Kota Lease: Idealitas Sebuah Kota Kepulauan dan Arah Baru Otonomi Daerah di Maluku
(Ahli Kebijakan Publik)
Pendahuluan
Portal Suara Academia: Gagasan pembentukan Kota Lease sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Maluku menjadi salah satu isu penting yang mencerminkan arah baru pembangunan berbasis kepulauan. Wilayah Lease—yang mencakup Pulau Haruku, Saparua, dan Nusalaut—memiliki sejarah panjang, kekayaan budaya yang tinggi, serta potensi ekonomi dan sosial yang sangat kuat untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan baru di kawasan Teluk Ambon.
Komisi I DPRD Provinsi Maluku telah menyatakan dukungan penuh terhadap pembentukan Kota Lease. Dukungan ini bukan sekadar langkah politis, melainkan bentuk kesadaran akan kebutuhan pemerataan pembangunan, peningkatan kualitas pelayanan publik, serta pengakuan terhadap karakteristik wilayah kepulauan yang memiliki dinamika tersendiri.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: mengapa Lease lebih tepat menjadi kota daripada kabupaten? Dan bagaimana konsep ideal sebuah kota kepulauan dapat diwujudkan di Maluku?
1. Ciri dan Karakter Kepulauan Lease
Wilayah Lease terletak di jantung Provinsi Maluku, berbatasan langsung dengan Pulau Ambon di bagian barat. Kepulauan ini terdiri dari tiga pulau besar—Saparua, Haruku, dan Nusalaut—serta pulau-pulau kecil di sekitarnya. Masyarakatnya dikenal sangat dinamis, religius, dan memiliki semangat kebersamaan yang kuat.
Secara demografis, Lease memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi dibanding wilayah kepulauan lain di Maluku Tengah. Kegiatan ekonomi masyarakatnya juga telah bergeser dari sektor agraris menuju sektor jasa, perdagangan, transportasi, dan pariwisata. Aktivitas sosial, pendidikan, dan ekonomi yang terpusat di kota-kota kecil seperti Saparua dan Haruku menunjukkan ciri khas kehidupan perkotaan kepulauan.
Karakter wilayah seperti ini membuat bentuk pemerintahan yang luas seperti kabupaten menjadi kurang efisien, karena rentang kendali antar pulau relatif pendek dan aktivitas masyarakat terfokus pada pelayanan publik, mobilitas, serta ekonomi jasa. Dengan demikian, status “kota” lebih representatif untuk mengakomodasi realitas sosial-ekonomi masyarakat Lease.
2. Alasan Lease Lebih Tepat Menjadi Kota, Bukan Kabupaten
a. Kepadatan dan Pola Kehidupan Urban
Berbeda dengan kabupaten yang umumnya berciri pedesaan dan agraris, wilayah Lease menunjukkan struktur kehidupan urban. Kegiatan masyarakatnya sudah terintegrasi dengan sistem transportasi laut dan perdagangan antarpulau. Dalam keseharian, aktivitas ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan berlangsung seperti di wilayah kota, bukan pedalaman.
Karakter inilah yang menjadikan Lease cocok diusulkan sebagai kota kepulauan, dengan fokus pada pelayanan publik, inovasi digital, dan ekonomi jasa.
b. Basis Ekonomi Jasa, Perdagangan, dan Pariwisata
Ekonomi Lease bertumpu pada sektor jasa, transportasi laut, pariwisata bahari, serta perdagangan hasil laut. Kota Lease dapat menjadi simpul distribusi antar pulau dan pintu gerbang pariwisata sejarah di Maluku.
Benteng-benteng peninggalan kolonial seperti Benteng Duurstede di Saparua dan Benteng Amsterdam di Haruku, bersama keindahan alam laut dan pantai, merupakan modal besar untuk mengembangkan sektor pariwisata yang berkelanjutan. Dengan status kota, sektor ini dapat dikelola secara profesional dan berorientasi global.
c. Efisiensi dan Integrasi Pelayanan Publik
Sebagai wilayah kepulauan yang berdekatan, pembentukan Kota Lease akan meningkatkan efisiensi pemerintahan. Jarak antarpulau yang relatif dekat memungkinkan sistem pemerintahan kota dikelola secara terpadu, dengan pelayanan publik yang cepat dan berbasis digital.
Berbeda dengan kabupaten yang membutuhkan struktur birokrasi besar dan luas, kota memiliki struktur pemerintahan yang lebih ramping, fleksibel, dan fokus pada pelayanan masyarakat.
d. Dekat dengan Ibu Kota Provinsi
Kedekatan geografis Lease dengan Kota Ambon memberi keuntungan strategis dalam hal koordinasi pembangunan, logistik, pendidikan, serta mobilitas penduduk. Lease dapat menjadi kota satelit penunjang Ambon, yang berperan sebagai pusat ekonomi maritim dan perdagangan antarpulau di kawasan timur Indonesia.
3. Idealitas Sebuah Kota Kepulauan
Konsep kota kepulauan (archipelagic city) merupakan paradigma baru dalam perencanaan pembangunan daerah di kawasan maritim. Kota kepulauan tidak memandang laut sebagai batas, tetapi sebagai penghubung utama antar wilayah.
Kota Lease berpotensi menjadi model kota kepulauan pertama di Indonesia Timur yang menerapkan prinsip-prinsip berikut:
a. Berbasis Maritim
Laut menjadi urat nadi utama kehidupan kota. Transportasi laut dikembangkan sebagai moda utama mobilitas penduduk, distribusi barang, dan akses layanan publik. Pelabuhan antar pulau dikoneksikan dengan sistem transportasi laut terpadu.
b. Ekonomi Biru dan Kreatif
Kota Lease dapat menjadi pusat pengembangan ekonomi biru (blue economy)—yakni pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Sektor perikanan, wisata bahari, dan industri kreatif berbasis laut menjadi tumpuan utama.
c. Smart Governance
Sebagai kota baru, Lease dapat langsung mengadopsi sistem pemerintahan digital (smart governance) dengan layanan publik berbasis teknologi informasi. Administrasi kependudukan, perizinan, pendidikan, dan kesehatan dapat diintegrasikan secara online.
d. Multikultural dan Inklusif
Kota Lease merupakan miniatur kebinekaan Maluku. Di wilayah ini, nilai-nilai pela gandong hidup sebagai warisan sosial yang mempererat persaudaraan antar umat beragama. Sebagai kota multikultural, Lease dapat menjadi simbol perdamaian dan toleransi antar masyarakat kepulauan.
e. Ekologi Berkelanjutan
Sebagai kota kepulauan, Lease harus menempatkan lingkungan laut dan pesisir sebagai prioritas utama. Pengelolaan sampah, konservasi terumbu karang, dan penataan ruang pesisir menjadi bagian integral dari kebijakan kota. Konsep pembangunan hijau (green city) dan biru (blue city) bisa diterapkan secara bersamaan.
4. Dimensi Filosofis dan Kultural Pembentukan Kota Lease
Filosofi dasar dari pembentukan sebuah daerah otonom bukan semata-mata pembagian administratif, tetapi peningkatan martabat masyarakat dan efektivitas pelayanan negara. Dalam konteks Lease, filosofi itu sejalan dengan semangat orang Maluku yang dikenal dengan semboyan:
“Potong di kuku rasa di daging, ale rasa beta rasa.”
Filosofi ini menggambarkan kesatuan sosial dan emosional antara masyarakat kepulauan, yang menjadi dasar moral bagi pembentukan kota baru. Kota Lease diharapkan bukan hanya entitas administratif, tetapi juga wadah tumbuhnya nilai-nilai kebersamaan, keadilan, dan kemajuan.
Dari sisi sejarah, Lease adalah tanah kelahiran banyak tokoh besar dalam perjuangan nasional seperti Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy) dan Martha Christina Tiahahu. Dengan menjadikan Lease sebagai kota, berarti memberi penghormatan terhadap sejarah perjuangan dan semangat nasionalisme rakyat Maluku.
5. Aspek Hukum dan Kebijakan Pembentukan DOB
Secara regulatif, pembentukan daerah otonom baru harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
Dalam konteks ini, Lease telah memenuhi beberapa kriteria mendasar:
- Kemampuan ekonomi – didukung oleh sektor jasa, perdagangan, pariwisata, dan perikanan.
- Potensi sosial budaya – memiliki identitas budaya yang kuat dan nilai historis tinggi.
- Kesiapan infrastruktur – terdapat pelabuhan laut, sarana transportasi antar pulau, serta koneksi dengan Ambon.
- Kedekatan geografis dan efisiensi administratif – wilayah relatif kecil dan mudah dijangkau.
Dengan demikian, pembentukan Kota Lease dapat dikategorikan sebagai pemekaran strategis untuk meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat pembangunan kawasan kepulauan di Maluku Tengah.
6. Arah Pembangunan Kota Lease ke Depan
Kota Lease dapat diarahkan menjadi “kota kepulauan modern berbasis maritim, budaya, dan teknologi.”
Arah kebijakannya antara lain:
1. Pembangunan Infrastruktur Transportasi Laut dan Udara
Mengintegrasikan pelabuhan Saparua, Haruku, dan Nusalaut dengan sistem transportasi laut cepat.
Meningkatkan konektivitas dengan Ambon melalui jalur logistik dan penyeberangan reguler.
2. Pengembangan Pariwisata Sejarah dan Bahari
Revitalisasi benteng-benteng peninggalan kolonial.
Promosi wisata budaya dan ekowisata berbasis masyarakat.
3. Ekonomi Maritim dan Kreatif
Mendorong industri pengolahan ikan, kerajinan laut, dan UMKM digital.
Menarik investasi di bidang perikanan berkelanjutan.
4. Digitalisasi Layanan Publik
Penerapan e-government dan smart city untuk pelayanan efisien.
Pusat data dan digital hub untuk ekonomi kreatif.
5. Pendidikan dan SDM Kepulauan
Pembentukan kampus maritim dan pusat riset kelautan.
Pelatihan generasi muda Lease menjadi tenaga profesional dan wirausaha.
6. Ketahanan Sosial dan Budaya
Memperkuat nilai pela gandong, gotong royong, dan kebersamaan lintas agama.
Menjadikan Lease kota yang damai, berbudaya, dan terbuka.
7. Harapan dan Penutup
Pembentukan Kota Lease adalah langkah berani untuk memajukan daerah kepulauan secara berkeadilan. Kota ini tidak hanya akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru, tetapi juga simbol kemajuan peradaban maritim Maluku.
Kota Lease diharapkan menjadi model:
- Pemerintahan modern dan efisien;
- Ekonomi biru berkelanjutan;
- Kota budaya dan toleransi;
- Ruang hidup yang ramah lingkungan dan manusiawi.
Dari perairan Lease, akan lahir peradaban maritim yang cerdas, berdaya saing, dan berakar pada nilai-nilai leluhur Maluku yang luhur: “Ale rasa beta rasa, samua basudara.” (Obasa)
Portal Suara Academia hadir sebagai platform akademis berkualitas dengan artikel ilmiah, diskusi panel, dan ulasan buku oleh Profesional dan Akademisi terkemuka, dengan standar tinggi dan etika yang ketat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar