Negara Maju dan Modern adalah Negara yang Membangun Sistem dan Aturan yang Kuat
Oleh: Dr. Basa Alim Tualeka (Obasa)
Abstrak
Portal Suara Academia: Kemajuan sebuah bangsa tidak ditentukan oleh kuat atau lemahnya figur pemimpin, melainkan oleh keberadaan sistem dan aturan yang berfungsi dengan baik. Artikel ini membahas secara mendalam konsep ideal negara maju dan modern, di mana sistem menjadi pilar utama keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan nasional. Kajian dilakukan melalui pendekatan deskriptif kualitatif dengan analisis konseptual terhadap teori sistem pemerintahan, hukum tata negara, dan etika kepemimpinan modern.
Hasil kajian menunjukkan bahwa negara maju menempatkan aturan di atas kepentingan personal. Pemimpin hanyalah pelaksana sistem, bukan penguasa absolut. Negara yang kuat adalah negara yang menanamkan budaya taat aturan dalam seluruh sendi kehidupan — mulai dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga masyarakat sipil. Dalam konteks Indonesia, pembangunan sistem dan aturan yang kuat merupakan prasyarat untuk menuju tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berkelanjutan.
Kata Kunci: sistem pemerintahan, negara modern, kepemimpinan, penegakan hukum, good governance.
Pendahuluan
Negara maju dan modern tidak diukur dari gedung-gedung tinggi atau teknologi canggih semata, melainkan dari kekuatan sistem yang mengatur perilaku manusia dan lembaga dalam koridor hukum dan etika publik. Dalam sistem yang mapan, kekuasaan bukan alat dominasi, tetapi sarana pelayanan.
Sejarah menunjukkan bahwa negara yang bertumpu pada figur pemimpin yang kuat tanpa sistem yang baik akan mengalami stagnasi atau bahkan kehancuran ketika pemimpin itu lengser. Sebaliknya, negara yang berlandaskan sistem yang kuat tetap stabil meskipun berganti pemimpin.
Indonesia telah menegaskan dirinya sebagai negara hukum, namun sering kali praktik penyelenggaraan pemerintahan masih dipengaruhi oleh kepentingan individu dan politik jangka pendek. Tulisan ini bertujuan memperdalam pemahaman bahwa membangun sistem dan aturan yang kuat adalah fondasi utama menuju negara maju dan modern, di mana hukum menjadi panglima dan keadilan menjadi orientasi.
Tinjauan Teoretis dan Filosofis
1. Konsep Sistem dalam Pemerintahan
Teori sistem dalam ilmu politik diperkenalkan oleh David Easton (1965) yang menggambarkan politik sebagai sistem input-output, di mana tuntutan masyarakat (input) diolah menjadi kebijakan publik (output) melalui lembaga-lembaga negara. Dalam sistem yang sehat, kebijakan akan kembali dinilai oleh publik melalui mekanisme umpan balik (feedback loop).
Negara yang kuat tidak hanya menampung aspirasi rakyat, tetapi mampu mengolahnya menjadi keputusan publik yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Dengan kata lain, sistem pemerintahan yang kuat berfungsi sebagai mesin yang menjamin stabilitas, efisiensi, dan legitimasi kekuasaan.
2. Hukum sebagai Roh Negara Modern
Dalam teori Rechtsstaat, hukum bukan sekadar alat pengatur, tetapi merupakan roh dari kehidupan bernegara. A.V. Dicey menegaskan tiga prinsip dasar negara hukum:
- Supremasi hukum di atas kekuasaan.
- Persamaan semua warga negara di depan hukum.
- Perlindungan hak-hak asasi manusia oleh konstitusi.
Negara modern menjadikan hukum sebagai pembatas kekuasaan dan pengarah kebijakan. Tanpa sistem hukum yang kuat, pemerintahan akan jatuh ke dalam praktik sewenang-wenang, di mana keputusan diambil berdasarkan kehendak pribadi, bukan prosedur konstitusional.
3. Kepemimpinan dalam Negara Sistemik
Peter Drucker menekankan bahwa kepemimpinan modern adalah seni mengatur sistem, bukan memusatkan kekuasaan. Pemimpin sejati adalah arsitek yang memastikan semua komponen bekerja sesuai fungsi.
Dalam kerangka sistem, pemimpin tidak diukur dari karismanya, tetapi dari kemampuannya menegakkan aturan dan menguatkan lembaga. Pemimpin yang ideal sadar bahwa dirinya hanyalah variabel sementara dalam sistem yang permanen.
Max Weber menambahkan konsep legal-rational authority, di mana legitimasi kekuasaan bersumber dari hukum dan peraturan, bukan dari tradisi atau kharisma pribadi. Dalam konteks ini, birokrasi modern merupakan manifestasi nyata dari sistem yang berjalan berdasarkan hukum.
4. Filsafat Sistem Negara: Antara Etika dan Kekuasaan
Filsafat politik klasik, terutama pemikiran Plato dan Aristoteles, mengajarkan bahwa negara ideal bukanlah negara yang dipimpin oleh orang yang sempurna, tetapi negara yang dikelola dengan hukum dan etika yang sempurna.
Plato dalam Republic menegaskan bahwa pemimpin sejati harus tunduk pada hukum, sebab hukum adalah rasio kolektif bangsa. Sementara Aristoteles dalam Politics mengingatkan bahwa “pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang dijalankan untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi.”
Filsafat ini kemudian dihidupkan kembali dalam demokrasi modern yang menempatkan sistem hukum, lembaga pengawasan, dan partisipasi publik sebagai tiga tiang penyangga negara beradab.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan teknik analisis konseptual dan studi literatur.
Data diperoleh melalui penelusuran buku, jurnal ilmiah, undang-undang, dan dokumen kebijakan yang relevan dengan topik negara hukum, sistem pemerintahan, dan etika kepemimpinan.
Analisis dilakukan secara hermeneutik-filosofis, yaitu menafsirkan makna hubungan antara sistem, hukum, dan manusia sebagai entitas politik. Fokus utama adalah menemukan pemahaman ideal tentang bagaimana sistem kuat dapat menjamin keberlanjutan negara modern.
Pembahasan
1. Negara Kuat Karena Sistem Bukan Figur
Kekuatan sistem membuat negara mampu bertahan meski menghadapi krisis politik atau ekonomi. Sebaliknya, negara yang bertumpu pada figur pemimpin akan rapuh ketika figur itu hilang atau tergantikan.
Contohnya, Singapura membangun sistem meritokrasi yang memastikan profesionalisme dan integritas birokrasi, sehingga pemerintahan tetap efisien meski terjadi pergantian kabinet. Jepang juga menunjukkan bahwa budaya disiplin sistemik menghasilkan keberlanjutan ekonomi dan sosial tanpa ketergantungan pada tokoh tunggal.
Sebaliknya, negara-negara dengan sistem lemah — seperti beberapa negara di Afrika atau Asia yang pemimpinnya otoriter — sering jatuh dalam siklus krisis setelah pemimpin kuatnya lengser.
2. Aturan sebagai Panglima: Dari Supremasi Hukum ke Moral Publik
Negara yang modern tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga membangun kesadaran moral terhadap hukum. Hukum bukan lagi sekadar teks peraturan, tetapi nilai moral yang hidup dalam kesadaran pejabat dan masyarakat.
Di sinilah muncul konsep “takut kepada aturan” sebagai bentuk kesadaran moral. Pejabat yang takut melanggar aturan bukan karena ancaman sanksi, tetapi karena kesadaran etis bahwa pelanggaran adalah pengkhianatan terhadap amanah rakyat.
Supremasi hukum yang sejati adalah perpaduan antara struktur hukum yang kuat dan budaya hukum yang hidup. Tanpa budaya hukum, sistem hanya menjadi formalitas administratif yang mudah dimanipulasi.
3. Kepemimpinan Sebagai Penjaga Sistem
Pemimpin dalam sistem yang kuat bukanlah penguasa absolut, melainkan penjaga mekanisme dan integritas lembaga. Ia memastikan sistem tetap berjalan, meski menghadapi tekanan politik atau kepentingan sesaat.
Dalam perspektif governance, kepemimpinan sistemik memiliki lima fungsi utama:
- Menjaga kesinambungan kebijakan (policy continuity).
- Menegakkan etika publik dalam setiap pengambilan keputusan.
- Meningkatkan kapasitas kelembagaan agar sistem adaptif terhadap perubahan.
- Memperkuat partisipasi publik sebagai elemen pengawasan sosial.
- Menegakkan prinsip akuntabilitas agar tidak ada kekuasaan tanpa tanggung jawab.
Kepemimpinan semacam ini menjadi tulang punggung good governance — pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan partisipatif.
4. Tantangan Sistemik di Indonesia
Indonesia masih berjuang menegakkan sistem yang kuat karena beberapa faktor mendasar:
1. Politik yang terlalu personalistik.
Pemimpin masih dilihat sebagai penyelamat tunggal, bukan bagian dari sistem.
2. Birokrasi yang belum profesional.
Masih kuatnya patronase politik dan budaya feodal dalam struktur administrasi.
3. Hukum yang tidak konsisten ditegakkan.
Intervensi kekuasaan terhadap lembaga yudikatif membuat sistem kehilangan daya wibawa.
4. Budaya masyarakat yang permisif.
Masyarakat sering kali tidak menuntut penegakan aturan karena terbiasa dengan pendekatan figur dan kedekatan personal.
Untuk memperkuat sistem, Indonesia membutuhkan revolusi moral hukum, di mana setiap individu sadar bahwa hukum adalah instrumen keadilan, bukan sekadar alat kekuasaan.
5. Rekomendasi dan Arah Penguatan Sistem
Untuk menuju negara modern berbasis sistem, diperlukan langkah-langkah strategis sebagai berikut:
1. Membangun integritas kelembagaan.
Melalui reformasi birokrasi berbasis merit, evaluasi kinerja, dan transparansi digital.
2. Menanamkan budaya hukum sejak pendidikan dasar.
Agar generasi muda tumbuh dengan kesadaran bahwa aturan adalah pedoman hidup bernegara.
3. Menegakkan supremasi hukum tanpa pandang bulu.
Penegakan hukum harus bebas dari kepentingan politik dan ekonomi.
4. Menjaga kesinambungan kebijakan publik.
Kebijakan tidak boleh berubah hanya karena pergantian pejabat atau rezim politik.
5. Memperkuat pengawasan sosial dan partisipasi publik.
Rakyat bukan objek kebijakan, tetapi mitra pengawasan agar sistem berjalan transparan.
Kesimpulan
Negara maju dan modern berdiri tegak di atas fondasi sistem dan aturan yang kuat. Sistem yang efektif menjamin keberlanjutan, stabilitas, dan keadilan sosial. Pemimpin sejati bukan pencipta sistem baru untuk kepentingannya, tetapi penjaga agar sistem berjalan sesuai cita-cita konstitusi.
Ketika hukum menjadi panglima, pejabat takut melanggar aturan, dan rakyat percaya pada keadilan, maka di situlah negara mencapai kemajuan sejati. Negara kuat karena sistem yang bagus — bukan karena besar kekuasaan pemimpinnya, tetapi karena besar kesadaran moral warganya terhadap hukum dan keadilan.
Daftar Pustaka
Dicey, A.V. (1959). Introduction to the Study of the Law of the Constitution. London: Macmillan.
Drucker, P. (1999). Management Challenges for the 21st Century. New York: HarperCollins.
Easton, D. (1965). A Framework for Political Analysis. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Parsons, T. (1951). The Social System. New York: Free Press.
Weber, M. (1947). The Theory of Social and Economic Organization. New York: Oxford University Press.
Plato. (2007). The Republic. Cambridge: Cambridge University Press.
Aristoteles. (2009). Politics. Oxford: Oxford University Press.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tualeka, B.A. (2025). Ideal Negara Maju dan Modern: Negara Kuat Karena Sistem yang Kuat. Manuskrip, Surabaya.
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar