan mudah resah,
gunakan akal, gunakan hati,
jadikan teknologi sarana menebar kebaikan sejati.(obasa). 


Pendahuluan

Portal Suara Academia: Perkembangan teknologi informasi di era digital membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Internet, media sosial, dan perangkat pintar telah menjadikan arus informasi bergerak begitu cepat tanpa batas ruang dan waktu. Informasi yang dulu membutuhkan waktu berhari-hari untuk sampai ke masyarakat, kini bisa tersebar dalam hitungan detik ke seluruh dunia. Hal ini tentu menjadi sebuah kemajuan yang ideal, karena memudahkan akses pengetahuan, mempercepat komunikasi, hingga membuka peluang ekonomi digital.

Namun, di balik kecepatan arus informasi, terdapat persoalan besar yang sering luput dari perhatian: rendahnya literasi masyarakat. Literasi di sini bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi kemampuan memahami, menganalisis, serta menyaring informasi secara kritis. Tanpa literasi yang memadai, masyarakat sangat rentan menjadi korban misinformasi, hoaks, ujaran kebencian, hingga propaganda politik yang menyesatkan.


Teknologi sebagai Pedang Bermata Dua

Teknologi digital sejatinya adalah alat. Ia bisa menjadi jembatan menuju kemajuan, tetapi juga bisa menjadi sumber masalah sosial. Contohnya, media sosial dapat mempertemukan orang dari berbagai belahan dunia, namun di saat yang sama menjadi ladang subur bagi penyebaran berita bohong. Tanpa literasi digital, masyarakat mudah percaya pada informasi yang viral tanpa memeriksa kebenarannya.

Allah Swt. mengingatkan dalam Al-Qur’an:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)

Ayat ini menegaskan pentingnya sikap kritis dan verifikasi informasi sebelum menyebarkannya, karena setiap informasi bisa membawa dampak sosial yang luas.


Dampak Kurangnya Literasi dan Contoh Nyata di Indonesia

1. Hoaks dan Disinformasi

Pada masa pandemi Covid-19, banyak masyarakat terjebak hoaks, seperti klaim bahwa minum air garam atau rebusan jahe bisa menyembuhkan Covid-19. Padahal, informasi itu tidak terbukti secara medis. Akibatnya, banyak masyarakat terlambat mendapat penanganan medis yang tepat.

2. Polarisasi Politik

Dalam Pemilu 2019 dan menjelang Pemilu 2024, media sosial dipenuhi informasi provokatif dan tidak akurat. Isu agama, suku, dan identitas dipelintir untuk kepentingan politik, sehingga masyarakat terbelah dan silaturahmi retak hanya karena perbedaan pilihan.

3. Eksploitasi Ekonomi Digital

Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal marak di Indonesia. Banyak masyarakat tergiur oleh iklan pinjaman cepat tanpa syarat, lalu terjebak bunga tinggi dan teror penagihan. Ribuan korban jatuh ke dalam jerat ini karena minim literasi keuangan dan digital.

4. Krisis Kepercayaan terhadap Media

Berita palsu yang terus berseliweran membuat sebagian masyarakat sulit membedakan media yang kredibel dengan yang abal-abal. Akibatnya, muncul sikap skeptis bahkan terhadap media resmi, pemerintah, dan lembaga ilmiah.

Rasulullah Saw. bersabda:

Cukuplah seseorang dianggap berdusta apabila ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim)

Hadis ini menegaskan pentingnya literasi sebagai amanah akal agar manusia tidak menjadi penyebar kebohongan.


Literasi sebagai Kunci

Untuk menghadapi arus informasi yang deras, literasi harus menjadi benteng utama masyarakat. Literasi digital, literasi media, hingga literasi budaya perlu diperkuat sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal.

Secara filosofis, literasi adalah cahaya yang menuntun manusia agar tidak tersesat dalam kegelapan informasi. Sebagaimana Socrates berkata, “kehidupan yang tidak diperiksa tidak layak dijalani.” Tanpa literasi, teknologi hanya melahirkan masyarakat yang reaktif, bukan reflektif.


Strategi Praktis Peningkatan Literasi Digital di Indonesia

1. Peran Sekolah dan Kampus

Integrasi literasi digital dalam kurikulum, bukan hanya sebagai pelajaran tambahan, tetapi sebagai bagian dari semua mata pelajaran.

Mengajarkan keterampilan verifikasi informasi, etika bermedia sosial, serta keamanan digital.

2. Peran Keluarga

Orang tua perlu mendampingi anak dalam penggunaan gawai dan media sosial.

Membiasakan diskusi kritis di rumah agar anak terbiasa berpikir logis, bukan hanya menerima informasi mentah.

3. Peran Pemerintah

Melaksanakan program nasional literasi digital yang merata hingga ke desa-desa.

Menindak tegas penyebar hoaks, pinjol ilegal, dan platform yang merugikan masyarakat.

Memberikan insentif bagi media yang menyajikan berita edukatif dan mendidik.

4. Peran Masjid dan Tokoh Agama

Menyampaikan pesan tentang literasi informasi dalam khutbah dan kajian agama, sesuai dengan dalil Islam tentang kehati-hatian dalam menerima berita.

Masjid bisa menjadi pusat edukasi digital berbasis komunitas.

5. Peran Media dan Jurnalis

Media harus meningkatkan kualitas jurnalistik dan menyajikan informasi yang jernih, bukan sekadar mengejar klik.

Membuat program literasi media melalui konten edukasi ringan yang mudah dipahami masyarakat awam.

6. Peran Masyarakat Sipil dan Komunitas

Komunitas lokal dapat mengadakan kelas literasi digital, workshop, dan diskusi publik.

Gerakan gotong royong melawan hoaks, misalnya melalui kelompok relawan cek fakta di desa atau RT/RW.


Penutup

Teknologi idealnya menjadi sahabat peradaban, bukan ancaman. Namun, tanpa literasi, kecepatan arus informasi justru bisa menjerumuskan masyarakat ke dalam kesesatan kolektif. Oleh karena itu, literasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendasar agar masyarakat tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pengelola informasi yang cerdas, kritis, dan bijak.

Allah Swt. menegaskan dalam Al-Qur’an:

Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9)

Ayat ini mengingatkan bahwa pengetahuan dan kecerdasan adalah pembeda utama manusia dalam mengelola hidup. Maka, masyarakat beriman dituntut untuk menjadikan teknologi bukan sekadar alat, tetapi sarana menebar kebaikan, ilmu, dan maslahat bagi sesama. (Alim Academia)



Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Baca Juga :

Translate

Cari Blog Ini