Pendekatan Tafsir, Filosofi, dan Konteks Kehidupan Modern
Oleh: Basa Alim Tualeka (obasa)
Puisi :
"Tiga Cahaya Hati"
Portal Suara Academia: Filosofi Islam dalam puisi ini:
- Bersandar pada Allah: Menyembunyikan kemiskinan menunjukkan ketaqwaan dan tawakal, bukan ketergantungan pada manusia.
- Pengendalian diri: Menyembunyikan amarah menekankan kesabaran, akhlak mulia, dan keharmonisan sosial.
- Kesabaran dan syukur: Menyembunyikan kesusahan menegaskan sabar dalam ujian hidup dan keyakinan akan pertolongan Allah (QS. Al-Insyirah: 6).
Puisi ini mengingatkan bahwa kemuliaan hakiki lahir dari iman, pengendalian diri, dan kesabaran, bukan harta atau gelar duniawi.
Dalam dunia modern yang serba materialistis, banyak orang menilai kemuliaan seseorang berdasarkan harta, jabatan, gelar akademik, atau popularitas. Namun, ajaran Islam menekankan bahwa kemuliaan hakiki tidak diukur dari dunia, melainkan dari ketaqwaan, akhlak mulia, dan pengendalian diri.
Imam Syafi’i, salah satu ulama besar dan pendiri mazhab Syafi’i, menegaskan tiga bentuk kemuliaan yang menunjukkan kedalaman iman seorang hamba. Tiga kemuliaan ini tidak hanya relevan bagi masyarakat pada zamannya, tetapi juga sangat aplikatif dalam konteks kehidupan modern, di mana tekanan sosial, persaingan, dan stres menjadi bagian keseharian manusia.
1. Menyembunyikan Kemiskinan
Imam Syafi’i berkata:
“Orang yang mampu menyembunyikan kemiskinannya sehingga tidak pernah meminta-minta kepada manusia dan dikira berkecukupan.”
Makna dan filosofi:
Kemampuan seseorang untuk menahan diri dari meminta-minta menunjukkan kemandirian, kesabaran, dan keikhlasan. Dalam Islam, kemandirian spiritual dan materi dianggap bagian dari kemuliaan hati. Seseorang yang menyembunyikan kemiskinan tidak menuntut perhatian atau belas kasihan manusia, tetapi menempatkan percaya diri dan tawakal kepada Allah sebagai sandaran utama.
Dalil Al-Qur’an:
“Dan janganlah kamu menampakkan sedekahmu dengan tujuan pamer, sebagaimana orang-orang munafik menampakkan sedekahnya di hadapan manusia.” (QS. Al-Baqarah: 264)
Dalam konteks modern, menyembunyikan kemiskinan bisa berarti tidak sombong saat mampu dan tidak minder saat terbatas. Seseorang tetap bekerja keras, berusaha mandiri, dan menjaga harga diri. Ini juga menumbuhkan rasa syukur karena tidak bergantung sepenuhnya pada manusia, melainkan pada Allah.
Pesan moral:
Kemuliaan sejati bukan dari jumlah harta, tetapi dari keteguhan hati, kesabaran, dan kesederhanaan dalam hidup. Orang yang mampu mandiri, walau miskin, lebih mulia di sisi Allah daripada orang kaya yang sombong atau bergantung pada belas kasihan orang lain.
2. Menyembunyikan Amarah
Imam Syafi’i berkata:
“Orang yang mampu menyembunyikan amarahnya sehingga orang lain mengira dia ridho.”
Makna dan filosofi:
Amarah adalah sifat manusiawi yang bisa menghancurkan hubungan sosial jika tidak dikendalikan. Mengendalikan amarah bukan berarti menipu atau pura-pura ridho, tetapi menundukkan hawa nafsu dan menenangkan diri agar tetap berada dalam ridha Allah. Dalam Islam, pengendalian amarah adalah salah satu puncak akhlak mulia.
Dalil Nabi Muhammad SAW:
“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang mampu menahan amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks modern, kemampuan menahan amarah sangat penting, terutama di lingkungan kerja, keluarga, atau masyarakat. Orang yang mampu mengelola emosinya menunjukkan kepemimpinan batin, kedewasaan, dan ketenangan hati, sehingga tetap dihormati tanpa perlu memaksakan kehendak.
Pesan moral:
Menahan amarah adalah cerminan kekuatan jiwa dan kemuliaan hati. Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang sabar menghadapi provokasi atau konflik tanpa menyakiti orang lain menunjukkan kedalaman iman yang sesungguhnya.
3. Menyembunyikan Kesusahan
Imam Syafi’i berkata:
“Orang yang mampu menyembunyikan kesusahannya sehingga orang lain mengira selalu bahagia.”
Makna dan filosofi:
Kesusahan hidup adalah ujian dari Allah. Orang yang mampu menyembunyikan kesusahan menunjukkan kesabaran (sabr), ketabahan, dan tawakal. Filosofi Islam menekankan bahwa seorang hamba tidak harus membebani orang lain dengan kesulitannya, tetapi tetap bersyukur, tabah, dan menjaga ketenangan batin.
Dalil Al-Qur’an:
“Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)
Dalam kehidupan modern, tekanan pekerjaan, masalah ekonomi, atau konflik keluarga sering membuat seseorang tampak rapuh. Orang yang mampu tetap tersenyum dan tabah di tengah kesulitan menunjukkan kedalaman iman dan kekuatan mental. Sikap ini juga memberikan ketenangan bagi orang di sekitarnya dan menjadi teladan akhlak mulia.
Pesan moral:
Kemuliaan bukan berarti bebas dari masalah, tetapi menghadapi ujian hidup dengan sabar, tawakal, dan menjaga kehormatan diri. Orang yang tetap tabah dan rendah hati di tengah kesulitan memiliki derajat tinggi di sisi Allah dan manusia.
Kesimpulan dan Relevansi Modern
Imam Syafi’i menegaskan bahwa kemuliaan hakiki seseorang diukur dari ketaqwaan dan akhlak mulia, bukan harta, gelar, atau pangkat. Tiga kemuliaan yang beliau ajarkan:
- Menyembunyikan kemiskinan → kemandirian, kesabaran, dan rasa syukur.
- Menyembunyikan amarah → pengendalian diri, akhlak mulia, dan kedewasaan hati.
- Menyembunyikan kesusahan → sabar, tawakal, dan ketabahan hati.
Ketiga prinsip ini relevan dalam konteks modern, di mana tekanan sosial, kompetisi, dan materialisme sering membuat manusia kehilangan arah spiritual. Dengan meneladani akhlak ini, seseorang:
- Tetap terhormat meski menghadapi ujian hidup.
- Mampu membangun hubungan sosial yang harmonis.
- Meningkatkan kualitas spiritual dan mental.
Wallahu A’lam Bish-shawab
(Sumber: Kitab Manaqib asy-Syafi’i)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar