Sinergi REI Jawa Timur dan Pemerintah Daerah dalam Implementasi Kebijakan Percepatan Pembangunan Perumahan bagi PNS dan Masyarakat dalam Kerangka Otonomi Daerah
Oleh: Dr. Drs. Basa Alim Tualeka, M.Si.
Penasihat DPD REI Jawa Timur | Akademisi dan Ahli Kebijakan Publik
Abstrak
Portal Suara Academia: Kebijakan nasional di bidang perumahan merupakan salah satu agenda strategis pemerintah untuk menjamin hak dasar warga negara dalam memperoleh tempat tinggal yang layak dan terjangkau. Namun, implementasi di tingkat daerah sering menghadapi kendala, baik dari aspek koordinasi antarinstansi, keterbatasan lahan, maupun lemahnya komunikasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Artikel ini membahas peran Real Estate Indonesia (REI) Jawa Timur dalam memperkuat kolaborasi dengan pemerintah kabupaten dan kota untuk mempercepat implementasi kebijakan perumahan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam kerangka otonomi daerah, sinergi antara REI dan pemerintah daerah menjadi instrumen penting untuk memanfaatkan aset tanah milik negara dan daerah secara produktif bagi kepentingan publik. Melalui analisis kebijakan publik dan desentralisasi, artikel ini menunjukkan bahwa keberhasilan program perumahan akan sangat ditentukan oleh komunikasi kebijakan yang efektif, integrasi program lintas level pemerintahan, dan optimalisasi peran sektor swasta sebagai mitra pembangunan.
Kata kunci: Otonomi daerah, kebijakan perumahan, REI, desentralisasi, PNS, masyarakat berpenghasilan rendah.
1. Pendahuluan
Pembangunan perumahan merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan kesejahteraan sosial. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menegaskan bahwa setiap warga negara berhak menempati rumah yang layak dan terjangkau. Dalam konteks tersebut, pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) bersama lembaga keuangan seperti Bank Negara Indonesia (BNI) telah meluncurkan berbagai program strategis, salah satunya Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk perumahan.
Namun, kebijakan nasional yang bersifat top-down sering kali mengalami hambatan dalam implementasi di tingkat daerah. Perbedaan kapasitas fiskal, ketersediaan lahan, serta koordinasi lintas sektor menjadi tantangan utama. Di sinilah pentingnya pelibatan organisasi profesi seperti Real Estate Indonesia (REI) sebagai mitra strategis pemerintah dalam menjembatani pelaksanaan kebijakan di lapangan.
Sebagai organisasi pengembang terbesar di Indonesia, REI Jawa Timur memegang peranan penting karena wilayah ini memiliki pertumbuhan penduduk tinggi dan kebutuhan rumah yang terus meningkat. Dalam konteks otonomi daerah, REI Jatim dapat menjadi katalisator bagi kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2. Landasan Teori
2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah memberikan kewenangan luas kepada pemerintah kabupaten dan kota untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Prinsip desentralisasi bertujuan mendekatkan pelayanan publik kepada rakyat dan meningkatkan efektivitas kebijakan publik.
Dalam perspektif kebijakan publik, Mazmanian dan Sabatier (1983) menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktor-aktor lokal dalam memahami konteks kebijakan dan menyesuaikannya dengan kondisi di lapangan. Artinya, pelibatan daerah bukan sekadar formalitas, melainkan inti dari keberhasilan kebijakan nasional.
2.2. Teori Implementasi Kebijakan
Teori implementasi kebijakan dari Edwards III (1980) menekankan empat variabel penting:
1. Komunikasi kebijakan yang jelas dan konsisten,
2. Sumber daya yang memadai,
3. Disposisi pelaksana atau komitmen aparat, dan
4. Struktur birokrasi yang mendukung.
Kegagalan pada salah satu faktor ini dapat menyebabkan kebijakan tidak berjalan efektif. Dalam konteks perumahan, komunikasi antara pemerintah pusat, daerah, pengembang, dan masyarakat harus berjalan searah agar program tepat sasaran.
2.3. Perumahan Sebagai Kebijakan Sosial
Perumahan tidak hanya produk ekonomi, tetapi juga instrumen kebijakan sosial. Menurut Turner (1972), rumah berfungsi sebagai basis sosial yang mendukung produktivitas dan kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, penyediaan rumah layak merupakan bagian integral dari pembangunan manusia.
3. Sinergi REI Jawa Timur dan Pemerintah Daerah
3.1. Kebutuhan Kolaborasi
Sebagai implementasi kebijakan nasional di daerah, REI Jatim berperan penting dalam mempercepat pembangunan rumah bagi PNS dan masyarakat. Dalam kegiatan Sosialisasi KUR Perumahan di Graha REI Surabaya (15 Oktober 2025), Dr. Basa Alim Tualeka menekankan pentingnya sinergi antara REI dan pemerintah kabupaten/kota dalam memanfaatkan tanah milik pemerintah untuk pembangunan rumah.
“Segala aturan itu kalau tidak disosialisasikan, orang tidak tahu. Maka kebijakan itu harus disosialisasikan dulu sebelum dilaksanakan. Pemerintah harus membuka diri, jangan langsung menerapkan kebijakan tanpa memberi pemahaman terlebih dahulu,” tegas Basa Alim Tualeka.
3.2. Optimalisasi Aset Tanah Pemerintah Daerah
Banyak pemerintah daerah memiliki aset tanah yang belum termanfaatkan secara produktif. Padahal, aset tersebut dapat digunakan untuk membangun rumah bagi ASN dan masyarakat berpenghasilan rendah melalui skema kerja sama antara REI dan pemerintah daerah. Dengan demikian, masyarakat hanya membayar biaya bangunan, bukan harga tanah.
“Tanah milik negara atau milik pemerintah daerah jangan dibiarkan tidur, tapi dipakai untuk kepentingan masyarakat. Kalau tanah itu milik pemerintah, mestinya yang dibayar hanya bangunannya, bukan tanahnya,” ujar Basa Alim Tualek
Pendekatan ini tidak hanya menekan harga rumah, tetapi juga mengoptimalkan nilai sosial dari aset publik, sekaligus memperkuat fungsi pemerintah daerah sebagai pelayan masyarakat.
3.3. Penguatan Regulasi Daerah
Pemerintah kabupaten dan kota dapat memperkuat sinergi ini dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang mengatur kerja sama dengan pengembang lokal. Regulasi tersebut bisa mencakup tata cara pemanfaatan aset, skema pembiayaan, serta mekanisme seleksi penerima manfaat agar tepat sasaran.
Implementasi kebijakan ini sejalan dengan semangat Good Local Governance, yang menekankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan daerah.
4. Implementasi Kebijakan dalam Kerangka Otonomi Daerah
4.1. Desentralisasi Fungsional dan Peran Daerah
Pelimpahan kewenangan kepada daerah bukan hanya administratif, tetapi juga substantif. Dalam hal ini, kabupaten/kota dapat menyesuaikan kebijakan perumahan sesuai dengan karakteristik lokal. Misalnya, daerah dengan harga tanah tinggi dapat mengembangkan rumah vertikal, sementara daerah pinggiran dapat memanfaatkan lahan horizontal dengan biaya lebih murah.
4.2. Komunikasi dan Koordinasi Antar-Level Pemerintahan
Implementasi kebijakan perumahan memerlukan koordinasi lintas level:
- Pemerintah pusat menetapkan kebijakan dan pembiayaan (seperti KUR perumahan),
- Pemerintah provinsi bertindak sebagai fasilitator dan pembina,
- Pemerintah kabupaten/kota menjadi pelaksana utama di lapangan,
- REI dan sektor swasta sebagai mitra teknis dan ekonomi.
Komunikasi kebijakan yang baik akan menciptakan persepsi yang sama, mengurangi resistensi birokrasi, serta mempercepat pencapaian target program.
4.3. Ketepatan Sasaran dan Pengawasan
Salah satu tantangan kebijakan perumahan adalah ketidaktepatan sasaran. Banyak kasus menunjukkan rumah subsidi dimiliki oleh pihak yang tidak berhak. Karena itu, diperlukan basis data penerima manfaat yang transparan dan mekanisme verifikasi berlapis.
“Tidak semua PNS itu belum punya rumah. Jadi harus selektif, jangan sampai yang sudah punya rumah ikut mendapat bantuan lagi,” tegas Basa Alim Tualeka.
5. Analisis dan Rekomendasi Kebijakan
5.1. Analisis Kelembagaan
Kelemahan utama implementasi kebijakan perumahan di daerah terletak pada fragmentasi kelembagaan. Sering kali terjadi tumpang tindih antara dinas perumahan, dinas cipta karya, dan badan aset daerah. Dibutuhkan mekanisme koordinasi lintas sektor berbasis proyek (project-based coordination) agar kebijakan lebih integratif.
5.2. Rekomendasi Strategis
- Membangun database aset daerah untuk identifikasi tanah potensial yang bisa dimanfaatkan untuk program perumahan ASN dan masyarakat.
- Menyusun regulasi daerah (Perda atau Perkada) yang mengatur kerja sama pemerintah daerah dan REI dalam pemanfaatan aset publik.
- Mendorong model pembiayaan inovatif, seperti KUR perumahan, skema sewa-beli, atau public-private partnership (PPP).
- Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam komunikasi kebijakan dan manajemen proyek perumahan.
- Membangun sistem pengawasan partisipatif, melibatkan masyarakat dan lembaga pengawas independen untuk memastikan program tepat sasaran.
6. Kesimpulan
Implementasi percepatan kebijakan perumahan bagi PNS dan masyarakat tidak dapat dilakukan secara sentralistik. Dalam kerangka otonomi daerah, peran pemerintah kabupaten dan kota menjadi sangat strategis. Sinergi antara REI Jawa Timur dan pemerintah daerah merupakan contoh konkret dari pelaksanaan desentralisasi pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Pemanfaatan aset tanah milik pemerintah daerah untuk pembangunan rumah ASN dan masyarakat berpenghasilan rendah bukan hanya efisiensi ekonomi, tetapi juga ekspresi moral dari pemerintahan yang berkeadilan sosial. Ketika semua level pemerintahan dan sektor swasta bergerak bersama, maka cita-cita mewujudkan “satu keluarga, satu rumah layak” bukan sekadar retorika, melainkan realitas yang dapat dicapai.
“Dengan sosialisasi seperti ini, semua pihak bisa memahami peran dan peluangnya. Kalau semua bergerak — dari pusat sampai daerah — Indonesia akan benar-benar membangun kemerdekaan bagi rakyatnya. Setiap orang berhak punya rumah,” pungkas Dr. Basa Alim Tualeka.
Daftar Pustaka
Edwards, G. C. III. (1980). Implementing Public Policy. Washington D.C.: Congressional Quarterly Press.
Mazmanian, D., & Sabatier, P. (1983). Implementation and Public Policy. Scott Foresman.
Turner, J. F. C. (1972). Freedom to Build: Dweller Control of the Housing Process. Macmillan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Winarno, B. (2014). Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS.
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar